Pesan di Balik Busana
Sebagai wujud rasa cinta terhadap lingkungan, koleksi terbaru Purana dipilihkan dari material yang dianggap ramah lingkungan, seperti katun dan linen. Noni menghindari penggunaan material yang mengandung poliester karena membutuhkan waktu puluhan hingga ratusan tahun untuk hancur dan terurai, ketika sudah tidak terpakai dan dibuang ke alam. ”Bisa menjadi sampah yang mengotori alam,” katanya.
Batik dan tenun
Purana juga identik dengan batik. Latar belakang Noni yang pernah dibesarkan di lingkungan produksi batik membuatnya tidak mudah begitu saja meninggalkan dunia yang pernah menemaninya tumbuh. Namun, pilihannya pada jalur modern membuat Noni memilih hanya sebatas mengadopsi teknik batik. Ia menghindari penggunaan motif klasik.
”Saya, kalau pegang kain batik dengan motif klasik, kok, rasanya sayang, ya, mau motong. Jadi, lebih baik saya bikin motif modern yang memang tidak sayang untuk saya potong dan jadikan baju,” kata Noni yang juga bertindak sebagai direktur kreatif Purana.
Sebagai gantinya, motif garisgaris atau motif saputan kuas ia buat dengan teknik batik sederhana yang tidak perlu menggunakan canting. Cukup cap batik atau bahkan kuas cat dan tetap menggunakan malam sebagai medium perintang warna. Dengan demikian, ia juga bisa menekan waktu dan biaya produksi.
Batik diproduksi Noni di bengkel kerjanya di Yogyakarta. Sebagian lain ia buat di Pekalongan, Jawa Tengah, di tempat batik seorang sahabatnya. Keluarga Noni dahulu memiliki tempat membatik di Solo dan Yogyakarta sebelum beralih sepenuhnya ke bidang bisnis lain.
”Purana ingin merambah pasar yang lebih luas. Motif klasik menjadi tidak terlalu friendly untuk semua orang. Namun, kami ingin tetap mempertahankan keberadaan batik dengan cara melestarikan tekniknya,” kata Noni yang telah merintis label Purana sejak 10 tahun lalu.
Motif garis-garis ia olah sebagai jumpsuit yang dikombinasikan dengan motif flora dan fauna atau dimanfaatkan sebagai bagian kerah atau sabuk (ikat pinggang). Sabuk berbentuk seperti obi panjang, yang mengingatkan pada sabuk pakaian bela diri taekwondo atau karate, selama ini menjadi semacam ciri khas (signature) Purana yang dicari para pencintanya.
Sabuk ini ditempatkan terpisah, menempel, atau menggantung pada busana. Hampir di setiap koleksi yang dikeluarkan Purana, sabuk ini muncul dalam berbagai varian pemakaian.
Jika membatik di atas kain katun sudah biasa, tidak demikian dengan linen yang membutuhkan pendekatan khusus. Kain linen yang tebal membutuhkan beberapa kali penutupan permukaan kain dengan malam batik agar proses pewarnaan terjaga kerapiannya.
Untuk tenun, Purana bekerja sama dengan seorang petenun Bali yang selama ini berkomitmen mewarnai benang tenunnya dengan pewarna alam. Petenun yang biasa disapa Pak Made oleh Noni biasanya menggunakan pewarna indigo dari pohon tarum, daun ketapang, mahoni, daun mangga, secang, dan bixa atau galinggem. Kain tenun diolah sebagai baju atau aplikasi pada busana.
Jumputan atau tie dye yang muncul pada dua atau tiga koleksi sebelumnya kali ini absen. Noni berkeinginan mengeksplorasi jenis kain tradisional lain pada koleksi berikutnya.
Untuk koleksi ini, Noni yang dibantu tim desainer banyak bermain dengan draperi dan lapislapis layering. Sesuatu yang tengah digemari dan menjadi tren saat ini. Potongan longgar juga lebih banyak diterapkan untuk koleksi kali ini. Kulot, model sarung, luaran atas (top wear), rok, jumpsuit, dan gaun dibuat dalam potongan longgar dan ukuran yang bisa mengakomodasi banyak orang. Ada tambahan sabuk untuk membuatnya lebih membentuk tubuh atau tambahan kancing tersembunyi yang bisa dimanfaatkan untuk mengatur ukuran agar membungkus tubuh dengan lebih rapi.
”Untuk koleksi ini, sengaja kami buat baju-baju yang bisa dipakai ’tanpa berpikir’ dan multifungsi. Dipakai ngantor bisa, malamnya dipakai ke acara cocktail juga cocok. Tinggal tambah sedikit aksesori. Beberapa baju juga bisa berfungsi ganda, misalnya sebagai gaun atau outer,” tutur perempuan lulusan jurusan ilmu politik ini.
Mendekati Tahun Baru Imlek, beberapa koleksi terbaru Purana juga diarahkan agar bisa dikenakan saat momentum tahunan tersebut. Baju-baju berwarna merah, kuning, dan oranye adalah pilihan Purana untuk menyambut Imlek. ”Kami enggak bikin baju dengan kerah cheongsam, misalnya, tetapi lebih ke pendekatan warna yang identik dengan Imlek,” tambah Noni.
Dalam koleksi ini, selain berkolaborasi dengan Sarkodit, Noni juga menjalin kerja sama dengan sejumlah artisan seperti Dus Duk Duk untuk membuat topi tinggi dari bahan kardus dan beberapa artisan lain yang membuat sandal dari bahan eceng gondok atau bros berbentuk hewan endemik guna memperkental kampanye Noni tentang pelestarian alam. Selain cinta lingkungan, Purana juga ingin mempromosikan produk lokal.