Kehangatan Etnik Gendongan Bayi
”Ini merupakan sebuah pengenalan awal tenun. Justru ini tahap penting sebagai awal perkenalan bahan tenun dengan fase tahap awal anak. Gendongan menggambarkan kehangatan ibu, tanda cinta yang memeluk dan membungkus tubuhnya seperti melindunginya dari dunia luar,” kata Didiet.
Sementara, Mere et Moi, yang bermakna mama dan aku, lahir dari tangan ibu muda Cecilia Limantara berdasarkan pengalaman pribadi sulitnya menemukan gendongan bayi produksi lokal berkualitas ketika melahirkan anak pertamanya. Maka, Cecilia lantas memproduksi gendongan bayi Mere et Moi yang dirancang nyaman dan tak ketinggalan mode.
Pelanggan Mere et Moi yang tersebar di hampir semua pulau di Indonesia biasanya membeli lebih dari satu gendongan untuk menyesuaikan mode pakaian yang dipakai si mama. Selain gendongan dengan beragam motif imut yang diproduksi di pabrik garmen sang kakak, Yudi Limantara, Cecilia juga memberi sentuhan etnik dengan meletakkan motif batik pekalongan di lembar demi lembar kain-kain halus gendongan bayi.
Bagi Didiet, sedini mungkin mengenalkan kain tradisional dalam wujud gendongan bayi menjadi cara jitu untuk menumbuhkan kecintaan pada tradisi. Ketika masih kecil, ia mengingat bahwa memori visualnya begitu kuat. ”Dulu, ibu saya memberi saya bacaan katalog seni bergambar Picasso, Monet, Renoir, dan saya masih ingat detail gambar tersebut. Alangkah baiknya sedari kecil anak bersentuhan dengan benda seni karya negerinya sehingga terbiasa dan nyaman memakai kain tradisional Indonesia,” tambahnya.
Warna ceria
Karena pentingnya makna gendongan bayi ini, Didiet pun menggarap serius, sama seperti ketika membuat setiap koleksi busana. Beberapa koleksi gendongan bayi bahkan ada yang bisa dibolak-balik antara tenun ikat dan lurik. Koleksi pertama gendongan bayi Ikat Indonesia merupakan gabungan tenun palembang dengan lurik dan tenun bali (endek) dengan lurik. Warnawarnanya ceria menggambarkan energi dan memberi kesegaran.
Sama seperti setiap kain tradisi yang diolah oleh Ikat Indonesia, setiap lembaran wastra yang digunakan untuk memproduksi gendongan bayi ini pun tak lepas dari makna filosofis. Kain-kain batik gendongan bayi tradisional, seperti batik madura, batik solo, dan batik yogyakarta, memang selalu berisi motif yang bermakna untaian doa permohonan perlindungan roh leluhur bagi bayi.
”Kami percaya setiap helai kain tenun dibuat dengan tangan dan ada cinta di dalam setiap jalinan benang yang membuat pemakainya nyaman dan senang. Dan tradisi Indonesia secara harfiah membungkus tubuh manusia tersebut pada tahap awal hidupnya. Diharapkan ketika besar dia bisa merasa nyaman memakai tenun juga,” kata Didiet.
Warna-warni ceria juga menjadi pilihan Mere et Moi ketika memproduksi gendongan bayi. Di kantornya di kawasan Gading Serpong, Tangerang Selatan, Cecilia menunjukkan beragam desain gendongan bayi mulai dari geos atau gendongan menyamping yang mudah dipakai tanpa perlu diikat-ikat, cukin yang mirip dengan kain gendongan panjang tradisional yang harus dililit, baby wrap yang membungkus bayi seperti dipeluk di bagian depan, dan geos pro.
”Orang Indonesia dari dulu pakainya gendongan bayi kain cukin. Menggendong dengan kain ini terasa ada kontak langsung dengan ibu. Keterikatan batin dengan ibu pun terjalin,” tambah Cecilia.
Alih fungsi
Motif gendongan Mere et Moi sengaja didesain mengikuti perkembangan mode dengan desain baru setiap bulan. Dengan keunggulan desain ini, terbukti pelanggan tertarik tak hanya membeli satu helai gendongan saja. Padahal, setiap helai gendongan bayi tersebut bisa dipakai bolak balik dengan dua motif yang berbeda dan bisa dipakai hingga berat anak 16 kilogram. Bahan baku yang digunakan adalah kain jersey atau kain kaus hingga bahan bambu organik.
Apalagi, gendongan bayi itu juga bisa beralih fungsi menjadi scarf, alas tidur bayi, dan banyak yang memakainya untuk alas berswafoto bagi sang bayi. Biasanya, motif gendongan bayi disesuaikan dengan mode busana yang dipakai ibundanya. Tak hanya cocok untuk dipakai ibu, gendongan bayi Mere et Moi juga cukup macho dipakai para papa. ”Beli gendongan bisa buat aksesori. Nyari motif. Enggak cukup satu ternyata beli gendongan. Ganti-ganti motif,” ujar Cecilia.
Selain pemilihan motif yang unik, supaya bisa bersaing, terutama dengan gempuran produk murah dari China, Mere et Moi juga memperkuat branding dan packaging. Branding tersebut antara lain dilakukan dengan bekerja sama dengan lebih dari 30 artis Ibu Kota yang telah memakai gendongan bayi Mere et Moi untuk mempromosikannya di media sosial. ”Ibu-ibu pengin ngembarin yang dipakai artis. Mereka nge-lihatnya, kalau kita berani endorse artis, berarti terpercaya,” tambah Cecilia.
Saat ini produk gendongan bayi Mere et Moi sudah menyebar di pulau-pulau besar, seperti Jawa, Kalimantan, dan Sumatera, baik lewat penjualan daring maupun di toko-toko perlengkapan bayi. Menurut rencana, dalam waktu dekat, gendongan bayi Mere et Moi bisa ditemui di Toys Kingdom dan Pendopo. Rentang harga dari setiap gendongan bayi yang dijual sangat terjangkau, mulai dari Rp 140.000. Dari awalnya diproduksi massal, tahun ini Mere et Moi mulai memproduksi permintaan terbatas berdasarkan pesanan, terutama untuk gendongan bayi bernuansa etnik.
Karena menggunakan bahan wastra tradisional, kain gendongan bayi produksi Ikat Indonesia dijual mulai dari Rp 600.000. Awalnya gendongan bayi ini diproduksi custom berdasarkan permintaan pelanggan, tetapi sebentar lagi akan diproduksi dalam jumlah massal. ”Minat pasarnya besar sekali. Karena itu, kami melihat ini sebagai peluang yang baik, artinya banyak orangtua yang tertarik melakukan pengenalan tenun sejak dini terhadap anak,” tambah Didiet. Sejak dini dibalut dengan tradisi, doa keselamatan pun terlantun lewat setiap helai kehangatan gendongan bayi.