Ramai-ramai #DeleteFacebook
Dalam 14 tahun keberadaannya, Facebook menghadapi krisis terbesarnya sebagai akibat dari penggunaan data pengguna untuk kepentingan memanipulasi hasil pemilihan presiden AS. Akibat kasus itu, muncul gerakan #DeleteFacebook di media sosial.
Pendiri Whatsapp, Brian Acton, yang menjadi triliuner setelah Facebook mengakuisisi Whatsapp senilai 19 miliar dollar AS (Rp 261 triliun) pada 2014, menyatakan sekarang saatnya menghapus Facebook. ”It is time. #deletefacebook,” demikian Acton melalui akun Twitter-nya.
Seakan mengikuti anjuran itu, pendiri Tesla dan Spacex, Elon Musk, ikut menghapus akun Facebook kedua perusahaannya itu. Musk menghapus akun Facebook setelah mendapat tantangan di Twitter.
”I didn’t realize there was one. Will do,” demikian cuitan Musk. Dengan terhapusnya akun Facebook Tesla dan Spacex, terhapus pula sekitar 5 juta follower.
Tak hanya itu, gerakan #DeleteFacebook melebar saat sejumlah perusahaan menarik iklan yang dipasang di Facebook. Nilai Facebook terus merosot sejak The New York Times dan The Guardian mengungkap skandal ini beberapa waktu lalu.
Dikutip dari laman Time, dompet pendiri Facebook, Mark Zuckerberg, pun bolong hingga 10 miliar dollar AS (Rp 137 triliun) hanya dalam sepekan. Pada Jumat pekan lalu, hanya dalam sehari, nilai kekayaan Zuckerberg terpangkas 2 miliar dollar AS (Rp 27 triliun).
Krisis itu bermula saat perusahaan penambang data asal Inggris, Cambridge Analytica, diduga mengambil sekitar 50 juta data pengguna Facebook tanpa izin untuk digunakan memanipulasi pemilihan. Mantan karyawan Cambridge Analytica, Christopher Wylie, menjadi whistleblower yang mengungkap hal itu kepada jurnalis.
Apa sebenarnya yang dilakukan Cambridge Analytica? Seperti dikutip dari AP, Wylie mengatakan, perusahaan itu mengambil informasi dari Facebook untuk membangun profil psikologi para pemilih. Ia menyatakan, mereka bisa mendapatkan data secara cepat dengan bantuan Aleksander Kogan, yang membuat aplikasi Facebook, thisisyourdigitallife, yang tampil layaknya tes kepribadian.
Aplikasi tersebut menyedot informasi dari pengguna yang mengizinkan aplikasi itu untuk mengakses akun mereka, termasuk juga data dari ”friend” atau teman-teman mereka.
Cambridge Analytica membantah melakukan tindakan ilegal dan mengatakan telah menghapus data yang mereka terima dari Kogan serta membantah menggunakan data Facebook untuk kepentingan politik. Kogan menyatakan, dirinya telah dijadikan kambing hitam.
Dikutip dari AP, Komisi Pemilihan Federal AS menyebutkan, pihak kampanye Donald Trump membayar Cambridge Analytica sekitar 6 juta dollar AS (Rp 82 miliar). Namun, pihak kampanye Trump membantah menggunakan data Cambridge Analytica. Mereka menyatakan lebih mengandalkan data dari Partai Republik untuk data pemilih.
Kasus tersebut kembali membuat Facebook menghadapi pertanyaan mengenai kemampuannya melindungi data pengguna, selain juga soal eksploitasi data pribadi untuk kepentingan bisnis iklan yang menggiurkan. Kasus itu juga kembali memperdalam kekhawatiran penggunaan media sosial sebagai senjata propaganda dan memanipulasi pemilihan.
Pemerintah AS dan sejumlah negara di Eropa melakukan penyelidikan terhadap Facebook dan Cambridge Analytica. Bahkan, polisi Inggris telah melakukan penggeledahan terhadap kantor Cambridge Analytica di London. Parlemen Inggris juga tengah melakukan investigasi dan meminta Zuckerberg untuk bersaksi.
Setelah membisu selama beberapa hari, Zuckerberg mengunggah rilis di Facebook, mengakui kesalahan dan bertekad melindungi data pengguna. Menyusul kemudian jumpa pers untuk meminta maaf.
