Ajakan untuk Menjaga Mukena Bersih
Semula Gerakan Mukena Bersih hanya melibatkan enam orang ketika berdiri pada 27 Desember 2007. Kini, setelah 10 tahun, aksi tersebut telah menarik 1.000 relawan yang tersebar di 81 kota.
Awalnya, pendiri Gerakan Mukena Bersih (GMB) Gita Saraswati prihatin ketika salat di tempat umum mendapati mukena yang dia pakai kotor. Biasanya, mukena di tempat umum memang kotor karena lama tak dicuci.
Gita risau saat memakai mukena yang kotor. Selain kotor, biasanya mukena lembab dan berjamur. Dia pun mengajak lima sahabatnya, yakni Diana Herutami, Dewi H Gondokoesoemo, Indrawati DP, Niken Pongky, dan Siska Utami, untuk menyediakan mukena bersih di tempat umum.
Dari situ, GMB membuat orang lain tertarik untuk ikut berpartisipasi. Mereka dapat memberikan donasi atau menjadi relawan pemelihara mukena. Untuk relawan pemeliharaan, mereka mendapat empat set mukena untuk ditaruh di tempat umum, seperti mushala atau masjid dekat rumah, sekolah, kantor, atau pusat perbelanjaan.
Empat set mukena tidak ditaruh bersamaan, tetapi bergantian. Dua set ditaruh lebih dulu, seminggu kemudian ditarik untuk dicuci. Sebagai penggantinya, dua set ditaruh di tempat itu. Begitu seterusnya. Setelah setahun atau setelah rusak, mukena akan diganti.
”Relawan pemeliharaan harus berkomitmen memelihara mukena (tukar-cuci berkala). Itu sebabnya, semua relawan hanya menempatkan mukena di lingkungan mereka agar memudahkan perawatan dan pemeliharaan. Artinya, tidak perlu ongkos ekstra untuk mengambil mukena kotor dan mengantarkan yang bersih,” kata Rika Novriadi, anggota Dewan Penasihat Yayasan Amanah Hati yang menaungi GMB di Jakarta, Jumat (9/2).
Mukena GMB selalu berwarna pastel lembut dengan tulisan GMB di bagian belakang. Orang yang ingin menyumbang mukena hanya boleh mengirim uang. Tidak bisa memberikan mukena yang dia beli sesuai seleranya. Semua mukena GMB berasal dari sumber yang sama.
Peduli kebersihan
GMB ingin mengajak masyarakat lebih peduli dan perhatian terhadap kebersihan diri, terutama kebersihan saat menjalankan ibadah shalat. Jadi, siapa pun dapat berpartisipasi menjadi relawan pemelihara dengan menaruh mukena GMB dan mau mencuci secara berkala supaya mukena selalu bersih dan harum. Untuk mendapat paket empat set mukena, juga tidak perlu membeli.
”Si relawan menentukan sendiri tempat dia ingin meletakkan mukena tersebut, boleh di mana saja. Sebaiknya yang dekat dengan rumah atau kantor,” ujar Rika.
Tentu saja, kegiatan ini lama-kelamaan menarik banyak minat perusahaan untuk menjadi sponsor. Akan tetapi, logo perusahaan tidak dipasang di mukena.
Sebagai jalan keluarnya, mereka aktif menggelar sosialisasi seperti ke sekolah. Pesertanya bukan hanya siswa, melainkan juga guru dan orangtua murid. Mereka diajak menjadi bagian dalam kegiatan menampilkan Islam yang bersih, baik secara fisik maupun spiritual. Kegiatan itu juga diharapkan dapat mempererat ukhuwah islamiyah (persaudaraan Islam), meningkatkan kebersamaan dalam kebaikan, mengasah sifat amanah, dan lain-lain.
Menambah relawan
Keterlibatan Yasmine Widyawati, ibu rumah tangga, dalam GMB bermula dari pengalaman yang hampir sama dengan pengalaman sang pendiri GMB. Dia mendapati mukena kotor, lembab, dan bau di tempat umum.
”Begitu tahu ada GMB, saya langsung tertarik. Semula saya kira, mencuci mukena secara berkala untuk orang lain merepotkan. Ternyata, kita hanya cukup mencuci dua set, dua lagi disimpan untuk pengganti. Akhirnya saya ikut GMB, hanya beberapa bulan setelah mereka berdiri,” kata Yasmine yang akhirnya menjadi relawan pemelihara.
Selain itu, dia menyadari walau setiap kali mencuci hanya dua set, orang lain pun akan mencuci dua set pula. ”Kecil, sedikit, tetapi efeknya besar. Sama sekali tidak merepotkan. Setiap kali selesai mencuci, saya senang luar biasa. Apalagi, tahu di luar sana ada yang memakai mukena bersih dengan nyaman.”
Tahun ini, Yasmine berniat mengganti mukena yang kini berusia hampir 10 tahun yang dia taruh di mushala kantor suaminya. ”Saya juga ingin menambah lokasi menaruh mukena,” ucapnya.
Untuk anak-anak yang ingin terlibat, ada GMB untuk ibu dan anak. Apalagi di mushala kini ada mukena untuk ibu dan anak-anak.
”Kami ingin anak-anak melihat langsung kegiatan ibunya dalam urusan merawat kebersihan mukena. Umumnya, anak sangat dekat dengan ibunya. Jadi, nilai-nilai kebersihan diperkenalkan sejak dini,” ujar Rika.
Setelah delapan tahun berjalan, gerakan ini membentuk Yayasan Amanah Hati untuk menjadi payung mereka. Yayasan ini demi kemudahan perusahaan yang memberikan sponsor. ”Biasanya, ketika perusahaan memberi bantuan, mereka perlu nama yayasan penerima,” imbuh Rika.
Bagi relawan yang abai terhadap mukena tanggung jawab mereka, tidak akan mendapat teguran. Begitu pula yang membiarkan mukena hingga rusak. Namun, GMB memiliki sistem pemantauan secara acak dengan menelepon secara berkala. Masyarakat pengguna mukena pun dapat menelepon jika menemukan mukena dari GMB dalam kondisi kotor.
”Paling relawan bersangkutan malu sendiri. Paling penting adalah mendidik relawan mempunyai kesadaran diri akan tanggung jawab yang diemban,” ujar Rika yang bergabung di GMB sejak 2010 itu. (TIA)