”Wiro Sableng”, Pendekar Lokal yang Siap Mendunia
TANGERANG, KOMPAS — Film laga Indonesia dinilai cukup berhasil menarik perhatian pasar internasional. Pasalnya, setelah berhasil mengenalkan aksi pencak silat melalui film The Raid, kini saatnya tokoh fiksi pendekar Wiro Sableng yang terkenal dengan aksi silatnya siap berlaga di kancah internasional.
Menurut rencana, pada pertengahan 2018 ini, film berjudul Wiro Sableng, Pendekar Kapak Maut Naga Geni 212 yang diangkat dari novel legendaris karangan Bastian Tito ini akan tayang serentak di beberapa bioskop di Tanah Air. Film ini merupakan film pertama di Asia Tenggara yang berhasil bekerja sama dengan Fox International Productions (FIP), salah satu divisi dari studio besar Hollywood, 20th Century Fox Film Corportion.
”Nanti saat tayang di Indonesia sekaligus dirilis pula di beberapa negara lainnya,” ucap Sheila Timothy, produser film Wiro Sableng, seusai mengisi diskusi bertema ”Local IP Breakthrough in International Market”, Selasa (27/3/2018) di Universitas Multimedia Nusantara, Tangerang Selatan, Banten. Sheila juga pemilik dari rumah produksi LifeLike Picture yang berkolaborasi dengan FIP dalam film tersebut.
Ia mengatakan, investasi dari kerja sama ini 50 : 50, artinya film ini merupakan kepemilikan bersama antara LifeLike dan FIP. Tak hanya finasial, dukungan kerja sama yang diberikan FIP ada pada aspek teknologi dan distribusi film ke mancanegara. Selain itu, FIP juga memberikan masukan dalam bentuk struktur film agar penceritaan dalam naskah bisa lebih baik.
”Dukungan Fox (FIP) luar biasa. Mereka sangat menghargai budaya Indonesia yang ingin kita angkat dalam film Wiro Sableng. Jadi mereka tidak ikut campur dalam hal detail budaya Nusantara yang kami pakai di film ini. Semua proses produksi Wiro Sableng juga dilakukan orang Indonesia,” kata Sheila.
Menurut dia, banyak bakat lokal yang sudah mendunia yang dilibatkan dalam pembuatan film ini. Misalnya, Chris Lie yang berperan sebagai konsep visual film ini sebelumnya pernah mengerjakan proyek untuk film GI Joe distribusi Paramount Picture. Selain itu, perancang busana Tex Saverio, yang karyanya pernah digunakan untuk kostum pemeran utama film Hunger Games, Katniss Everdeen, juga akan merancang untuk kostum Bidadari Angin Timur di film Wiro Sableng.
Budaya Nusantara
Angga Dwimas Sasongko, sutradara film Wiro Sableng, mengatakan, dari 185 buku Wiro Sableng, secara garis besar film ini akan dimulai dari pengenalan tokoh Wiro Sableng. Kemudian baru mengambil beberapa adegan yang dipilih dari seluruh cerita dari buku tersebut. ”Yang jelas semua yang penting yang mengenalkan Indonesia akan disajikan secara detail di film ini,” katanya.
Adrianto Sinaga, production designer Wiro Sableng, juga memperhatikan secara detail dari atribut dan dekorasi yang digunakan dalam film ini. Ia mengambil inspirasi dari budaya-budaya lokal di Indonesia, misalnya pada detail kapak 212 milik Wiro Sableng. Pada detail kapak tersebut, ia memberikan nuansa ukiran yang biasanya ditemukan pada alat pusaka keris. Selain itu, di bagian pegangan kapak juga dilengkapi dengan ukiran seperti naga yang biasa ada di senjata tokoh pewayangan khas Nusantara.
Hal itulah yang membuat FIP tertarik bekerja sama dalam pembuatan film Wiro Sableng. Sejak awal, Sheila dan tim produksinya sudah menyiapkan tokoh Wiro Sableng sebagai intelectual property (IP) lokal yang melekat dengan tokoh fantasi Nusantara. Tokoh inilah yang kemudian memiliki ciri khas tersendiri yang membedakan dengan tokoh fantasi pahlawan super negara Barat.
