”Kami bukan hanya wadah komunitas penggemar ayam-ayam tertentu. Jadi, bagaimana caranya supaya orang-orang baru masuk ke komunitas ini untuk sama-sama satu hobi dan bisa saling mengembangkan,” kata Ketua Komunitas Ayam Hias Tangerang Raya Doni Susanto dalam temu Komunitas Ayam Hias di Pamulang, Tangerang Selatan, Sabtu (25/11).
Pertemuan ini dilakukan untuk mempersiapkan seluruh anggota komunitas dalam sosialisasi bagi penggemar ayam hias di Pet Kingdom, Alam Sutera, Tangerang, 9-17 Desember. Sosialisasi ini akan dimatangkan untuk penyelenggaraan kontes ayam hias yang belakangan semakin semarak. Kontes ayam hias akan menggairahkan pencinta ayam hias, terlebih kontes ini bakal dikembangkan untuk mengikuti kontes tingkat Asia.
Komunitas penggemar ayam hias ini berdiri pada 2015. Namun, dari komunitas yang memiliki anggota sekitar 60 orang ini, diperkirakan yang aktif untuk ”kopi darat” hanya 30 orang. Itu pun baru setahun terakhir ini setelah merasa pentingnya saling berbagi antarsesama anggota.
Ayam katai, ayam ketawa
Dalam setiap kontes, biasanya anggota komunitas ayam tertentu saja yang sama-sama berangkat untuk mengikuti kontes. Pada kontes ayam serama, misalnya, hanya pemilik ayam serama yang ikut kontes, sedangkan anggota lain ikut memberikan semangat sebagai komunitas. Jenis ayam itu sepintas mirip ayam katai yang mungil. Uniknya, ayam ini bisa tampil tegak berdiri, dada terlihat dibusungkan ke atas seperti orang gagah menantang.
Begitu pula kontes ayam ketawa, pelung, cemani, dan lainnya. Kontes pun hanya diikuti tim anggota komunitas yang memiliki ayam-ayam tertentu. Anggota lain ikut menyemarakkan kontes itu sambil saling belajar tentang tata cara menghadapi lomba.
Farry, Koordinator Komunitas Ayam Hias yang juga pemain lama ayam hias, mengatakan, penilaian irama suara terhadap ayam biasanya dilakukan terhadap ayam ketawa (asal Sidrap), bekisar (Jawa Timur), kokobalengge (Sumatera Barat), ayam gaok atau kekok (Madura), dan ayam pelung (Cianjur).
”Dari durasi suara ayam yang begitu panjang, biasanya juri yang sangat peka bisa membaginya dalam tiga fase irama, dari suara pembuka, puncak suara tertinggi, hingga suara penutup iramanya. Juri pun memiliki sertifikat tertentu, tidak sembarang orang,” tutur Farry.
Berbagi pengetahuan tentang nama-nama ayam pun bisa didapatkan dalam komunitas ini. Ayam sumatera, misalnya, memiliki kekhasan jalu pada kaki-kakinya yang bisa mencapai 5-7 pasang. Orang Inggris menyebutnya ayam jalak karena warna bulunya hitam berkilau. Ada juga yang menyebut sebagai ayam ebon karena tekstur bulunya hitam mirip dengan warna kayu eboni sehingga disebut ayam sumatera ebon game atau ayam aduan.
Keberadaan ayam sumatera ini ternyata mulai langka. Anggota komunitas ini pun mendapatkannya dari Amerika. Konon, mereka mengimpornya dari Indonesia, lalu dikembangkan. Selama puluhan tahun di Amerika, ayam sumatera itu tidak terkalahkan dalam gelar adu ayam. Kemudian, ada yang membawanya lagi dari Amerika ke Jerman, dan dikembangkan di Eropa.
”Di sinilah kita dahulu beternak diumbar, campur baur begitu saja. Tidak bisa lagi kita telusuri gen ayam itu secara pasti lagi. Sementara peternak di luar negeri sangat konsisten. Ayam sumatera hanya akan dikawinkan dengan ayam sumatera, dengan kandang terpisah dan pakan terjaga,” kata Farry.
Komunitas ini juga ingin menunjukkan pola berpikir terhadap ayam. Ayam cemani (Temanggung), misalnya, yang dahulu dianggap memiliki kandungan mistis justru ingin dihadirkan sebagai ayam hias. Di luar negeri, ayam cemani sedang booming.
Di Amerika, ayam cemani dianggap sebagai ”Lamborghini” Indonesia. Hanya saja, ayam cemani dikembangkan dengan ayam lain sehingga bentuk tubuh anakannya lebih menarik daripada aslinya. Demikian juga dengan keunikan ayam-ayam lain.
Seharga mobil
Komunitas Ayam Hias merasa terheran-heran. Ayam yang menang dalam satu kontes belum tentu dapat mempertahankan kemenangan dalam ajang kontes ayam lainnya. Jenis ayam yang memiliki kontes hingga tingkat Asia Tenggara adalah ayam serama, bahkan kontesnya dilakukan secara rutin setiap tahun.
Pada pertengahan Desember, kontes ayam serama tingkat Asia Tenggara akan diselenggarakan di Kediri, Jawa Timur. Ternyata, setiap kontes juga mendatangkan keuntungan tersendiri bagi peserta. Walaupun ayam yang diikutkan kontes belum tentu juara, ada saja pengunjung atau peserta lain yang tertarik, bahkan mengajukan penawaran untuk membelinya.
Sebagai kolektor, ujar Dumadi, ada saja yang begitu ingin memiliki ayam serama. Sejauh ini, rekor nilai jual tertinggi ayam serama yang belum terpecahkan mencapai Rp 180 juta per ekor. Memang, sebelumnya ada yang mencapai Rp 120 juta, bahkan Rp 160 juta per ekor. Minimal, penawaran bisa mencapai Rp 25 juta. Sementara ayam ketawa yang juara di arena kontes ditawar dengan harga Rp 125 juta.
”Bisa seharga mobil, bisa pula seharga sepeda motor,” kata Farry.
Hampir di setiap kontes, tingkat kepuasan sebagai juara bukan diukur dari piala atau hadiah uangnya. Partisipasi dan berjumpa dengan sesama penggemar ayam hias sudah menjadi kebanggaan tersendiri. Apalagi, ayam andalannya mendapatkan nilai jual tinggi walaupun tidak semua peserta rela melepaskan ayam kebanggaannya. (OSA)