Imelda Marcos, Bukan Cuma Soal Sepatu
Istri Presiden Filipina Imelda Marcos terluka akibat ditusuk bolo, pisau tradisional berbentuk seperti keris, oleh seorang pria. Kejadian itu berlangsung setelah Imelda memberi sambuan dalam acara kontes kebersihan di Pasay City. Pria yang memakai jas rapi itu mencabut bolo dari ikat pinggangnya, dan menusuk Imelda berkali-kali.
Pria itu menusuk Imelda saat mendapat giliran menjabat tangan Imelda. Sambil berteriak, Imelda jatuh terkapar. Ketika si penyerang berusaha menusuk Imelda lagi, seorang pengawal menembak mati pria tersebut.
Imelda terkena tiga kali tusukan di lengan dan tangannya, tetapi tidak parah. Wakil Menteri Luar Negeri Manuel Colantes yang berada di lokasi tersebut lalu mengusung Imelda ke helikopter dan membawanya ke Istana Malacanang.
Kejadian itu berlangsung tahun 1972 atau 45 tahun yang lalu. Berita tentang Imelda Marcos itu dimuat harian Kompas yang terbit 8 Desember 1972.
Imelda Romualdez Marcos adalah istri Presiden Filipina Ferdinand Edralin Marcos yang berkuasa tahun 1966-1986. Dia populer karena kecantikan, gaya hidup dan ambisinya. Imelda antara lain dijuluki ”Mawar dari Tacloban” dan ”Si Kupu-kupu Besi”. Dari seorang gadis pemalu dan tak percaya diri, Imelda bertransformasi menjadi pribadi yang haus kekuasaan dan bergaya hidup mewah.
Pada masa kekuasaan Marcos, beberapa kali Imelda berkunjung ke Indonesia. Kompas, 12 Januari 1968 menurunkan tulisan tentang kisah cinta pasangan Marcos-Imelda untuk menyambut kedatangan mereka di Jakarta. Memakai pakaian khas Filipina, terno—lengan atas menggelembung atau sering diasosiasikan dengan sayap kupu-kupu—berwarna kuning, Imelda mendampingi suaminya menjadi tamu negara (Kompas, 13 Januari 1968).
Tahun 1954 Marcos pertama kali melihat Imelda saat gadis itu ikut bibinya ke gedung parlemen. Marcos muda sudah menjadi anggota parlemen dan terpesona dengan kecantikan Imelda. Dia berusaha berkenalan dan mendekati gadis itu. Mereka hanya perlu berpacaran selama 11 hari sebelum memutuskan menikah (Kompas, 20 Januari 1968).
Ketika itu Marcos berusia 36 tahun dan Imelda 22 tahun. Perbedaan usia 14 tahun tak menjadi masalah, ”Perkawinan kami sukses karena kami berdua memasuki perkawinan dengan mata dan pikiran terbuka,” kata Imelda seperti dikutip Kompas, 22 Januari 1968. Sejak itu dari Tacloban, Provinsi Layte, Filipina Tengah, Imelda pindah ke Manila.
Pasangan ini dikaruniai tiga anak, Imee (lahir tahun 1956), Ferdinand Jr ”Bong-bong” (1958) dan Irene (1961). Sebagai ibu negara, Imelda selalu tampil ”berkelas”. Padu padan pakaian, tas dan sepatunya senada, dengan dandanan yang prima. Tetapi Imelda menolak disebut suka berbelanja dan memakai pakaian mewah.
”Saya tak pernah memilih (barang) yang mahal-mahal. Pertama, karena saya tak mampu untuk membeli, dan kedua, karena saya tak mau memberi contoh yang jelek kepada wanita-wanita di negara saya,” kata Imelda (Kompas, 20 Januari 1968).
Akan tetapi, 12 tahun kemudian, ucapan Imelda tersebut bertolak belakang dengan perayaan hari ulang tahunnya. Kompas, 3 Juli 1980 menulis tentang ulang tahun Imelda yang diperingati dengan upacara resmi, termasuk penaikkan bendera di wilayah metro Manila. Pada hari itu, angkutan umum gratis, kebun binatang dibuka gratis, dilakukan penanaman pohon besar-besaran, juga diadakan berbagai upacara dan pesta. Koran-koran penuh dengan iklan ucapan selamat ulang tahun untuk Imelda.
