Liburan di Sini-sini Saja
Kamu sibuk, tapi ingin tetap liburan? Yuk, coba tujuh tempat ’staycation’ di Jakarta”. Begitu bunyi rekomendasi paling atas dari mesin pencari saat memasukkan kata kunci ”’staycation’ Jakarta”. ”Stay and vacation”? Iya, alias liburan di sini-sini saja, bisa di belakang rumah. Tak perlu repot.
Penulis Alberthiene Endah menyeruput mango thai, jus mangga yang ditaburi potongan buah mangga manis. Setelah itu, ia memesan kentang goreng, semangkuk tom yam, dan sepiring penganan ringan di kafe langganannya.
Ini liburan, Mbak? ”Iya. Biasanya saya ke kafe di Menteng atau di Plaza Senayan langganan saya atau malah kulineran street food di Kebayoran. Sebelum atau sesudahnya, belanja (produk) skin care. Itu sudah kasih kesenangan buat saya,” tuturnya.
Liburan tahun baru ini, AE, sapaan akrabnya, tidak ke mana-mana. Ia biasa menghindari pergi berlibur saat musim puncak liburan. Sebagai gantinya, ia bersantai di rumah saja. Kalau tidak, ia pergi ke mal dan wisata jajan, mencari makanan enak. Kondisi jalanan Jakarta yang relatif lengang sebab ditinggal berlibur sebagian besar penghuninya juga memberi suasana berbeda yang menyenangkan. Ini kesempatan untuk mengeksplorasi Jakarta!
Tak jarang, AE menghabiskan liburan di rumah saja. ”Bangun siang, goler-goler di kamar, nikmat banget. Biasanya hari-hari saya penuh agenda. Kalau enggak, main sama ’anak-anak’,” katanya, merujuk pada 10 anjing peliharaannya.
Lepas sejenak dari agenda yang penuh dan rutinitas menjadi kebutuhan kaum pekerja. Namun, tak semua pekerja memiliki waktu, tenaga, dan biaya untuk bepergian ke luar kota atau ke luar negeri. Liburan di sini-sini saja, atau istilah kerennya sekarang staycation, menjadi pilihan paling memungkinkan.
Kemasan staycation pun kian beragam. Tawaran menginap di hotel berikut fasilitasnya, daftar kegiatan senang-senang,
atau ke tempat yang sering terlewat dikunjungi saat beraktivitas sehari-hari bisa dipilih untuk memanjakan diri layaknya turis.
Istilah staycation mulai populer di belahan bumi Barat saat terjadi krisis finansial. Di Amerika Serikat, antara 2007-2010, krisis ekonomi membuat warga mengalihkan liburan ke sekitar tempat tinggalnya. Laman The New York Time menyebut staycation sebagai jawaban atas kerepotan liburan lewat perjalanan udara. ”Hal baru ini sebenarnya tidak baru, hanya belum pernah diberi nama,” tulis laman tersebut.
Forbes dalam laporannya pada Mei 2012 menyebutkan hal-hal yang bisa dilakukan saat staycation, misalnya mengunjungi museum lokal, pergi ke pantai atau kolam renang, bersepeda, menonton film, melihat pameran, berbelanja, tidur siang, membaca buku, potluck atau barbeque. ”Trik untuk menikmati staycation adalah berbelok dari rutinitas dan membuatnya menjadi liburan,” tulis Forbes. Saat nilai tukar poundsterling di Inggris merosot pasca-Brexit, gairah berlibur ala staycation meningkat. Laporan Independent.co.uk, pada Februari 2017 tercatat sebanyak 8 juta warga Inggris merencanakan staycation di Inggris untuk menghemat uang.
Di Jakarta, sekitar dua tahun belakangan ini baru populer istilah staycation. Menurut Titi Akmar (33), account manager situs parenting dan bloger, staycation mulai dikenal setelah dipakai banyak bloger dalam tulisan mereka. Alasannya tidak semata hemat uang, tetapi juga merasakan esensi liburan itu sendiri.
Prinsipnya sama, yakni bisa melewatkan waktu senggang bersama keluarga atau orang terdekat di sekitar tempat tinggal, tetapi dengan atmosfer berbeda.
Keluarga
Itu pula yang sering dilakukan Titi. Berhubung tinggal di Jakarta, staycation baginya di Jakarta saja. Satu malam pun cukuplah. ”Sudut pandang saya lebih ke keluarga. Memilih tempat staycation tentu berdasarkan kebutuhan keluarga, terutama kenyamanan anak. Saya dan suami bukan pekerja lepas, jadi lebih alasan waktu,” tuturnya.
Sebagai orangtua petualang yang kakinya selalu gatal keluar rumah, Titi dan suaminya ingin sering jalan-jalan. Apa daya,
jatah cuti tak mendukung. Tiket pesawat pun selangit. Mereka ikhlas staycation di Jakarta saja saat akhir pekan. Biayanya tak mahal, rata-rata tak lebih dari Rp 1 juta.