Dikutip dari AFP, Zuckerberg akhirnya juga memasang iklan permintaan maaf di halaman koran-koran Inggris, Minggu (25/3). ”Kami memiliki tanggung jawab untuk melindungi informasi Anda. Jika kami tidak bisa, kami tidak layak,” demikian bunyi iklan tersebut.
Menghapus akun Facebook
Akun di Facebook bisa dinonaktifkan sementara atau dihapus secara permanen. Jika hanya ingin menghindari ingar-bingar media sosial secara sementara, pengguna bisa menonaktifkan sementara akunnya.
Dengan menggunakan peramban di komputer desktop atau laptop, pengguna bisa langsung mengeklik ikon panah ke bawah yang terletak di tittle bar. Setelah itu, klik ”Setting”, dilanjutkan dengan klik ”Edit” yang terletak di samping ”Manage My Account”.
Langkah selanjutnya, scroll ke bawah dan klik ”Deactivate My Account”. Untuk aktivasi kembali, pengguna hanya perlu log in.
Jika mempertimbangkan untuk menghapus akun secara permanen, ada baiknya mengunduh terlebih dahulu data di Facebook. Pasalnya, pengguna yang telah lama aktif memakai pasti memiliki banyak data di Facebook sehingga ada baiknya mengamankan data tersebut.
Selain foto dan komentar, Facebook juga mengumpulkan informasi alamat IP, tanggal dan waktu pengguna mengeklik iklan, dan sebagainya. Untuk mengunduh data, caranya adalah klik menu ”Setting”, kemudian klik ”Download a Copy of Your Facebook Data”. Ikuti petunjuk yang muncul kemudian.
Masih yakin untuk menghapus akun secara permanen? Facebook tidak ingin pengguna men-delete akunnya sehingga membuatnya sedikit lebih sulit dan tersembunyi. Tak heran, menu untuk menghapus akun permanen berada di alamat laman yang terpisah.
Jika yakin menghapus akun Facebook, pengguna bisa masuk ke alamat URL ini: https://www.facebook.com/help/delete_account. Selanjutnya, klik ”Delete My Account”. Proses penghapusan akun dan informasinya membutuhkan waktu hingga beberapa pekan.
Tidak mudah
Sementara menghapus akun bisa dilakukan dengan hanya beberapa klik, kenyataannya tak semudah itu secara total berhenti dari pengaruh Facebook dalam kehidupan sehari-hari.
Seseorang bisa menghapus aplikasi Facebook atau akunnya, tetapi kemungkinan ia masih menjadi pengguna Whatsapp atau Instagram, aplikasi perpesanan dan photo sharing terpopuler. Kedua aplikasi itu dimiliki oleh Facebook.
Seperti dikutip dari The New York Times, tidak mudah berhenti dari Facebook karena nyaris tidak ada alternatif lain. Jika pengguna mencari jaringan sosial untuk bertemu dengan semua orang, jawabannya hanya satu, Facebook, yang memiliki pengguna hingga dua miliar.
Menghapus akun juga tidak berarti seluruh data pribadi pengguna terhapus begitu saja dari internet. Percakapan dengan teman atau orang lain tetap akan ada. Terkait masalah penggunaan data pribadi, menghapus aplikasi tidak menyelesaikan masalah.
Harap diingat, Facebook bukan satu-satunya perusahaan yang menyedot informasi pengguna. Perusahaan lain juga melakukannya, sementara ada pelacak web, seperti cookies yang menempel di laman web dan iklan, yang juga mengumpulkan informasi.
Mereka berada di mana-mana, mengikuti, dan melacak semua aktivitas pengguna internet. Jika data itu berada di tangan pebisnis, bisa menjadi alat untuk kepentingan iklan. Di tangan penjahat, data tersebut bisa menjadi alat kriminalitas, sementara di tangan politisi, data pribadi itu bisa menjadi alat untuk meraih kepentingan politiknya.
Etika media sosial, dan selanjutnya perlindungan data pribadi, perlu menjadi kesadaran semua pihak sehingga tidak disalahgunakan sebagai alat kejahatan, senjata propaganda, atau lebih jauh lagi, memanipulasi pemilihan umum.
(PRASETYO EKO PRIHANANTO)