Panel-panel Hidup Miralti
”Saya memang sengaja memasukkan gambar-gambar seperti itu ke dalam komik yang saya buat. Tujuannya untuk memperkenalkan apa pun tentang Indonesia lewat karya-karya saya. Namun, untuk gambar patung Garuda Wisnu Kencana, saya sudah meminta izin dari pematungnya terlebih dahulu yang kebetulan masih uwak (paman) saya dan juga ke editor dan penulis naskah saya di Marvel,” ujar Miralti.
Praktik memasukkan pesan atau gambar rahasia seperti itu lazim dilakukan dan bahkan punya istilah tersendiri, easter egg (telur paskah). Gambar-gambar rahasia dan tambahan itu diibaratkan semacam hadiah bagi para penggemar komik ala perayaan Paskah di mana hadiah telur didapat setelah terlebih dahulu masing-masing menemukan telur tersembunyi tadi.
Selain dua judul komik di atas, Miralti juga terlibat dalam penggarapan ilustrasi komik Marvel lain berjudul Star Lord & Kitty Pryde (2015) dan X-Men ’92 (2016-2017). Dalam X-Men ‘92” Miralti bekerja sama dengan dua komikus terkenal Marvel, Chris Sims dan Chad Bowers. Keduanya mengapresiasi dan memuji karya Miralti.
Sebelum bergabung dengan Marvel, Miralti juga pernah terlibat menggarap komik dari penerbit internasional lainnya. Salah satunya komik Tomorrowland (2013) dari penerbit Titan Comics. Alumnus Desain Komunikasi Visual Institut Teknologi Bandung (2001-2005) ini sebelumnya juga pernah bekerja di dunia periklanan, tetapi memutuskan keluar dan bekerja sebagai ilustrator komik paruh waktu hingga sekarang.
Bakat menggambar Miralti sudah menonjol sejak dia di taman kanak-kanak. Kedua orangtuanya juga memperkenalkan beragam jenis komik seperti tokohtokoh kartun Walt Disney, cerita bergambar Tintin dan Agen Polisi 212, dan banyak lagi.
Saat menginjak pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah pertama, Miralti juga kerap diminta bantuannya oleh para guru untuk menggambar ilustrasi terkait mata pelajaran tertentu seperti biologi. Dia juga sering diikutkan berbagai lomba menggambar untuk mewakili sekolah dan selalu juara pertama.
Lulus SMA, Miralti menghadapi dilema dalam memutuskan profesi apa yang akan dia geluti ke depan. Dia merasa seni adalah jalan hidupnya. Sayang orangtua Miralti tak setuju. Mereka ingin Miralti memilih bidang eksakta atau teknik. Miralti kemudian lulus ujian masuk Jurusan Desain Komunikasi Visual Fakultas Seni Rupa dan Desain ITB.
Di Marvel, saat ini Miralti bertugas sebagai seorang pembuat sketsa ilustrasi awal atau kerap disebut penciller. Dia harus mampu menerjemahkan naskah skenario komik yang dibuat penulis naskah ke dalam bahasa gambar. Pekerjaan memvisualisasikan naskah seperti itu bukan hal mudah.
Dia harus bisa menggambarkan adegan demi adegan dalam panel-panel gambar yang dapat mewakili ekspresi dan emosi tertentu sesuai jalannya cerita. Meskipun diberi kebebasan untuk berkreasi, tak jarang dia juga harus memperhatikan pakem-pakem tertentu, terutama dari tokoh-tokoh pahlawan super yang dia gambar. Untuk itu, dia harus melakukan riset mendalam.
Miralti tak bekerja sendiri. Pekerjaan membuat komik sebuah pekerjaan kolektif. Selain penulis naskah dan penciller, proses pembuatan komik juga melibatkan ilustrator pewarnaan (colorist) serta penulis kata dan kalimat dalam balon dialog (letterer). Kerja sama seperti itu menjadi lebih rumit lantaran rekan satu tim Miralti berasal dari banyak negara.
Kebanyakan berasal dari Amerika Serikat, negara asal Marvel. Beberapa ada yang berdomisili dan berasal dari negara-negara seperti Meksiko atau negara tetangga seperti Filipina. Mereka saling terhubung dan berkoordinasi hanya melalui dunia maya.
Biasanya untuk setiap satu judul komik dibutuhkan waktu penggarapan empat hingga enam pekan. Lama tenggat waktu penggarapan bergantung pada sedikit atau banyaknya halaman komik.
Awal bergabung
Miralti pertama kali dilirik Marvel setelah mengikuti acara pencarian bakat (talent scouting) yang digelar November 2014 di ajang rutin Konvensi Komik di Jakarta International Expo, Jakarta. Saat itu Miralti bersama ratusan ilustrator komik lain mencoba untuk memasukkan portofolio berisi karya untuk dinilai oleh editor Marvel yang datang, CB Cebulski.
Cebulski ketika itu mengaku tertarik dengan karya-karya Miralti. Dia lalu meminta Miralti memilih dan mengerjakan salah satu dari lima naskah cerita komik Marvel. Hasilnya memuaskan.
Menurut Miralti, Cebulski tertarik terutama pada gaya menggambar Miralti yang sedikit banyak juga dipengaruhi gambargambar karakter manga Jepang. Hal itu dinilai justru menjadikan tokoh-tokoh komik yang digambar Miralti dinilai jauh lebih ekspresif dan punya emosi. Selain Cebulski, dua komikus Marvel, Chris Sims dan Chad Bowers, juga memuji karya Miralti.
Setelah sekian lama bergabung, Miralti punya keinginan satu saat cerita berlatar belakang budaya dan nilai-nilai Indonesia bisa diangkat ke dalam komik dan film animasi berskala dunia. Dia bahkan membayangkan studio film animasi besar macam Pixar ataupun Walt Disney membuat film kartun yang tokoh-tokoh dan latar belakang budayanya berasal dari Indonesia.
Sejak kuliah, Miralti memiliki dan menciptakan tokoh komiknya sendiri berlatar kebudayaan masyarakat suku Dayak. Sketsa tersebut sebenarnya dia buat untuk memenuhi tugas dosen salah satu mata kuliahnya di DKV ITB ketika itu. Para mahasiswa diminta membuat tokoh-tokoh kartun atau komik dengan latar belakang budaya Indonesia. Miralti memasukkan beberapa figur yang menjadi ciri khas Kalimantan seperti tokoh berbentuk orangutan dan prajurit Dayak lengkap dengan perisai dan senjata khas Mandau.
”Ada banyak yang bisa diangkat dari budaya Indonesia. Tidak harus juga selalu diterjemahkan dalam komik pahlawan super seperti di Marvel. Cuma saya merasa masih perlu dibantu penulis naskah yang pas,” ujar Miralti yang mengaku mengidolakan dua komikus terkenal dunia, Humberto Ramos dan J Scott Campbell.