Mengantar Bondan Winarno, Penutur Kuliner Nusantara, Berpulang
Waktu-waktu yang lalu, sosoknya mengantar masyarakat Indonesia kepada ragam kuliner Nusantara. Cara dia menuturkan rasa sajian-sajian di atas meja yang dicecapnya tentu tak akan lekang oleh waktu. Hari Kamis (30/11), giliran pejargon ’Mak Nyuss!’ itu diantar ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Langit mendung berawan abu-abu yang mencurahkan rintik hujan menyertai mobil silver bertuliskan ”Ambulance” memasuki pelataran Rumah Duka, Krematorium, dan Rumah Abu Sentra Medika Cibinong sekitar pukul 13.40. Rangkaian bunga yang didominasi warna putih dan dedaunan mulai keluar dari mobil dan berbaris.
Yvonne Winarno, wanita yang kehilangan suaminya, keluar dari mobil mengenakan atasan putih yang dihiasi syal motif garis-garis. Setangkai mawar putih digenggamnya. Sejumlah wanita menyambutnya dengan pelukan dan kecupan di pipi.
Tak lama kemudian, peti putih dengan ornamen-ornamen di sisinya dikeluarkan dari mobil abu-abu memasuki ruang prosesi sebelum kremasi. Di dalam peti tertutup itu, terbaring seorang yang pernah mengenalkan kuliner Nusantara, Bondan Winarno.
Gwendoline Winarno, putri Bondan, memegang kuat-kuat bingkai foto ayahnya dan berdiri di depan peti. Lalu dia melangkah, mengantar peti ayahnya ke depan pintu oven kremator. Tentu wajah tersenyum itu juga akan dikenang pemirsa televisi, terutama saat mendiang mengucapkan, ”Top markotop!”
Dalam ruangan itu berisi sekitar 100 kursi. Setelah peti ditata dengan foto wajah Bondan dan lilin menyala sebelah-menyebelah di depannya, para pelayat pun duduk. Hampir tak ada kursi kosong.
Sebelum ibadah pengantar kremasi dimulai, keluarga berfoto bersama peti Bondan untuk terakhir kalinya. Harmoni warna putih tampak dalam potret keluarga besar itu.
”Saya menganggapnya sebagai ayah yang sangat berpengaruh. Tentu saya yakin semua orang di sini ingat keserdahanannya. Dia benar-benar apa adanya dan peduli kepada orang lain. Bagi saya, dia adalah seorang family man yang sesungguhnya karena dia selalu mengutamakan keluarganya,” kata Eliseo Font Roket, putra Bondan, saat mengucapkan kesan terhadap ayahnya di Cibinong, Kamis (30/11).
Eliseo percaya ayahnya sedang dalam perjalanan menuju surga. Dia pun yakin saat ini ayahnya tengah berbahagia melihat kehadiran orang-orang yang mengantarnya di tempat ini.
Ucapan terima kasih kepada pelayat pun disampaikan Gwendoline. ”Ini bukti bahwa papa saya memberikan dampak positif bagi sekitarnya. Terima kasih atas kehadirannya,” ujarnya.
Menjelang saat-saat berpisah, satu per satu anggota keluarga besar menancapkan setangkai mawar putih di atas peti. Kira-kira pukul 14.30, peti dimasukkan ke dalam oven kremator. Isak tangis pun pecah memenuhi ruangan itu. Istri, anak-anak, dan cucunya berpelukan erat.
Permintaan kremasi
Eliseo mengatakan, kremasi ini diminta langsung oleh ayahnya kepada ibunya bertahun-tahun silam. Di keluarga besarnya, Bondan yang paling pertama dikremasi.
Dalam beberapa hari ini, Eliseo mengatakan, pihak keluarganya tengah mendiskusikan penempatan guci yang berisi abu Bondan. ”Pilihannya ada dua, disemayamkan di rumah abu Sentra Medika Cibinong ini atau dibawa pulang oleh ibu saya,” ujarnya.
Direktur Operasional Rumah Duka, Krematorium, dan Rumah Abu Sentra Medika Cibinong Alfred Crenna mengatakan, krematorium untum Bondan dipesan kemarin sore. Proses kremasi memakan waktu hingga dua jam.
Saat mengantar ke rumah abu, Gwendoline berjalan dan mendekap guci yang berisi abu ayahnya. ”Rasanya seperti menggendong papa saya sendiri. Teringat, dulu waktu kecil papa yang menggendong saya,” katanya terbata-bata.
Mengenang Bondan
Sampai saat ini, Eliseo mengatakan tidak bisa melupakan obrolan terakhirnya dengan Bondan. ”Sebelum dioperasi, saya mengatakan ’stay strong!’ kepadanya, lalu dia membalas dengan gerak tangan yang sama seperti saat dia bilang mak nyuss!. Di saat terakhirnya, dia sempat menguatkan saya. Kami, anak-anaknya, sangat terpukul dengan kepergiannya. Bahkan, lebih dari kata sangat,” tuturnya.
Kepemimpinan, kedisiplinan, serta pribadi yang kuat dan pantang menyerah merupakan nilai yang membekas bagi Eliseo. Terkait kuliner, dia mengatakan, ayahnya membagikan bahwa Bondan begitu menghargai rasa Nusantara. ”Kuliner itu bukan soal makannya, melainkan soal menghargai. Itu yang dia bagikan,” ucap Eliseo.
Di mata Eliseo, sosok Bondan adalah penyemangat dan penguat dalam kehidupan keluarganya. Apabila keluarganya sedang sedih atau menghadapi tantangan tertentu, pasti ayahnya yang mengangkat semangat hidup mereka.
Sikap menguatkan sekitar Bondan ternyata juga dimiliki sang istri, Yvonne. Eliseo merasakan ibunya yang paling kuat menghadapi saat-saat duka seperti ini dibandingkan anggota keluarga lainnya. ”Justru ibu yang menguatkan dan menghibur kami,” ucapnya.
Yvonne mengatakan, dirinya merasa lega dengan kepergian suaminya. ”Sudah tak ada lagi beban untuk saya,” katanya.
Bagi Yvonne, suaminya adalah sosok yang membawa ketenangan dalam keluarganya. Setiap ada masalah, Bondan selalu meyakinkan dan mengajak keluarganya mencari jalan keluar.
Momen yang paling berkesan bagi Yvonne adalah saat liburan terakhir bersama keluarga besarnya. ”Bondan mengajak kami ke tempat-tempat makan yang paling enak,” ujarnya.
Salah satu cucu Bondan, Fergie Brittany dan Gabriella Paulina, menyatakan, kakeknya merupakan sosok penyayang dan perhatian. Bagi mereka, cinta sang kakek ditunjukkan melalui nasihat-nasihatnya.
Meski raga Bondan Winarno telah menjadi abu, petuah, cinta, dan sosoknya tetap melekat dalam hidup keluarganya. Tutur ceritanya tentang wisata kuliner di Indonesia-nya pun tak akan dilupakan khalayak. Izinkan tulisan ini ditutup dengan kalimat yang selalu dia ucapkan di akhir acaranya dulu. ”Tetap sehat, tetap semangat, supaya kita bisa jalan-jalan dan makan-makan. Pokoke mak nyus!” (DD09)