Simpati untuk Anak Penderita Kanker
Kami anak-anak hebat
berjuang hadapi dunia
di sini di rumah kita,
semua berteman,
semua bersahabat,
hanya aku dan kamu punya lagu.
Begitulah petikan syair lagu ”Pantang Menyerah” karya Emy Mellu yang dinyanyikan anak-anak pengidap kanker di Yayasan Peduli Anak Kanker Bali. Lagu itu menjadi penyemangat anak-anak pengidap kanker untuk melawan penyakitnya. Dan, semangat itu mereka pelihara di rumah singgah di Jalan Pulau Flores, Kota Denpasar, Bali.
Lagu itu pula yang mereka nyanyikan di atas panggung ”Hair for Life” di Plaza Renon, Kota Denpasar, akhir 2017. Di antara mereka ada Rehan (8) dan belasan anak pengidap kanker lainnya. Hari itu mereka tampak gembira bisa tampil bersama didampingi Emy, sang pencipta lagu.
Rehan mengenakan baju tentara saat itu. Ia memang bercita-cita menjadi tentara. Bocah itu beberapa kali memperagakan gerakan menembak. ”Dor- dor-dor,” teriak Rehan yang mengidap kanker kelenjar.
Anak-anak yang lain pun masing-masing memiliki cita-cita. Ada yang ingin menjadi dokter, perawat, dan polisi. Cita-cita itulah yang membuat mereka bertekad kembali sehat.
Di ”Hair for Life”, YPAK menggemakan Gerakan Peduli Anak Kanker Bali dengan cara menawarkan kepada pengunjung Plaza Renon untuk menggunduli rambutnya. Rambut gundul menjadi simbol dukungan untuk anak- anak pengidap kanker umumnya berkepala plontos sebagai dampak dari pengobatan kemoterapi dan beberapa terapi lain mesti mereka jalani.
Sukmadewi (36) ikut bergabung dengan kampanye itu. Ia merelakan rambutnya dicukur habis di acara tersebut. Selain Sukmadewi, ada seorang perempuan lain yang rela dicukur habis rambutnya. Di luar itu, lebih dari 100 laki-laki dewasa juga bersedia dicukur habis rambutnya oleh pemangkas rambut dari Salon Rudy Hadisuwarno. Acara itu didukung pula oleh para pemain sepak bola Bali United, penyanyi Nanoe Biroe, dan artis Nana Mirdad.
Bagi Sukma, ini pengalaman yang tak tergantikan. Ia pun merasa lega setelah benar-benar gundul. ”Saya belum bisa memberikan sesuatu yang lebih dan apa yang saya rasakan pun belum sebanding dengan anak-anak pengidap kanker ini. Rambut saya masih tumbuh setiap saat, tapi mereka...,” kata Sukma lirih sambil matanya memandangi seorang anak kanker bermain di salah satu ruang rumah singgah YPAK.
Selain mengajak gundul sebagai tanda simpati, YPAK juga melelang rambut panjang dua perempuan tersebut. Seluruh hasil lelang disumbangkan untuk keberlangsungan rumah singgah anak-anak pengidap kanker.
Reno Cahyadi dari Kantor PruVenture, Denpasar, tersentuh untuk berbagi dengan anak-anak pengidap kanker di rumah singgah. PruVenture berhasil mengumpulkan uang sekitar Rp 36 juta untuk disumbangkan. Bagi Reno, uang sebesar itu tidak seberapa dibandingkan uang yang mesti dikeluarkan keluarga pengidap kanker untuk berobat.
Yayasan Peduli Kanker Anak Bali merupakan komunitas orang-orang yang peduli untuk mendampingi anak- anak pengidap kanker berusia 0 tahun sampai 18 tahun. Komunitas ini sudah ada sejak empat tahun lalu. Beberapa pengurus dan pendamping memiliki pengalaman pribadi terkait anak-anak pengidap kanker. Pengalaman inilah yang menyatukan mereka untuk memberi perhatian lebih bagi anak-anak pengidap kanker.
Anak-anak ini membutuhkan pengobatan dan perawatan yang telaten untuk jangka yang panjang. Sebagian dari mereka singgah ke rumah singgah YPAK. Ruang-ruang rumah singgah berlantai tiga yang masih kontrak itu bersih dan rapi. Beberapa ruangan disulap menjadi kamar tinggal dan dapur. Ruang terbesar di lantai atas dipakai sebagai ruang pertemuan yang lebih luas jika ada tamu-tamu yang ingin singgah. Lantai dasar dan lantai dua terdapat ruang khusus untuk anak-anak bermain dan belajar.
Ketika anak-anak pengidap kanker menjalani kemoterapi, mereka mesti menginap di rumah sakit, kadang hingga lebih dari dua pekan. Mereka yang masih berusia kurang dari 15 tahun masih membutuhkan pendapingan orangtua, saudara, atau kerabat. Nah, rumah singgah dari YPAK Bali di Jalan Pulau Flores, Kota Denpasar, bisa dimanfaatkan keluarga dari luar Denpasar yang sedang mendampingi anaknya berobat di kota itu. Mereka bisa tinggal di rumah singgah untuk sementara.
Sejauh ini, warga yang memanfaatkan rumah singgah tersebut tidak hanya dari Denpasar, tetapi juga Denpasar, Gianyar, Tabanan, bahkan dari Flores. Mereka boleh menginap di sana selama mendampingi pengobatan anaknya.
”Pendampingan ini tak hanya untuk anak-anak pengidapnya saja. Keluarga, terutama orangtua anak, perlu didampingi dan diberi dukungan serta semangat. Ada beberapa pengalaman, orangtua frustrasi dan memilih pasrah saja. Padahal, anak-anak ini sangat memerlukan perhatian dan semangat hidup,” ujar Pembina YPAK Denpasar Dwi Wahyu Kurniawan.
Menurut Dwi, peluang anak-anak pengidap kanker bertahan hidup hingga dewasa masih besar. Selama menjalani perawatan mereka juga tidak boleh kehilangan kesempatan belajar dan bermain. Di rumah singgah, anak-anak mendapat pelajaran dan pendampingan dari yayasan. Mereka adalah lulusan sarjana pendidikan. Mereka juga memiliki emosi, simpati, dan pemahaman tentang apa yang dibutuhkan anak-anak pengidap kanker.
Di rumah singgah terdapat sekitar 20 sukarelawan pendamping anak- anak dan keluarga. Mereka saling menguatkan, terutama saat mendampingi anak-anak yang tengah berobat di Rumah Sakit Umum Pusat Sanglah. Sebagian besar dari anak-anak di rumah singgah itu mengidap kanker darah (leukimia).
Selain mengurusi anak-anak pengidap kanker, pendamping YPAK juga memberi pelatihan kepada keluarga tentang cara menangani anak-anak mereka jika penyakitnya kambuh. Semua kegiatan di rumah singgah ini tak dipungut biaya alias gratis. Untuk membiayai kegiatan rutin di rumah singgah, YPAK mengeluarkan uang sekitar Rp 30 juta per bulan.
Semua itu dilakukan pendamping dan relawan demi menghidupkan terus mimpi anak-anak pengidap kanker. (Ayu Sulistyowati)