Detak Jantung Wanda
Sang ayah pernah melarangnya menjadi musisi. Alasannya profesi tersebut tak menjanjikan masa depan. Namun, Wanda Wilda Netanya Omar (22) terlalu keras kepala untuk menyerah. Jatuh bangun ia lakoni demi mewujudkan mimpinya sebagai seorang pembetot bas.
Sebagai seorang anak yang tumbuh di tengah keluarga yang menyukai musik, Wanda Omar, tak pernah jauh dari musik. Sang ayah, Sonah Omar, yang kala itu adalah seorang basis, bahkan mengajari anak perempuan pertamanya itu bermain gitar di usia 10 tahun.
”Sebagai anak yang tumbuh di keluarga musisi dan bisa main musik meski bukan sebagai profesi, papa pengin anaknya bisa main musik. Pas diajari gitar aku mau. Supaya bisa ngumpul seru sama anak kompleks, kan,” kenang Wanda, Kamis (4/1), yang berkunjung ke Kompas di kawasan Palmerah, Jakarta.
Siang itu Wanda tampil segar dengan blus putih tanpa lengan dipadu celana jins. Meski menggendong salah satu bas miliknya seberat 8 kilogram, Wanda tetap lincah bergerak. Hanya sedikit saja terlihat kerepotan.
”Kalau cuma sebentar gini biasanya aku bawa sendiri, tetapi kalau lagi main di luar kota, biasanya ada kru yang membantu. Berat soalnya, makanya aku enggak tinggi-tinggi,” kata Wanda dengan tawa berderai.
Di luar panggung, Wanda memang doyan bercanda, tetapi di atas panggung, Wanda adalah musisi profesional yang memainkan bas dengan penuh percaya diri. Permainannya kuat bernuansa pop dan funk yang menuntut konsentrasi tinggi. Bila sudah begitu, berat bas yang mencapai 8 kilogram itu seolah lenyap begitu saja.
Instrumen penghasil nada-nada rendah itu mulai dipelajari Wanda setelah dia menguasai gitar. Lagi-lagi, sang ayah yang mengenalkan bas kepada Wanda. ”Sempet enggak mau. Soalnya males. Bas, kan, gede. Papa juga udah main bas, aku main gitar aja,” kata Wanda.
Namun, keengganannya belajar bas tak bertahan lama. Wanda akhirnya merasakan nikmatnya memainkan bas saat dia bermain musik bersama keluarga besarnya. Sejak itu perhatian Wanda tertambat pada bas. Sayang, karena tak banyak anak sebayanya yang serius bermain musik, Wanda hanya bisa memainkan bas saat kumpul keluarga atau acara gereja.
”Sempet down. Sempet enggak main bas selama 1-2 tahun sampai akhirnya kelas pas mau naik SMA, aku coba les bas. Baru deh mulai tertarik lagi,” kata Wanda. Berkat les, Wanda bisa memperbaiki nilai seni musiknya yang jeblok sekaligus piawai membaca partitur.
Wanda terus melanjutkan les hingga lulus SMA. Banyak teknik permainan bas yang dia pelajari. Selama masa itu, godaan datang silih berganti. ”Biasalah cewek. Duh belajar make-up kayaknya lebih lucu, belajar masak juga lucu, lebih kepakai juga,” kata Wanda seraya terbahak.
Toh Wanda berhasil lulus dari ”godaan” meski banyak juga pengorbanan. Memainkan bas, meski terlihat mudah, nyatanya sangat kompleks.
”Main bas itu pembentukan jarinya kayak apa. Terus senarnya juga gede-gede, sudah pasti jari ini ancur semua. Tangan cewek udahlah bye-bye. Dia juga berat. Lebih berat dari gitar. Kebayang kan kayak apa,” kata Wanda menyeringai.
Terus mekar
Seiring waktu, niat Wanda untuk serius menggeluti musik pun terus tumbuh. Sayang, kedua orangtua dan keluarga besarnya tak mendukung niat Wanda kuliah di jurusan musik.
Musik, menurut mereka, sebaiknya hanya menjadi sampingan, bukan mata pencarian atau profesi utama. Demi menunjukkan baktinya, Wanda pun menurut dan mengambil jurusan akunting di Universitas Pelita Harapan yang sebenarnya memiliki jurusan musik.
Namun, bukan berarti keinginannya bermain musik pupus. Ketertarikan Wanda pada musik terus mekar hingga akhirnya Wanda bergabung dengan Unit Kegiatan Mahasiswa Musik yang menampung mahasiswa di luar jurusan musik. ”Kebetulan pas aku joint, slot untuk basis enggak ada. Adanya gitar. Karena aku bisa main gitar, ya, sudah aku main gitar,” ujar Wanda.
Kesempatan untuk main bas datang saat kampusnya menggelar pekan seni. Dari sana, Wanda mulai intens bermain musik, memainkan bas dan bertualang dari satu panggung ke panggung lainnya.
Dia juga mulai berjejaring dengan banyak orang. Wanda antara lain berjumpa dengan Christian Bong, founder Indomusikgram yang kelak mengajak Wanda mengelola Indomusikgram, akun komunitas video musik di Instagram yang mewadahi sekaligus memanggungkan bakat-bakat musisi seluruh pelosok negeri. Saat ini pengikutnya mencapai 742 000.