Seiring berjalannya waktu, Imelda tak hanya menjadi ibu negara, tetapi juga memegang berbagai jabatan penting. Tahun 1980 dia sudah menjadi anggota parlemen, Gubernur Manila, utusan istimewa Presiden Marcos, serta menteri urusan pemukiman dan lingkungan. Walaupun secara resmi Imelda bukan wakil Presiden Marcos, tetapi kenyataannya dia ikut memegang kendali pemerintahan.
Keadaan mulai berubah seiring pembunuhan lawan politik Marcos, Benigno Aquino tahun 1983. Berbeda jauh dengan perayaan hari ulang tahunnya pada 1980, tahun 1985 Imelda yang berulangtahun ke-55 harus menghadapi gelombang demonstrasi. Sebagai hadiah ulang tahun untuknya, para demonstran menyampaikan peti mati (Kompas, 4 Juli 1985).
Tahun 1986 Marcos sekeluarga dan kroni-kroninya terusir dari Filipina. Mereka terpaksa tinggal di Honolulu, Hawai, Amerika Serikat (AS). Namun, kekayaan yang dibawa keluarga ini tergolong luar biasa. Saat melarikan diri diperkirakan mereka membawa antara lain 22 peti uang kertas Filipina, berkoper-koper emas berlian, barang seni, dan kertas-kertas berharga. Kekayaan Marcos diperkirakan mencapai 10 miliar-30 miliar dollar AS (Kompas, 2 Maret 1986).
Salah satu yang diingat orang dari Imelda adalah koleksi sepatunya. Dia memiliki lebih dari 2.600 pasang sepatu buatan Perancis dan Italia (Kompas, 30 Juni 1987). Sebanyak 1.220 sepatu di antaranya dipertontonkan di museum yang merupakan bagian dari Istana Malacanang, di samping 491 sepatu milik Marcos dan 6.900 potong pakaian (Kompas, 23 Februari 1991).
Ikut berkuasa
Pada masa gadisnya, tahun 1953 Imelda menjadi ratu kecantikan. Dia kerap ditampilkan sebagai perempuan yang berasal dari keluarga terpandang di Leyte. Akan tetapi, tahun 1970 terbit buku berjudul The Untold of Imelda Marcos yang ditulis Carmen Navarro Pedrosa, perempuan wartawan (Kompas, 8 Oktober 1970).
Dalam buku itu disebutkan bahwa Imelda mengalami masa kanak-kanak yang sulit dan miskin. Ayahnya lemah dan tak berhasil seperti saudara-saudaranya dari keluarga Romualdez. Oleh karena itu, Imelda berusaha keras untuk mengangkat harkat keluarganya. Tak ada tanggapan dari istana terkait buku tersebut.
Menikah dengan Marcos, Imelda ikut berkampanye untuk meraih kursi presiden bagi sang suami pada 1964. Kecantikan dan kemampuan Imelda menyanyi, menjadi salah satu daya tarik yang diyakini berpengaruh pada kemenangan Marcos menjadi Presiden Filipina.
Ambisi Imelda turut campur dalam urusan negara sebenarnya sudah muncul sejak awal 1970-an. Kompas, 2 Juni 1972 memuat berita tentang kemungkinan Imelda terkait kasus penyogokan kepada peserta konvensi konstitusi Filipina. Konvensi yang dibuka 1 Juni 1971 ini membahas perombakan UUD Filipina yang berusia 36 tahun. UUD itu dinilai sudah usang dan hanya memungkinkan golongan orang kaya “bermain” dalam sistem politik.
Tahun 1977 Imelda menjadi utusan Presiden Marcos untuk berunding dengan Libya dalam usaha mengatasi gerakan separatisme di Filipina Selatan (Kompas, 10 Maret 1977). Peran sebagai ibu negara saja tidak cukup baginya, Imelda juga menjadi Gubernur Metro Manila (Kompas, 17 September 1977).
Sudah menjadi ibu negara, utusan presiden dan gubernur, Marcos masih melantik istrinya sebagai menteri untuk Departemen Ekologi dan Pemukiman. Dalam usia 48 tahun, Imelda juga menjadi anggota Majelis Nasional Sementara Filipina. Dia disebut-sebut berambisi menjadi presiden menggantikan suaminya (Kompas, 2 Juni 1978), meski Marcos membantah keras isu tersebut.