Titi, suami, dan anaknya yang berusia dua tahun belum lama ini menghabiskan akhir pekan dengan staycation di sebuah hotel di Cikini, Jakarta Pusat. Hotel itu dipilih karena letaknya di pusat kota, tak jauh dari pusat kuliner, dan sejumlah fasilitas yang mendukung keinginan keluarga muda untuk lingkungan yang ramah anak. Misalnya ada kolam renang anak, tersedia makanan untuk anak di restoran, juga kamar di lantai bebas rokok.
”Kamarnya bebas rokok, hawanya enggak terlalu dingin atau terlalu panas, kamar mandi enggak licin, dan ada cadangan bantal buat nahan anak agar enggak jatuh ke bawah,” ujar Titi.
Hotel itu juga menyediakan ruang bermain yang membuat anaknya bisa sibuk sendiri. Ini sangat membantu orangtua yang ”sudah encok” menggendong si kecil ke sana dan ke sini. Anak bisa buka-buka buku bacaan, pasang balok, atau main boneka.
”Intinya, ya, leyeh-leyeh saja di hotel. Fasilitas hotel dimaksimalkan,” katanya. Tak hanya di hotel, Titi pernah staycation di sekitar daerah Lubang Buaya, Jakarta Timur. Tempat itu dipilih karena tak jauh dari rumah mertua, jadi sekalian jalan-jalan pagi. Pernah juga ia staycation di sekitar Taman Mini Indonesia Indah dan Taman Safari Indonesia karena anak suka binatang.
”Pada prinsipnya, staycation itu liburan, tetapi dekat rumah. Saya pilih Sabtu-Minggu biasa, bukan libur panjang,” kata Titi.
Bagi dia, staycation jelas untuk mengusir jenuh di tengah rutinitas pekerjaan harian. Yang lebih penting lagi, staycation menjadi momen mempererat ikatan dengan anak. ”Bisa renang-renang lucu, coba-coba makanan, foto-fotoan,” ujarnya. Menurut Titi, staycation ini cocok untuk kaum urban muda, orangtua muda, atau pekerja-pekerja muda.
JOMO
Seperti Alexander Zulkarnain (38), karyawan swasta, yang memilih liburan ala staycation bersama teman dengan menginap tiga malam di suatu apartemen di Kemayoran, Jakarta Pusat. Mereka menyusun aktivitas yang dilakukan selama empat hari tiga malam itu dengan sederhana, tetapi bermakna. Suasana dibangun agar mereka merasa rileks, juga berkesadaran, melatih mindfulness. Momen yang sedang dilalui benar-benar dinikmati.
”Selama beberapa hari itu pun saya memakai telepon (seluler) untuk berkomunikasi saja, menjawab pesan masuk. Tidak posting di media sosial. Kami malah menikmatinya, the joy of missing out,” kata Alex. The joy of missing out alias JOMO kini diperkenalkan untuk mengimbangi kecenderungan orang modern yang ingin selalu terhubung dengan media sosial dan dinamika informasi.
Dorongan untuk selalu mengintip ponsel dan memantau pergerakan informasi serta media sosial menimbulkan berbagai ekses psikologis, mulai dari ketergantungan, membandingkan kehidupan diri sendiri dengan orang lain, termakan hoaks, hingga terpapar konten negatif.
Apa yang mereka lakukan? Hari pertama mencoba berbagai macam resep smoothies bowl dengan aneka buah dan sayuran. Lalu membaca buku yang belum sempat dibaca. Keesokannya mereka berlatih free dive di kolam renang apartemen. Kegiatan lain adalah menelusuri aneka jajanan dan makanan di daerah Sunter, menjajal kedai kopi baru, nonton film, sampai melihat pasar malam di belakang apartemen yang begitu hidup dengan pengunjung penduduk Betawi di kawasan tersebut.
”Kami hanya eksplorasi lingkungan sekitar yang sehari-hari mungkin sering kita lewati, tetapi terabaikan. Kita berada di lingkungan yang sama, seperti enggak ke mana-mana, tetapi dengan perspektif dan suasana hati serta pikiran yang mindful,” kata Alex.
Menjelang pergantian tahun, mereka duduk di balkon apartemen yang menghadap ke kawasan Ancol dan menikmati permainan kembang api di kejauhan. ”Sekadar menikmati momen, being present, duduk hening, enggak diburu-buru sesuatu, tak ada tekanan. Asyik banget,” ujarnya.
Pengamat gaya hidup, Samuel Mulia, mengatakan, staycation menghasilkan efek menyegarkan jiwa raga, seperti halnya liburan ke luar kota atau ke luar negeri. ”Pada dasarnya dari dulu kita biasa staycation. Mungkin karena tak ada dana liburan, tiket transportasi mahal saat musim ramai, menghindari kepadatan di jalan. Atau, seperti saya, dengan pertambahan usia, bepergian jauh sudah terasa melelahkan,” paparnya. (SARIE FEBRIANE)