Suara miring
Meski mulai berjejaring dengan banyak orang, tak mudah bagi Wanda segera menemukan jalan ke dunia musik yang dia impikan. Suara-suara miring yang meragukan kemampuannya, seolah tak pernah jauh.
”Karena cewek, didiskriminasi. Lo cewek, jari pasti kecil-kecil. Tenaga lo enggak sekuat cowok. Tone lo enggak seasyik cowok. Dari segi skill udah pasti dikesampingkan banget. Sering pas main dianggap, ah, bisa enggak sih,” ujar Wanda.
Teman-temannya sesama perempuan pun meragukan pilihan Wanda. ”Lo main band? Lo cewek mikul-mikul gitar (bas) apa enggak berat? Lo kerja malam enggak susah apa,” kata Wanda menirukan pertanyaan yang kerap ditujukan kepadanya.
Namun, dasar Wanda. Bukannya surut, perlakuan-perlakuan itu justru membuat Wanda ingin membuktikan bahwa meski perempuan, dia mampu menyamai basis-basis lain yang umumnya laki-laki.
Dia sadar perjalanan menuju ke sana tak mudah. Namun, Wanda bersikukuh. Apalagi penolakan keluarganya pun tak kalah keras. Termasuk dari sang ayah yang dulu mengenalkan Wanda pada gitar dan bas.
”Papa juga sempet enggak membolehkan, karena, ya, latar belakangnya dia yang pernah jadi musisi. Dia tahu gimana susahnya jadi musisi, gimana kehidupan musisi. Papa udah pernah buktiin itu dan papa enggak bisa. Jadi, papa stop jadi musisi. Musisi jadi sampingan aja dan sekarang papa usaha,” kata Wanda.
Sang ayah bahkan sampai memberi tenggat selama 3 tahun bagi Wanda untuk membuktikan diri. Kalau selama 3 tahun Wanda tak bisa menjadi apa-apa, Wanda harus berhenti main musik dan mencari pekerjaan.
Rupanya takdir berkata lain. Tatlaka video rekamannya bermain bas menjadi viral di media sosial, banyak orang melihat videonya. Termasuk Ibrahim Imran alias Baim, gitaris yang kemudian mengajak Wanda bergabung sebagai section player di band Jabal Rootz yang dimotori Baim.
Begitu juga tawaran untuk bergabung dalam Project Bass Heroes 2 bersama para dedengkot bas Indonesia, seperti Indro Hardjodikoro, AS Mates, Yance Manusama, Thomas Ramdhan, hingga Barry Likumahuwa. Lampu hijau pun menyala untuk Wanda.
Meluruskan niat
Meski demikian, tak mudah bagi Wanda untuk menetapkan pilihan bagi hidupnya. Saat gundah memutuskan arah masa depannya, datang tawaran untuk terlibat dalam film serial Ada Apa dengan Tuesday yang mengangkat kisah Wanda sebagai basis perempuan. Tawaran ini dianggap Wanda sebagai tanda agar dia meluruskan niatnya untuk terus bermusik.
Pilihannya tak salah. Kini, selain sibuk menjadi section player antara lain bagi Jabal Rootz, penyanyi Marcell Siahaan, dan Bams, Wanda juga sibuk mengelola akun Indomusikgram bersama sejumlah musisi muda.
”Dulu ngiranya, musisi bisa main musik harus di Jakarta. Nyatanya di daerah banyak juga yang jago, enggak kalah hebat dengan yang di Jakarta. Ini jadi platform untuk bantu repost supaya orang lain lihat,” kata Wanda yang juga gemar membuat video cover demi memacu musisi-musisi dari seluruh Indonesia, sekaligus mengeksplor kemampuannya memainkan bas.
September lalu, bersama pemain saksofon, Tommy Pratomo, Wanda mengeluarkan singel Buttercream yang akan segera disusul karya-karya lainnya dan menjadi sebuah album. Dan, seperti Esperanza Spalding, basis dan penyanyi asal Amerika Serikat yang menjadi panutannya, Wanda tengah bersiap menjajal petualangan baru, menjadi pemain bas sekaligus penyanyi. Bersama sang adik, Dana Omar, Wanda membentuk Duo Omar untuk mewadahi petualangan barunya itu.
Saat ini Wanda benar-benar bersyukur telah berani menetapkan pilihannya menjadi musisi. Pada bas, Wanda merasa berjodoh. Meski tak menonjol seperti gitar, bas menurut dia memegang peran penting.
”Dia megang frekuensi low. Enggak ada lagi yang megang frekuensi low. Kibor range-nya gede, tetapi bas punya karakter sendiri. Kalau enggak ada bas, berasa banget,” ujar Wanda.
Seperti halnya bas, bagi Wanda, terasa lebih menyenangkan menjadi bagian yang kadang-kadang orang tak terlalu peduli, tetapi bila tak ada akan dirindukan dan membuat tak enak. ”Ibaratnya detak jantung di sebuah lagu,” ujar Wanda. Jalan masih panjang, tetapi Wanda siap berdetak....