Hidangan dan Hantaran Imlek
Hidangan dibuka dengan menyantap yu sheng. Setiap orang memegang sumpit yang panjangnya dua kali lipat dari sumpit yang biasa dipakai makan. Dengan sumpit berwarna merah menyala ini, setiap orang yang mengitari meja makan mengaduk-aduk yu sheng yang hanya dihadirkan kala Imlek. Menu yu sheng yang segar asam manis ini diramu dari tujuh sayuran dengan saus minyak wijen, jeruk, dan ikan salmon.
Sayuran mentah itu terdiri antara lain dari potongan lobak merah, lobak putih, dan jeruk bali. Mei menyebut ada ramuan yang sengaja dirahasiakan. Namun, kunci kesegaran yu sheng terutama terletak pada penggunaan daging salmon mentah yang harus ekstra segar. Di antara tumpukan sayuran, tak lupa dibubuhkan gorengan kerupuk.
Sajian lain yang tak kalah spesial adalah abalone yang terdiri dari tumis sayuran, jamur, dan kerang. Tambahan bahan makanan yang disebut fatai serupa rambut warna hitam menjadikan abalone semakin spesial dan hanya dijumpai pada momentum Imlek. Abalone juga tergolong menu mahal untuk keberuntungan di tahun yang baru.
”Sausnya saja dimasak lima jam. Masak abalone susah, paling need kung fu. Lebih untuk hidangan ke pesta dan fine dinning. Abalone simbol harapan dan kehidupan yang lebih baik karena bentuknya juga seperti emas,” kata Mei.
Kaya simbol
Ikan yang dihidangkan ketika Imlek pun harus satu ekor utuh. Apa pun jenisnya, ikan harus masih memiliki kepala dan ekor yang bermakna bahwa ada awal dan ada ujung. Sajian ikan kerapu macan kali ini dimasak ala Hong Kong steam dengan dibubuhi saus soya yang diimpor dari Hong Kong. Ada pula udang yang menjadi simbol ketawa atau senang.
Beras ketan yang disajikan dengan campuran potongan daging ayam, jamur, dan ebi kering dijamin bakal bikin ketagihan. Rasanya yang gurih dan pulen berasal dari pengukusan minimal tiga jam. Bahan baku beras ketannya pun tak boleh sembarangan karena harus diproses dari sejak dua hari sebelumnya. ”Menu ini hanya ada di Imlek. Beras ketan simbol harmonis,” kata Mei.
Mi goreng menjadi lambang panjang umur. Sajian segar dengan bulatan ketan berkuah mirip ronde yang disebut oneh merepresentasikan keluarga yang komplet. Menyantap seluruh sajian bersama-sama di meja bundar yang juga melambangkan keharmonisan diiringi doa tahun mendatang akan dilalui dengan kebahagiaan dan kepenuhan.
Tak hanya duduk makan bersama, setiap anggota keluarga ataupun kerabat dekat biasanya juga saling memberikan hantaran. Jika dulu mereka memberikan hantaran berupa jeruk mandarin atau kue keranjang, hantaran Imlek saat ini pun makin beragam. Biasanya, hantaran ini digunakan sebagai tambahan menu bersantap di hari Imlek.
Wiewie, pemilik Pempek Nyonya Mei, sejak dua tahun terakhir mengemas pempek menjadi hantaran, termasuk hantaran Imlek. Makanan asli Palembang ini sengaja dipilih karena selama ini memang biasa menjadi sajian di kala Imlek. ”Makanan tradisional yang mau saya bawa ke modern. Enggak hanya makanan yang bisa dimakan di tempat, bisa juga dipakai hantaran,” kata Wiewie.
Apalagi, pempek pun memiliki penampakan warna keemasan. Dalam pengemasannya, hantaran pempek untuk Imlek ini dihias dengan warna hijau dan sentuhan merah. ”Kalau Imlek, maunya ada merah sebagai lambang kemakmuran dan kebahagiaan. Tahun ini sengaja beda warna, tapi ada nuansa merah burgundi. Lebih kekinian,” katanya.
Kehadiran pempek sabagai hantaran menambah keberagaman sajian penganan di meja makan. Dikirim dalam wujud beku, hantaran pempek ini bisa menjangkau konsumen ke seluruh Indonesia, bahkan ada konsumen yang memesan dari Hong Kong.
Mudah diterima
Pempek semakin mudah diterima sebagai hantaran Imlek karena akar sejarahnya pun tak lepas dari sejarah hadirnya perantauan dari China ke Indonesia. Dalam sepuluh hari penjualan di laman media sosial saja, hantaran pempek ala Nyonya Mei ini ludes terjual. Dibandingkan pempek lain, Wiewie menyebut pempek produksinya istimewa karena memakai resep rahasia dan cukanya lebih segar dengan memakai jeruk asam.
Selain pempek, hantaran Imlek pun makin beragam, seperti hantaran muachi yang dibuat oleh Inge Christanti (58), pemilik House of Pandansari, yang membuat muachi sejak 1995. Muachi ini sebenarnya tradisi di Jepang. Di sana punya kebiasaan memakan muachi saat tahun baru. ”Saya terinspirasi membuat muachi jadi hantaran Imlek karena muachi ini dari rasa, bentuk, dan tekstur punya kedekatan dengan makanan saat Imlek. Bentuknya bulat, manis, dan lengket,” kata Inge.
Makanan yang manis di kala Imlek diharapkan membawa kehidupan yang manis, lengket, supaya hubungan dengan orang yang diberi semakin lengket, dan bentuk bulat tidak tajam dan tidak bersudut itu bagus semacam kesatuan yang bulat.
Selain muachi, House of Pandansari juga membuat buah atap atau kolang-kaling. Buah atap berasa manis dan bertekstur kenyal. Penganan ini merupakan sajian khas China peranakan di Jakarta, seperti halnya sajian ikan, kue keranjang, dan jeruk. ”Namun, sekarang tidak banyak yang membuat sajian buah atap. Jadi, saya di sini membuat penganan yang khas zaman dulu bersama yang lebih modern seperti muachi,” katanya.
Pesanan saat Imlek sangat banyak sehingga pembuatan berlangsung 24 jam tanpa henti. Dibuat dengan resep tradisional tanpa pengawet. Rasanya saat digigit manis, gurih, tetapi sangat lembut sehingga terasa lumer di mulut. Bagian luarnya berbalut kulit yang lembut terbuat dari tepung ketan. Bagian dalamnya berisi kacang wijen, kacang tanah, kacang hijau, kacang merah, dan kacang hitam. Saat diangkat tidak lengket karena setiap muachi ”dibedaki” maizena.
Hantaran apa pun, baik yang tradisional maupun modern, merupakan pemberian yang memiliki makna menghargai dan ingin mempererat hubungan. Tidak masalah siapa yang memberikan, bisa yang muda ke yang tua atau sebaliknya, antarkeluarga, sahabat, atau rekan bisnis. Sajian modern tetap dapat diterima para orang tua karena maknanya sama. Biasanya dikirim dengan warna merah yang melambangkan kebahagiaan, kemeriahan, atau warna emas yang melambangkan kemakmuran.