Dalam berita Kompas, 11 September 1978 Marcos yang berusia 61 tahun dan sudah memerintah Filipina selama 12 tahun (enam tahun terakhir Marcos memegang kekuasaan berdasarkan UU Darurat), membantah sang istri bakal menggantikannya. ”Dia dan saya ada persetujuan. Dia tidak akan menerima. Saya sudah memikirkan masalah tersebut masak-masak, dan karena itu kami menegaskan di sini (untuk) mengakhiri desas-desus tentang dinasti,” kata Marcos.
Tak hanya memberi istrinya berbagai jabatan resmi, Marcos juga menghujani Imelda menjadi ketua badan-badan pemerintah yang bergerak dalam berbagai bidang (Kompas, 16 Maret 1982). Marcos juga mengangkat istrinya sebagai anggota Komite Eksekutif yang memegang urusan pemerintahan sehari-hari dan akan mengambil alih kekuasaan presiden bila Marcos tak mampu atau meninggal sebelum masa jabatannya berakhir (Kompas, 8 Agustus 1982). Ketika itu, Marcos berkuasa berdasarkan UU Darurat yang diumumkan tahun 1972. UU itu dicabut pada Januari 1981.
Suka belanja
Kegemaran Imelda berbelanja antara lain dicatat Kompas, 23 April 1974. Dalam kunjungannya ke Indonesia selama lima hari, dia datang mengenakan terno berwarna krem, dilengkapi payung, tas tangan, dan sepatu berwarna krem yang senada dengan pakaiannya.
Selain menyampaikan sumbangan Pemerintah Filipina untuk pemugaran Candi Borobudur senilai Rp 70 juta, Imelda menyempatkan diri membeli beberapa kain di tempat Iwan Tirta seharga 845 dollar AS. Dia juga membeli empat lukisan karya Affandi, memesan beberapa bingkai foto, serta peralatan minum teh dan makan berbahan baku perak di Kotagede, Yogyakarta.
Ketika berkunjung ke sanggar pelukis Amri Yahya di Yogyakarta, Imelda membeli empat lukisan seharga 2.125 dollar. Sementara di pelataran Candi Borobudur dia memborong garukan, tusuk konde, sisir kutu, tempat bedak, juga gelang berbahan kulit dan tanduk kerbau/sapi (Kompas, 25 April 1974).
Tahun 1982 Imelda tiba di New York, AS disertai 40 pembantu dan 300 tas. Tahun 1981, ia membeli apartemen di Park Avenue seharga 9,5 juta dollar AS. Dia menyingkirkan barang-barang di apartemen itu, lalu mendatangkan pekerja dari Filipina untuk memperbaikinya. Ia melengkapi apartemen itu dengan barang-barang baru dan lukisan senilai 1,5 juta dollar AS (Kompas, 2 Maret 1986).
Walaupun punya apartemen di New York, Imelda lebih sering tinggal di Waldorf Towers dan senang memesan bunga sampai ribuan dollar AS. Orang pun bertanya-tanya dari mana dia memiliki uang, padahal sebagai presiden, Marcos hanya berpenghasilan 5.700 dollar AS setahun.
Imelda juga suka berbelanja hadiah berharga mahal. Nancy Reagan, istri Presiden AS Ronald Reagan, diberinya hadiah pakaian senilai 10.000 dollar AS. Untuk seorang anggota DPR AS, hadiahnya berupa giwang, anting-anting, manset, bros, dan kalung seharga lebih dari 10.000 dollar AS (Kompas, 9 Maret 1986).
Ketika lari ke pengungsian di AS, Imelda meninggalkan lebih dari 1.060 pasang sepatu, 508 gaun, 427 pakaian dan 71 pasang kacamata di Istana Malacanang (Kompas, 1 Agustus 1991).
Mewah
Imelda juga dikenal dengan gaya hidupnya yang mewah, sampai ada ungkapan, ”Hanya Tuhan yang tahu berapa dibayar wajib pajak untuk perjalanannya”. Sebagai utusan presiden, dia kerap bepergian. Beberapa kali Imelda menumpang pesawat terbang biasa, tetapi lebih sering dia memilih terbang dengan pesawat pribadi.
Tak hanya satu pesawat karena perjalanan Imelda biasanya diikuti dengan pesawat kedua sebagai cadangan. ”Sebenarnya bukan pesawat cadangan, tetapi karena pesawatnya sendiri kurang tempat untuk semua kawan yang ikut serta dengannya ke luar negeri. Ibu kita ini memang pemurah,” demikian ditulis Kompas, 17 November 1980 mengutip International Herald Tribune.
