Membangun Ekosistem Gaya Hidup Organik
Semaraknya gaya hidup organik nan mahal di kalangan masyarakat urban menggelitik sebagian orang. Salah satunya pegiat komunitas Ruang Rupa Samuel Bagas Wiraseto.
Bagi Bagas, bergaya hidup organik semestinya bukan membeli berbagai bahan makanan organik dari lokasi yang jauh, melainkan memastikan proses menanam, merawat, dan memasak bahan tersebut berlangsung secara organik.
Oleh karena itu, bahan organik seharusnya ditanam dan dirawat sendiri oleh konsumen. Jika pun harus membeli, jarak antara penjual dan pembeli mesti sedekat mungkin.
Sejak awal 2017, Bagas menggagas Pasar Tani Kota. Kegiatan itu menyediakan wadah bagi para petani urban (warga kota yang melakukan aktivitas pertanian) untuk menjual hasil pertaniannya sekaligus membentuk kolektivitas di antara mereka.
Petani urban yang boleh ikut serta bukan sembarang, melainkan mereka yang bertani untuk menyubsidi sebagian kebutuhan rumah tangga. Produk yang mereka hasilkan beragam, di antaranya produk olahan bahan pertanian dan tanaman dekoratif.
Ia menambahkan, Pasar Petani Kota tidak ditujukan untuk petani organik yang sudah memiliki merek resmi dan berorientasi ke penjualan dalam skala besar. ”Kami berfokus mengembangkan usaha bersama untuk petani dalam lingkup yang kecil dan lokal,” kata Bagas saat ditemui di Gudang Sarinah Ekosistem, Jakarta, Sabtu (3/2).
Pada penyelenggaraan pertama, hanya ada satu komunitas petani yang ikut serta. Namun, kegiatan yang dilakukan setiap bulan itu dengan cepat menarik perhatian para petani urban. Hingga saat ini, sudah ada 70 petani urban yang bergabung. Kegiatan yang namanya diubah dari Pasar Tani Kota menjadi Pasar Petani Kota itu akan dilangsungkan pada Minggu (4/2).
Bagas melanjutkan, Pasar Petani Kota bertujuan membangun ekosistem. Relasi yang hendak dibangun di antara mereka bukan persaingan antarpetani, melainkan pertemanan yang saling mendukung. Hasilnya pun sejalan, kebanyakan produk mereka dibeli oleh sesama peserta Pasar Petani Kota.
Dengan begitu, roda perekonomian dalam ekosistem dapat bergerak. Dimulai dari para anggota, untuk keperluan hidup anggota, dan keuntungannya juga akan kembali kepada mereka.
”Melalui cara tersebut, para petani urban mampu menggerakkan ekonomi secara mandiri, tetapi memang hanya bisa dilakukan dengan cara berjejaring,” ujar Bagas.
Dalam jangka panjang, Bagas memiliki impian, para petani urban bisa membentuk sebuah unit usaha bersama. Menurut rencana, sumber dana untuk memajukan usaha akan didapatkan dari modal bersama yang dikumpulkan dengan metode arisan.
Ekonomi sirkular
Bagas mengatakan, selain membangun kemandirian ekonomi, Pasar Petani Kota juga hendak membuktikan bahwa masyarakat mampu menggerakkan roda ekonomi secara sirkular. Proses produksi, distribusi, dan konsumsi yang dilakukan di dalam ekosistem diharapkan tidak menyisakan apa pun.
Salah satu ilustrasinya hadir dari komunitas Get Plastic. Koordinator Teknis Get Plastic Dimas Bagus W mengatakan, telah mengembangkan alat pengolahan sampah plastik sejak 2014.
Alat pengolahan yang dinamakan GT05 itu dibuat menggunakan tabung yang pada dasarnya bekerja untuk membakar plastik lalu mengonversinya menjadi minyak sejenis bensin, minyak tanah, dam solar.
Alat tersebut bekerja dengan metode distilasi kering atau pembakaran plastik hingga berubah menjadi uap yang disalurkan ke bejana terpisah, kemudian diproses kembali hingga menjadi minyak. Proses pembakaran juga dilakukan dengan prinsip pirolisis atau membakar dengan penggunaan oksigen sesedikit mungkin.
”Semua bahan plastik bisa menjadi minyak karena pada dasarnya berasal dari minyak bumi,” kata Dimas.
Ia menambahkan, telah mencoba alat tersebut untuk mengolah sampah bersama warga di beberapa daerah, seperti Cibuntu (Jawa Barat) dan Blitar (Jawa Timur).
Produk minyak yang dihasilkan pun digunakan untuk bahan bakar kendaraan pribadi atau bahan bakar untuk memasak. Dengan begitu, hasil pengolahan sampah bukan sekadar didaur ulang, melainkan dapat membantu proses penciptaan produk yang lain.
Project Director Seru Banget Creative Club (SBCC) Julian Riezki mengatakan, komunitasnya juga akan memberikan 250 bibit tanaman secara gratis kepada pengunjung Pasar Petani Kota. Adapun bibit-bibit sayuran dan buah itu ia ambil dari 18 hutan kota yang tersebar di Jakarta.
”Jika bibit-bibit itu dirawat dengan baik menjadi pohon, berarti masyarakat akan menyumbang oksigen untuk dunia,” kata Julian. (DD01)