Gerakan Melawan Pelecehan Seksual
Masyarakat sering menilai siulan kaum lelaki atau komentar mereka atas bentuk atau bagian tubuh tertentu pada perempuan sebagai hal biasa. Padahal, sebenarnya tindakan itu sudah termasuk pelecehan seksual.
Dengan latar belakang itulah, Komunitas Hollaback! Jakarta hadir untuk mengedukasi masyarakat tentang apa itu pelecehan seksual. Selain itu, komunitas ini mencegah terjadinya pelecehan seksual serta memberikan
kesempatan para korban menyuarakan isi hati, sekaligus memberikan solusi jika korban membutuhkan pendampingan.
Tujuan akhirnya, untuk mengakhiri kejadian pelecehan seksual di ruang publik seperti yang dialami Angie pada 2016. Saat itu, ia sedang naik sepeda di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Ketika tengah mengayuh sepeda, datanglah seorang lelaki bermotor yang kemudian memepetnya. Laki-laki itu kemudian melakukan pelecehan seksual secara fisik terhadap Angie.
Ia merasa shock seusai mengalami kejadian itu. Namun, ia tak mau menyimpan pengalaman buruk tersebut sendirian. Angie memberi tahu khalayak bahwa dirinya pernah mengalami pelecehan seksual di jalan agar kejadian serupa tak menimpa orang lain. Peristiwa memalukan itulah yang membuat dia bersama lima temannya menggagas pendirian Hollaback! Jakarta pada 20 Januari 2016.
”Organisasi ini sudah ada di banyak tempat di dunia. Saya kira, itu perlu ada di Jakarta. Kami buat website untuk mengajak korban pelecehan seksual berani bercerita. Selama ini, banyak korban tak berani bicara. Di sini mereka bebas bicara tanpa harus menyebut identitas,” tutur Angie, Minggu (25/2), di Jakarta.
Silakan bercerita
Lewat situs Hollaback! Jakarta, dia dan teman-temannya berharap korban pelecehan dan ketidaksetaraan jender menyuarakan isi hatinya supaya beban psikis bisa berkurang. Selain itu, Hollaback! Jakarta memberikan alamat lembaga-lembaga nirlaba yang bisa membantu apabila korban membutuhkan konseling atau pendampingan saat akan melapor ke polisi.
Tak hanya korban, mereka yang melihat kejadian pelecehan juga diminta bercerita, sekaligus memberikan alamat di mana tindakan tak terpuji itu terjadi. Jika korban yang bercerita, tempat kejadian ditandai dengan warna merah muda, tetapi jika saksi, pengelola situs memberikan tanda hijau.
”Ini sekaligus memetakan tempat di mana pelecehan terjadi. Aparat penegak hukum bisa menggunakan data ini untuk kepentingan mereka,” lanjut guru SMP dan SMA ini sambil menunjukkan peta tempat kejadian pelecehan di telepon selulernya.
Wakil Direktur Hollaback! Jakarta Anindya Nastiti Restuviani menambahkan, selain membuat situs, pihaknya juga mengadakan pelatihan intervensi saksi agar bisa membantu korban. Selama dua tahun, setidaknya ada 200 orang mengikuti pelatihan ini.
”Kami berharap, seusai pelatihan mereka bersedia membantu korban dengan lima cara yang kami ajarkan,” katanya.
Kelima cara itu salah satunya bertindak langsung membantu korban, tetapi harus melihat situasi agar tak membahayakan jiwanya sendiri. Setelah itu, membantu korban mencari bantuan ke petugas keamanan.
Untuk mempercepat edukasi tentang pelecehan seksual dan tindakan yang bisa dilakukan guna membantu korban, Angie berencana mengadakan pelatihan secara daring untuk mempercepat penambahan jumlah saksi. ”Kami perlu banyak orang yang mau menjadi saksi,” ujarnya.
Kegiatan lain Hollaback! Jakarta adalah mengadakan seminar dan mendukung gerakan untuk menghilangkan pelecehan dan tindakan ketidaksetaraan jender. Salah satunya, Woman March pada 3 Maret mendatang di Jakarta. Berkaitan dengan acara itu, Minggu (25/2), Hollaback! bersama Lentera Sintas Indonesia, Campaign.com, Naubun Project, Do Something Indonesia, dan Paviliun 28 membuat poster bersama untuk Woman March. Tak kurang dari 30 peserta lelaki dan perempuan ambil bagian di dalamnya.
Di antara peserta ada Imam Mukhlihin, relawan Rumah Faye, bersama temannya yang asyik membuat poster berisi ajakan agar semua pihak melawan ketidakadilan.
”Aku sudah sering ikut kegiatan Hollaback! Jakarta untuk ikut menyuarakan suara perempuan yang kerap mengalami ketidakadilan,” ucap Imam.
Di bangku lain, dua relawan, Yuri Nasution dan Junianti Hutabarat, membuat poster sangar dengan tulisan ”Wonder Woman Awak = Mamak-mamak Batak”. Dua cewek asal Medan ini ikut gerakan tersebut agar tak sendirian menyuarakan isi hati.
”Tahu sendiri, di masyarakat kita, korban ketidakadilan, pelecehan seksual, malah kerap di-bully, bukan ditolong. Dengan ikut gerakan ini, saya merasa punya teman untuk mengungkapkan perasaan,” ujar Yuri. (TRI)