Bermain Sambil Berbagi
Komunitas ini pada mulanya berisi sahabat dan kenalan Lita dan Azka. Lalu berkembang ke orang-orang di luar itu melalui paparan media sosial. Kegiatan Komunitas Kelana bisa dipantau lewat Instagram mereka, @komunitaskelana. Siapa pun yang tertarik dipersilakan bergabung. Terkumpullah anggota mulai dari anak-anak, remaja, hingga orang dewasa. Keanggotaan komunitas ini sangat cair, bergantung pada ketersediaan waktu masing-masing. Sifatnya lebih sebagai relawan. Anggota komunitas rata-rata belajar untuk berbagi, mulai dari waktu, pengetahuan, hingga sedikit materi.
Misalnya, anggota dari kalangan anak-anak dan remaja. Lewat sebuah kegiatan komunitas, mereka belajar menyelenggarakan sebuah acara, menjadi pembawa acara, mendongeng, menyanyi, hingga mendampingi para peserta acara. Anak-anak pun belajar untuk percaya diri serta mengasah bakat dan kemampuannya.
Seperti dialami Caca. Untuk menyelenggarakan kegiatan pertamanya, Caca harus belajar menyusun proposal dana untuk meminjam bus guna membawa anak-anak yatim piatu dari wilayah Jalan Sodong, Cipinang, Jakarta Timur. Pernah pula ia membuat proposal meminjam tempat. Ia bersama ibunya juga mencari sponsor untuk menyediakan bingkisan bagi orang- orang kurang beruntung yang mereka kunjungi. Selain anak yatim, Komunitas Kelana juga pernah menggelar acara di Yayasan Sayap Ibu, Bintaro, Tangerang Selatan. ”Aku jadi belajar berani di depan umum,” kata Caca.
Dalam beberapa acara, Caca kerap tampil sebagai pembawa acara. Remaja ini terlihat percaya diri dan tidak canggung di hadapan banyak orang, termasuk orang-orang dewasa. Beberapa anggota komunitas lain juga terlihat demikian.
”Selain belajar percaya diri, aku juga jadi tambah pengetahuan. Misalnya, waktu aku ikut kegiatan ke Baduy. Aku jadi tahu adat istiadat di Baduy seperti apa. Waktu ikut kegiatan Kelana Historia, aku juga jadi tahu sedikit-sedikit sejarah Jakarta,” kata Zahira Zahwa (15), anggota Komunitas Kelana lainnya.
Zahira yang akrab dipanggil Rara mengaku awalnya pemalu. Namun, setelah sering mengikuti bersama Komunitas Kelana, kepercayaan dirinya mulai terbangun. Rara sudah terbiasa jika harus menjadi pembawa acara. Dia juga tampil santai saat mendampingi anak-anak difabel di Yayasan Sayap Ibu dalam kegiatan Kelana Berbagi Kebahagiaan dengan Difabel yang digelar awal Januari lalu. Ia mengajak anak-anak itu mengobrol, menyanyi, mendengarkan dongeng, hingga menggambar. Semua aktivitas menghibur anak-anak difabel dilakukan sendiri oleh anggota komunitas tanpa canggung.
Tempat bersejarah
Kegiatan lain yang pernah digelar komunitas ini adalah Kelana Historia dengan mengunjungi tempat-tempat bersejarah di Menteng, seperti Masjid Cut Meutia, Tugu Kunstkring Paleis, Museum AH Nasution, Gedung Bappenas, Gereja Paulus, dan Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Paling sering, Komunitas Kelana menggelar kegiatan pelatihan videografi, membuat vlog, blog, membawakan berita, hingga berbicara di depan publik. Dengan latar belakang Lita sebagai manajer berita di sebuah stasiun berita, ia tidak kesulitan mengajak koleganya yang tertarik untuk bergabung dan berbagi pengetahuan, selain kepada sesama anggota komunitas juga kepada pihak lain. Misalnya, kepada anak-anak panti asuhan atau anak-anak petani dan warga Kampung Sidat, Banyumas, seperti yang mereka lakukan pertengahan Februari lalu.
Di kampung yang terletak di Desa Singasari, Kecamatan Karanglawas, ini, Komunitas Kelana berbagi pengetahuan tentang literasi digital, memanfaatkan media sosial untuk bisnis produk pertanian, dan berbicara di depan publik. Dari warga Kampung Sidat pun anggota komunitas belajar banyak hal, seperti kehidupan di desa dan penghijauan.
Selain di Banyumas, kelana lainnya yang pernah digelar adalah ke Baduy dan dilaksanakan pada Agustus tahun lalu. Mereka ke sana dengan menumpang kereta komuter. Ini menjadi pengalaman seru bagi anak-anak yang belum pernah naik kereta atau angkutan umum karena selalu diantar dengan kendaraan pribadi. Di sana anggota mereka belajar hidup ala orang Baduy, tanpa listrik dan perangkat elektronik. Bersamaan dengan suasana agustusan, anggota komunitas dan anak-anak setempat menggelar lomba, seperti makan kerupuk dan memasukkan paku ke dalam botol. Mereka juga menggambar dan membaca buku bersama dari hasil pengumpulan buku yang dibawa dari Jakarta.
Bergabung dengan Komunitas Kelana sejak pertengahan tahun lalu membuat Retno Lestari Ningsih (33) mengaku semakin memahami anak-anak karena sering bergaul dengan mereka. Ia paling tersentuh ketika Kelana menggelar kegiatan di Yayasan Sayap Ibu dan melihat anak-anak belajar berempati dengan sesamanya. Anak-anak komunitas berbaur dan berbagi dengan anak-anak berkebutuhan khusus.
”Saya jadi paham bahwa proses belajar akan lebih efektif kalau kita terjun langsung ke lapangan, termasuk mengajarkan anak-anak berempati dan mempunyai jiwa sosial yang tinggi, termasuk saya yang merasa empati saya semakin terasah,” kata Retno.
Di komunitas, ia berupaya membantu sebisanya, mulai dari menjadi mentor, mendampingi anak-anak, hingga dokumentasi kegiatan. Saat ini, ia tengah merancang sejumlah program baru untuk anak-anak bersama komunitas ini. ”Belajar ternyata bisa di mana saja,” kata Retno.