Seiring berjalannya waktu, semakin tampak gaya hidup mewahnya. Imelda senang tampil dengan intan berlian gemerlapan. Dia suka dikelilingi orang-orang tampan dan para bangsawan. Pesta-pestanya berlimpah kemewahan dan ini membuat dia menjadi bahan pergunjingan.
Keserakahan dan semena-mena menggunakan kekuasaan menjadi dua hal yang banyak disorot orang darinya. Keluarga Marcos disebut-sebut memiliki kendali setidaknya pada 900 perusahaan yang bergerak di berbagai bidang, mulai dari pelayaran, kasino, sampai media.
Ketika putrinya, Irene, menikah, Imelda mendatangkan kuda dan kereta khusus dari Austria. Di New York, dalam waktu enam minggu, Imelda berbelanja sampai menghabiskan 1,6 juta dollar AS. Dia membeli minyak wangi berpeti-peti (Kompas, 30 Juni 1987).
Kejatuhan
Melihat gaya berkuasa dan kemewahan pasangan Marcos, tahun 1981 pimpinan tertinggi hierarki Gereja Katolik Filipina, Kardinal Sin, sudah meramalkan kejatuhan Presiden Ferdinand Marcos. Apalagi, waktu itu ada gosip Imelda bakal diangkat oleh suaminya menjadi perdana menteri (Kompas, 22 Juli 1981).
Tahun 1982 keluarga Marcos diterpa isu menjadi ”dalang” penculikan Thomas ”Tommy” Manotoc, olahragawan terkenal Filipina berusia 32 tahun yang diam-diam menikahi Imee, putri sulung Marcos di AS. Tommy Manotoc seorang duda. Dia bercerai dari istrinya, Aurora Pijuan, Miss International 1970 pada 1981.
Pernikahan Imee-Tommy Manotoc tak direstui Istana Malacanang. Salah satu alasannya, perceraian Tommy di AS dianggap tak berlaku di Filipina (Kompas, 6 Januari 1982). Imelda menepis tuduhan itu dengan mengatakan, Tommy kemungkinan diculik gerilyawan komunis (Kompas, 15 Januari 1982).
”Tidak ada hubungan resmi antara mereka. Jika mereka terus ingin melanjutkan hubungan, akan memperparah kesalahan mereka. Dan, masalah baru akan timbul, yaitu masalah kriminal,” kata Imelda tentang pernikahan Imee-Tommy (Kompas, 16 Maret 1982).
Kenyataannya, Imee, Tommy, dan bayi mereka yang berusia 23 hari disambut kedatangannya di Manila. Selama ini mereka tinggal di Honolulu, AS (Kompas, 1 Mei 1983). Rupanya pada 12 April 1983 keluarga Marcos merestui pernikahan pasangan tersebut. Kali ini, alasan Imelda, ”Kami menerima perceraian itu, menerima pernikahan mereka, karena kami mengakui hukum di AS.”
Berita tak sedap kembali menerpa Imelda saat lawan politik Marcos, Benigno Aquino, kembali ke Filipina dari pengasingan selama tiga tahun di AS. Aquino tewas dibunuh begitu menginjakkan kaki di Manila (Kompas, 21 Agustus 1983). Imelda menjadi salah seorang yang dimintai keterangan berkaitan dengan pembunuhan itu (Kompas, 21 Januari 1984).
Kampanye
Tahun 1984 sudah ada tanda-tanda rakyat muak dengan pemerintahan Marcos, tetapi Imelda malah berkampanye mengecam oposisi (Kompas, 23 Januari 1984). Tentang berbagai jabatan yang dipegangnya, Imelda mengatakan, kalau bukan dia, berarti harus ada 10 orang untuk menggantikan posisinya.
Mengenai utang luar negeri Filipina yang mencapai 25 miliar dollar AS, Imelda mengatakan itu hanya masalah uang. ”Itu masalah kita yang paling kecil. Presiden telah menyelamatkan kita dari masalah-masalah yang lebih besar, seperti keamanan dan politik,” katanya (Kompas, 4 September 1984).
