Mengejar Kata di Taman Baca
Tidak kurang dari 4.000 judul dari berbagai jenis buku ditemukan di sini, seperti sastra, filsafat, sosial, agama, sejarah, hingga jurnal ilmiah. Buku-buku ini hanya bisa dibaca di tempat dan tidak bisa dipinjam untuk menjaga kondisi dan koleksi. Taman baca yang dindingnya disusun dari batu bata ekspos dan kayu ini, buka mulai pukul 09.00.
Tulisan ”Perpustakaan dibuka untuk umum dari jam 9 pagi sampai 6 sore saja, enggak sampai tengah malam, apalagi dini hari segala... Emangnya jaga ronda...” tertera di dindingnya. Di dekatnya, tulisan tentang tata tertib sebelum masuk ruang perpustakaan. ”Alas kaki tidak boleh dipakai ke dalam. Kalo kacamata hitam boleh. Biar baca bukunya tambah seram dan malam”. Sedikit tidak nyambung, tetapi berima, yang penting bikin senyum-senyum yang baca.
Di dalam ruang perpustakaan, rak-rak buku disusun di sepanjang dinding kecuali dinding berkaca yang menjadi wahana untuk melempar pandang ke luar. Ada pula rak yang ditempatkan sebagai pembatas ruang atau sketsel untuk mereka yang ingin lebih serius membaca.
Di salah satu meja dengan penutup dari kaca, tersimpan poster bergambar Pramoedya Ananta Toer dan penyair Wiji Thukul dengan kutipannya. ”Tidurlah kata-kata. Kita bangkit nanti menghimpun tuntutan-tuntutan yang miskin papa dan dihancurkan. Nanti kita akan mengucapkan bersama tindakan bikin perhitungan. Tak bisa lagi ditahan-tahan”.
Dalam perkembangannya, taman baca ini kemudian menjadi ajang ekspresi anak muda lewat berbagai macam kegiatan. Acara-acara, seperti bedah buku, musik hidup, pemutaran film, hingga kelompok diskusi, rutin digelar secara berkala dan diikuti komunitas terkait serta masyarakat umum yang berminat.
”Kami ingin fokus ke literasi dan musik,” kata Gede Indra Pramana (29), Manajer Program Taman Baca Kesiman.
Aneka kegiatan
Seperti pertengahan November lalu, meski kebanyakan masih didera kesibukan perayaan Kuningan, Taman Baca Kesiman tetap menyelenggarakan kegiatan bedah buku yang dinamakan Bincang Sore. Kali itu mereka membahas buku Ibu Susu, karya baru penulis muda Rio Johan. Tokoh lain yang pernah mengisi Bincang Sore, antara lain, Noorca M Massardi, Okky Madasari, dan Saras Dewi. Selain peluncuran atau bedah buku, Bincang Sore juga bisa saja membahas mengenai isu lainnya yang menarik perhatian, sepertihoaks, hak-hak digital, atau jurnalisme warga.
”Literasi, kan, tidak hanya buku saja, tetapi juga gagasan,” kata Indra.
Di depan ruang baca, ada ruang terbuka yang diisi beberapa pasang kursi dan meja sederhana. Di sinilah, Bincang Sore biasanya digelar. Jika sedang tidak ada acara apa-apa, pengunjung bisa memanfaatkannya untuk ngobrol santai. Kadang-kadang tempat ini juga dimanfaatkan untuk menggelar pertemuan oleh komunitas atau organisasi nonprofit.
Ditemani semilir angin dan pohon besar yang dahannya dipertahankan, kita bisa duduk-duduk mengobrol di area ini sambil menikmati minuman dan makanan yang ditawarkan kafe kecil yang dibangun di samping ruang baca. Kafe dengan menu dan harga sangat ringan ini bahan-bahan utamanya kebanyakan merupakan produksi kebun sendiri.
Dapurnya adalah yang paling memancing perhatian dengan dinding luar bergambar mural wajah Pramoedya Ananta Toer disertai beberapa kutipan. Di sebelahnya, gambar kaki jenjang perempuan ditempatkan di bawah jendela dapur. Siapa pun yang berada di samping jendela itu, seakan memiliki kaki itu jika dilihat dari tampak depan. Di sebelah kanannya lagi, gambar wajah Kartini dengan tulisan ”Panggil Aku Kartini Saja”.
Halaman depan kompleks taman baca dijadikan kebun yang ditanami secara organik berbagai macam sayuran dan buah-buahan. Aneka macam sayuran ditemukan di sini, mulai dari selada, terung, kacang panjang, wortel, kubis, hingga adas. Keberadaan kebun ini sekaligus bisa dimanfaatkan sebagai sarana penyegaran bagi mata yang lelah menekuri deretan huruf bermakna.
Di sebelah area diskusi juga terdapat area lain yang diberi meja panjang dengan kursi-kursi tinggi. Area ini juga bisa digunakan untuk diskusi atau makan. Di dekatnya juga terdapat bangku-bangku untuk duduk-duduk santai sambil menghadap ke lapangan berumput hijau yang berada di halaman belakang taman baca.
Area ini sering dimanfaatkan jika ada acara musik hidup, seperti Asian Perversion Tour 2017 yang digelar bersama The Breeding Music pada September lalu. Tempatnya yang lapang mampu menampung hingga puluhan orang. Pada hari-hari biasa, lapangan ini sering digunakan oleh anak-anak kecil di sekitarnya sebagai tempat main sepak bola. Kadang mereka juga mengerjakan pekerjaan rumah atau tugas dari sekolah di taman baca ini.
”Ini cara kami untuk menarik kedatangan anak-anak. Mungkin sekarang mereka belum terlalu senang membaca. Namun, lama-lama kami harap mereka sedikit-sedikit mau mulai membaca,” kata Indra.
Dimulai dari bermain bola dilanjutkan dengan membaca, anak-anak ini yang nantinya akan mewarisi buah pemikiran dan semangat para tokoh Indonesia, seperti Gus Dur atau Pramoedya. Tugas mereka harus disokong kemampuan literasi yang baik yang diasah lewat tempat-tempat seperti Taman Baca Kesiman.