Alam hingga Feminisme
Lalu, meluncurlah 80 koleksi terbaru Chanel untuk musim gugur/dingin 2018, di antaranya jaket dan mantel berbulu atau tweed khas Chanel, dress dari bahan lace (renda) hitam yang dipadu dengan sarung tangan berwarna merah muda atau oranye menyala, serta berbagai scarf yang berukuran besar.
Upaya membawa pengunjung ke tengah ”hutan” ini ternyata memicu pro dan kontra. Kritik keras dilancarkan kelompok pencinta lingkungan di Perancis (France Nature Environment). Chanel dianggap menyebabkan tumbangnya pohon-pohon oak nan berlumut berusia 100 tahun lebih. Mereka mengkritik Chanel yang dinilai berusaha menampilkan kesan ”hijau”, tetapi dengan cara yang justru tidak ”hijau” sama sekali. Label ini dinilai telah menyebabkan pohon-pohon tua ditebang demi kepentingan peragaan busana yang hanya beberapa jam saja. Selain untuk kebutuhan tatanan panggung, pohon-pohon juga ditebang untuk bangku penonton peragaan busana.
Kritik ini dibalas oleh pihak Chanel yang membantah pohon-pohon itu berusia lebih dari 100 tahun. Sebagai gantinya, mereka akan menanam 100 pohon oak di lokasi hutan tempat pohon-pohon itu ditebang.
Selain Chanel yang berusaha menyampaikan pesan lingkungan, tetapi kontraproduktif, Lacoste melalui direktur kreatifnya, Felipe Oliveira Baptista, menggagas alam sebagai sumber ilham koleksi terbarunya. Gagasan ini sebenarnya terinspirasi dari proyek penanaman pohon di padang golf Chantaco di Saint-Jean- du-Luz yang diluncurkan oleh Rene Lacoste dan istrinya, Simone Thion de la Chaume, pada awal Perang Dunia II. Proyek ini telah menanam 50.000 pohon dan menghindarkan warga lokal dari wajib militer.
Pesan Alam
Berbagai bentuk daun digunakan sebagai motif bahan rajutan yang dibentuk menjadi sweater, rok, jaket, dan mantel Lacoste. Warna-warna yang dipilih pun warna-warna alam, seperti hijau pupus, coklat tanah, coklat tua, dan merah marun.
Sebelum peragaan busana dimulai, para tamu dipersilakan menyeruput kopi yang disebut eco-coffee di bawah naungan pohon raksasa tiruan yang dipasang tepat di tengah arena. Mereka pun lalu menyaksikan koleksi yang diperuntukkan bagi keperluan, mulai dari lapangan tenis hingga golf.
Sebagai bagian dari kerja samanya dengan International Union for Conservation of Nature (IUCN), label ini juga meluncurkan program pro-animal yang diwujudkan melalui pemasangan logo pada kaus polo dan produk ikonik mereka lainnya. Logo ini menggantikan logo buaya yang jadi lambang merek Lacoste, khusus untuk edisi ini. Sebanyak 10 jenis hewan yang terancam punah karena populasinya yang tinggal sedikit terpilih masuk dalam program Save Our Species Program, antara lain harimau sumatera, lumba-lumba vaquita, badak jawa, dan kura-kura birma. Sejumlah persentase hasil penjualan akan diserahkan kepada IUCN untuk mendukung program penyelamatan hewan-hewan langka ini.
Balenciaga juga menjalin kerja sama dengan badan dunia, yakni World Food Programme (WFP). Selama enam bulan hingga Agustus 2018, Balenciaga akan menyumbang 10 persen hasil penjualan produknya yang terkait WFP. Sayangnya, Balenciaga mempresentasikan koleksi terbarunya yang berupa jaket-jaket luar ruang berwarna-warni menyala ini dengan cara memakainya bertumpuk-tumpuk. Ini membuat pemakainya terkesan keberatan dan berlebihan. Foto-foto koleksi ini segera berubah menjadi meme sindiran Joey menggunakan semua jaket milik Chandler, seperti dalam salah satu seri komedi situasi Friends yang pernah sangat populer.
Pemberdayaan perempuan
Christian Dior membawa panggung peraga kembali ke tahun 1968 saat protes dan demonstrasi marak. Maria Grazia Chiuri yang menjadi direktur artistik perempuan pertama Dior tidak menyia-nyiakan posisinya untuk mengusung isu perempuan. Ia mengorganisasi suasana panggung peraga tak ubahnya panggung demonstrasi pelajar pada 1960-an yang menuntut persamaan kedudukan bagi perempuan. Lantai, dinding, dan spanduk-spanduk yang digantung bertempelkan kolase tulisan protes dan tuntutan terhadap kedudukan perempuan, seperti kutipan Hillary Clinton tahun 1995 yang terkenal, ”Women’s rights are human rights”. Museum Rodin yang menjadi lokasi peragaan busana tiba-tiba berubah menjadi ”arena demonstrasi”.
Chiuri mengambil napas individualitas yang muncul pada dekade itu untuk menghidupkan koleksinya, seperti rok-rok yang muncul dengan panjang berbeda-beda dari bahan yang tak biasa. Rok-rok ini dipadukan dengan jaket bergaya maskulin atau mantel pendek. Misalnya, sebuah rok pendek yang disusun dari material patchwork berwarna-warni dipadukan dengan mantel hitam panjang, sepatu bot medium, serta kacamata besar dengan lensa berwarna.
Sejak kemunculan pertamanya bersama Dior, Maria membuktikan bahwa tema feminisme yang diusungnya sejak awal bukan sekadar tren atau upaya menarik perhatian sesaat. Namun, semulia apa pun pesan yang dibawa, jika cara penyampaiannya keliru, itu akan menjadi kontraproduktif dan justru mengubur pesan yang ingin disampaikan.
(ASSOCIATED PRESS/THEGUARDIAN.COM/HARPERSBAZAAR.COM)