Saat masa jabatan Marcos akan berakhir pada 1987, Imelda semakin sering berkampanye. Keduanya tampil bareng di Cebu, Filipina Tengah, basis kelompok oposisi (Kompas, 16 November 1985). Dalam kampanyenya, Imelda kerap menyinggung calon dari oposisi, Corazon ”Cory” Aquino, janda Benigno Aquino. Dia cemburu, tak rela orang memalingkan muka darinya ke Cory Aquino (Kompas, 30 November 1985).
Namun people power atau kekuatan rakyat tak terbendung, kekuasaan Marcos tumbang. Bersama kroninya, keluarga ini menyingkir ke Honolulu, AS, pada 1986 (Kompas, 2 Maret 1986). Dari tempat pengasingannya, Marcos muncul membacakan surat untuk rakyat Filipina. Marcos antara lain mengatakan, ingin kembali ke daerah asalnya, Ilocos Norte, Filipina Utara. Akan tetapi, wakil dari Presiden AS Ronald Reagan malah membawanya terbang ke Guam.
Marcos dengan 90 anggota keluarga dan teman-temannya sempat meninggalkan utang lebih dari 39 juta dollar AS di toko-toko Angkatan Udara di Guam dan Honolulu karena mereka tak membawa cukup barang-barang pribadi dan uang tunai (Kompas, 9 Maret 1986).
Disita
Di Filipina, harta tersembunyi Imelda yang diperkirakan senilai 50 juta dollar AS terancam disita negara. Harta itu antara lain berupa konsesi perkayuan (Kompas, 5 April 1986). Selain itu, rekening Marcos dibekukan oleh bank-bank di Berne dan Zurich, Swiss (Kompas, 30 Juni 1987). Pemerintah Filipina juga mendakwa pasangan Marcos menggelapkan lebih dari 10 juta dollar AS sebelum kabur ke AS pada Februari 1986.
Selain itu, Presiden Cory Aquino juga menolak keinginan Marcos pulang ke Filipina dengan alasan keamanan nasional (Kompas, 9 November 1988). Imelda pun mengirim surat mohon maaf dan minta diizinkan kembali ke Filipina, tetapi permintaan itu ditolak (Kompas, 1 Maret 1989). Sampai Ferdinand Marcos meninggal dalam usia 72 tahun pada 1989, Aquino tetap melarang jenazahnya dipulangkan (Kompas, 29 September 1989).
Selain dibekukan dan disita hartanya, Marcos dan Imelda juga menghadapi tuduhan menggelapkan uang dari pengadilan di AS. Mereka antara lain dituduh secara tidak sah meminjam 165 juta dollar AS dari bank-bank AS dan mengalihkan uang 103 juta dollar AS untuk membeli tiga gedung di New York (Kompas, 24 Oktober 1988). Selama 1978-1985, mereka dituduh mengorupsi 327 juta dollar AS bantuan Amerika dari total 1,3 miliar dollar AS.
Untuk menghadapi sidang, Imelda terbang dari Honolulu ke New York dengan jet pribadi yang dipinjamkan Doris Duke, miliarder perusahaan tembakau (Kompas, 31 Oktober 1988). Di New York, Imelda menginap di hotel Waldorf Astoria yang bertarif 1.500 dollar AS semalam. Marcos tak menghadiri sidang karena sakit (Kompas, 1 November 1988).
Agar Imelda tidak masuk penjara, Doris Duke membayar uang jaminan 5 juta dollar AS sesuai keputusan pengadilan New York (Kompas, 3 November 1988). ”Saya baru kembali dari pengalaman paling mengerikan dan tidak manusiawi dalam hidup saya,” kata Imelda tentang pengadilan New York yang mendudukannya sebagai terdakwa (Kompas, 9 November 1988).
Jenazah dan harta
Ibunda Ferdinand Marcos, Josefa, meninggal tahun 1987. Namun, jenazahnya tak kunjung dikuburkan karena keluarga menunggu kedatangan Marcos ke kampung halamannya, Ilocos Norte (Kompas, 29 September 1989).
Izin untuk kembali ke Filipina tidak juga diperoleh meskipun Imelda berjanji akan menyerahkan seluruh hartanya untuk rakyat Filipina (Kompas, 1 Oktober 1989). Sementara di AS, Imelda tetap menghadapi pengadilan di New York (Kompas, 22 Maret 1990 dan 3 Mei 1990).
