Sejenak Becermin ke Singapura
Titik temu
Berpameran di Art Stage Singapore membuat Iqi semakin percaya diri bahwa dia memiliki kemampuan teknis dan potensi yang tidak kalah dibandingkan dengan seniman dari negara-negara lain. Dia menemukan pencinta seni dan kolektor yang memberi apresiasi nyata terhadap karyanya. ”Mereka mau membeli lukisan dengan harga seratusan juta rupiah, itu bukti nyata apresiasi mereka,” kata Iqi yang tahun lalu lima lukisannya laku terjual di ajang yang sama.
Kesempatan seperti ini ia manfaatkan untuk membangun jaringan. Dia berkenalan dengan banyak seniman dari sejumlah negara. Pertengahan tahun ini dia akan terbang ke Korea untuk pameran bersama di bawah payung Hatch Art Project, yang pegiatnya dia kenal di Art Stage Singapore.
Art Stage Singapore lalu menjadi mahkota bagi Singapore Art Week. Tanpa Art Stage Singapore, Singapore Art Week yang melibatkan sekitar 100 pameran dan pertunjukan seni itu kehilangan gereget. Ini kejelian Pemerintah Singapura dalam mengemas peristiwa seni.
Gagasan itu ditangkap dengan baik oleh UOB yang menilai visi Art Stage Singapore sebangun dengan program dan tanggung jawab sosial UOB yang berfokus di bidang seni, yaitu Painting of the Year (POY).
”Sejak tahun 2017, UOB Group di Singapore menjalankan kerja sama strategis dengan Art Stage Singapore, salah satu penyelenggara art fair terbesar di Asia Tenggara yang mempertemukan kolektor-kolektor dunia dengan galeri seni serta seniman berkualitas. UOB mewadahi seluruh alumni pemenang UOB Painting of the Year dari Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand, dan membantu mengembangkan karier mereka di tingkat regional melalui pameran karya seni,” kata Maya Rizano, Corporate Communications Head PT Bank UOB Indonesia.
Peta dunia
Dengan demikian, Singapore Art Week, termasuk Art Stage Singapore di dalamnya, menjadi legitimasi pengaruh negara mungil ini di kancah seni dunia. Banyak seniman dan kurator berani menyejajarkan Singapore Art Week dengan perhelatan seni tingkat dunia seperti Art Bazel Hong Kong, Berlin Art Week, dan Art Berlin, sebuah pasar seni bergengsi di Jerman.
Oleh karena itu, Melati Suryodarmo merasa diuntungkan bisa menggelar pertunjukan dan berpameran di Singapore Art Week. Dalam pertunjukan bertajuk ”Transaction of Hollows”, Melati memanahi empat sisi dinding di salah satu gedung di Gillman Barracks. Ratusan anak panah yang menancap itu dijadikan seni instalasi yang dipamerkan selama sebulan.
Mengenai Singapore Art Week ini dia berujar, ”Bagi saya, sebagai seniman yang sedang berpameran tunggal, tentu diuntungkan oleh jumlah pengunjung yang membeludak. Tak hanya pengunjung lokal, tetapi juga pengunjung internasional.”
Menurut dia, dari ratusan pengunjung pameran dan performance art-nya di Gillman Barracks, banyak kurator, kritikus, kolektor, dan direktur museum dari sejumlah negara. Itu membuka peluang baginya untuk bisa memamerkan karya di tempat lain yang bisa menunjang karier berkesenian, walaupun karier seniman pada akhirnya ditentukan oleh karyanya sendiri.
Karya-karya seniman Asia sebenarnya tidak kalah dengan seniman dunia. Ini yang menjadi modal penting bagi Asia, terutama Asia Tenggara, untuk menjadi magnet seni dalam skala global. Kurator Amir Sidharta mencatat, Indonesia mempunyai seniman seperti Heri Dono yang diakui dunia. Ada juga Vasan Sitthiket dan Montien Boonma dari Thailand; Alfredo dan Isabel Aquilizan dari Filipina; serta Yee I-Lann, Wong Hoy Cheong, dan Zulkifli Yusoff dari Malaysia.
Legitimasi Singapore Art Week sebagai simbol kekuatan Singapura di bidang seni juga dipengaruhi oleh sikap keterbukaan negeri singa ini kepada seniman dari negara lain. Singapura menyiapkan wadah dengan baik, tetapi tidak mempunyai cukup seniman. Untuk menjaga stabilitas berkesenian sekaligus merangsang tumbuhnya seniman muda, mereka membuka kerja sama dengan seniman-seniman muda dari negeri jiran lewat program residensi. Mereka diizinkan tinggal di Singapura lalu dilanjutkan dengan seniman Singapura tinggal di kampung asal seniman dari negara jiran itu.
Ini misalnya dijalani Muhtar Hadi dan beberapa rekannya. Mereka menemani beberapa seniman dari Singapura untuk residensi di Jambi, menggali pengetahuan lokal tentang budaya Jambi. Dalam ajang Singapore Art Week, Muhtar dan rekan-rekannya diundang untuk membuat karya seni bertema Jambi, mulai dari lukisan sampai seni instalasi. ”Pameran di Singapura membuat kami percaya diri dengan potensi kami,” kata Muhtar.
Para pelaku seni Tanah Air meyakini bahwa Indonesia mempunyai potensi yang memadai untuk menjadi seperti Singapura. Yogyakarta dan Jakarta sudah memulainya dengan Jogja Art Weeks dan Jakarta Art Week sejak beberapa tahun lalu. Sayang infrastrukturnya belum mendukung.
”Hal penting lainnya juga soal kuratorial. Harus memiliki kejelasan kuratorial yang melihat potensi dan prospek lokal serta internasional,” kata Melati menyoal Indonesia setelah melirik Singapura.