Nantinya IP Wiro Sableng tidak hanya disajikan dalam bentuk film ini, melainkan juga dikembangkan dalam film sekuel, komik, digital series, merchandise, buku seni (art book), serta permainan bergerak (mobile game).
Sheila mengatakan, awalnya ia tidak tertarik mengerjakan film ini. Bukan tidak tertarik dengan jalan ceritanya, melainkan lebih pada tantangan yang harus dihadapi saat menjadikan cerita fantasi ini ke dalam bentuk film. Ia menganggap, jika tidak menggunakan fasilitas pendukung yang mumpuni, proses produksi film ini menjadi tidak sesuai dengan ekspektasi yang diharapkan. ”Untuk itu butuh dukungan investasi asing agar film ini menjadi lebih optimal,” katanya.
Apabila dibandingkan dengan film Indonesia pada umumnya, film ini butuh biaya di atas kategori tinggi dari aspek pendanaan produksi film Indonesia. Hal tersebut karena film Wiro Sableng butuh persiapan besar. Setidaknya ada 350 kostum, 200 senjata, dan 200 tokoh yang digunakan dalam film ini. Sebagai film laga dengan banyak adegan aksi, keamanan dan asuransi kru juga menjadi perhitungan sehingga butuh biaya yang lebih.
Selain itu, tahapan produksi film ini juga cukup panjang. Tidak seperti pembuatan film drama yang hanya melewati tahapan story board dan syuting, tahapan film ini mengadaptasi sistem kerja film aksi Barat, yaitu mulai dari pembuatan skrip, reading, story board, pre-visualisation moving to the animation, hingga video board. Penerapan teknologi computer generated image juga perlu dukungan dari FIP.
Pemain
Sejumlah pemain yang terlibat dalam film Wiro Sableng antara lain Vino G Bastian sebagai Wiro Sableng, Marsha Timothy sebagai Bidadari Angin Timur, Sherina Munaf sebagai Anggini, Marcella Zalianty sebagai permaisuri, Rifnu Wikana sebagai Kalasrengi, Yusuf Mahardika sebagau Pangeran, Aghniny Haque sebagai Rara Kurni, Lukman Sardi sebagai Werku Alit, dan Dwi Sasono sebagai Raja Kamandaka.
Dilibatkan pula Happy Salma sebagai Suci, Marcell Siahaan sebagai Ranaweleng, Andi /rif sebagai Dewa Tuak, Cecep Arief Rahman sebagai Bajak Laut Bagaspati, Dian Sidik sebagai Kalingundil, Yayu Unru sebagai Kakek Segala Tahu, Yayan Ruhian sebagai Mahesa Birawa, dan Ruth Marini sebagai Sinto Gendeng.
Selain pemain tersebut, pembuatan film Wiro Sableng ini juga melibatkan berbagai pihak, seperti pada skenario yang ditulis Sheila Timothy, Tumpol Tampubolon, dan Seno Gumira Ajidarma, serta pada koreografer dibantu Yayan Ruhian dan Chan Man Ching.
Dukungan pemerintah
Kepala Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf) Triawan Munaf mendukung penuh upaya pengembangan dunia perfilman Tanah Air. Dari data statistik Bekraf pada 2016, industri film baru menyumbang 0,17 persen terhadap ekonomi kreatif di Indonesia.
Salah satu upaya yang telah dilakukan adalah menghapus daftar negatif investasi untuk industri perfilman. ”Film Wiro Sableng menjadi salah satu contoh yang bisa memanfaatkan investasi asing sebagai pengembangan film Tanah Air,” kata Triawan.
Selain itu, dari kerja sama investasi asing, pada 2018 akan ada penambahan 500 layar untuk bioskop di Indonesia. Saat ini, tercatat ada sekitar 1.500 layar bisokop di Indonesia. Kerja sama yang telah disetujui Indonesia adalah dengan investor asal Korea Selatan dengan masuknya Lotte Cinema pada 2018 ini.