Tak putus asa, dia mengajukan permohonan paspor meski ditolak Pemerintah Filipina (Kompas, 27 Maret 1991). Baru pada akhir Juli 1991, Presiden Cory Aquino mencabut larangan kembali ke Filipina bagi Imelda dan anak-anaknya. Namun, jenazah Marcos tetap tak diizinkan dibawa pulang (Kompas, 1 Agustus 1991).
Tanggal 4 November 1991, Imelda kembali ke Filipina setelah hampir enam tahun di AS. Kedatangannya dielu-elukan 10.000 orang yang berada di sepanjang jalan dari Bandara Ninoy Aquino sampai hotel mewah Philippine Plaza, tempat Imelda menginap (Kompas, 5 November 1991).
Imelda menghadapi 80 tuduhan pidana dan perdata dari Pemerintah Filipina (Kompas, 10 Desember 1991). Dia mengaku tak bersalah atas semua tuduhan itu. Agar tak ditahan, dia menyerahkan uang jaminan 25.000 pesos per kasus. Pemerintah Filipina telah mendapatkan lebih dari 40 juta dollar AS hanya dari kekayaan Marcos di Los Angeles, AS, dan enam lukisan (Kompas, 6 November 1991).
Namun, jenazah Marcos belum bisa kembali karena keluarga ingin memakamkannya di Manila. Sementara pemerintah hanya mengizinkan jenazah dibawa dan dimakamkan di Ilocos Norte. Setelah hampir empat tahun sejak meninggal di pengasingan (28 September 1989), jenazah Marcos kembali ke kampung halamannya pada 7 September 1993. Kedatangan jenazah itu disambut sekitar 20.000 pendukung Marcos di Bandara Laoag, Ilocos Norte (Kompas, 8 September 1993).
Di sisi lain, Imelda divonis 18 tahun penjara atas tuduhan korupsi dan dilarang menjabat di kantor pemerintah selamanya. Para pengacaranya mengajukan banding atas vonis tersebut dan membayar jaminan agar Imelda tak ditahan (Kompas, 25 September 1993).
Meski sudah berusia 65 tahun, ambisi Imelda tak juga meredup. Dia mencalonkan diri sebagai anggota kongres (Kompas, 27 April 1995). Hasilnya, Imelda dinyatakan sebagai anggota ke-202 kongres Filipina mewakili provinsi asalnya, Leyte (Kompas, 28 Oktober 1995).
Imelda juga mencalonkan diri sebagai kandidat presiden pada pemilu 1998 (Kompas, 9 Juni 1997). Pada saat yang sama dia harus menghadapi utang sebesar 100 juta pesos, sedangkan kekayaannya tinggal 70,46 juta pesos. Sebagian besar utangnya untuk membayar pengacara. Tahun 1995, pemerintah menyita 500 juta dollar AS dari rekeningnya di Swiss. Dana itu sebagian besar untuk kompensasi sekitar 10.000 korban penindasan rezim Marcos.
Urusan harta Marcos belum berakhir. Tahun 1997 MA Swiss menyatakan simpanan Marcos adalah hasil curian. Jadi, tahun 1999, sebanyak 570 juta dollar AS ditransfer ke escrow account di Philippine National Bank. Tahun 2003, MA Filipina menyatakan keluarga Marcos hanya berhak mendapatkan 304.372, 42 dollar AS (Kompas, 10 Agustus 2003). Tahun 2010, pengadilan antikorupsi Filipina memerintahkan Imelda mengembalikan uang hampir 230.000 dollar AS ke kas negara karena uang itu adalah hasil korupsi Marcos sebagai presiden (Kompas, 15 September 2010).
Selama ini keluarga Marcos tetap menginginkan jenazah sang mantan presiden itu dimakamkan di Manila. Keinginan itu terwujud pada 2016 atau 27 tahun setelah kematiannya. Presiden Filipina Rodrigo Duterte mengizinkan jenazah Marcos dimakamkan dengan upacara militer di taman makam pahlawan Manila meski menuai protes kelompok hak asasi manusia dan sejumlah politisi (Kompas, 19 November 2016).
Tampaknya kisah keluarga Marcos di panggung kekuasaan belum akan berakhir. Meskipun Marcos pernah berujar tak akan membuat dinasti dalam kancah kekuasaan, faktanya sang anak, Imee Marcos, menjadi Gubernur Provinsi Ilocos Norte. Lidah memang tidak bertulang....