Gastronomi dan Upaya Mengenalkan Kuliner Indonesia kepada Dunia
Oleh
DD15
·4 menit baca
Tumpeng bukan sekadar gunungan nasi sebagai pelengkap hajatan. Lebih dari itu, tumpeng adalah sebuah pelambang dari doa-doa yang dipanjatkan. Tidak banyak yang tahu, ternyata ada kekeliruan di balik prosesi potong tumpeng selama ini.
”Prosesnya harus dikeruk. Dengan demikian, kita bisa mengambil berkah manis dari doa yang telah kita panjatkan,” ujar koki dan pesohor boga Sisca Soewitomo dalam acara ulang tahun kedua Indonesian Gastronomy Association (IGA) di Jakarta, Sabtu (31/3/2018).
Bagian tengah dari gunungan tumpeng dikeruk perlahan sehingga puncak tumpeng jatuh dengan sendirinya. Jika puncaknya jatuh, itu pertanda bahwa doa-doa telah diterima oleh Yang Maha Kuasa.
”Jika dipotong, sama saja kita telah memotong doa yang kita panjatkan kepada Tuhan,” ujar Sisca.
Dalam kepercayaan masyarakat Jawa, setidaknya ada tujuh lauk yang dihidangkan sebagai pelengkap tumpeng. Tujuh lauk ini harus terdiri dari beberapa unsur yang ada di bumi, yaitu air, darat, dan udara.
”Tujuh itu bahasa Jawa-nya pitu, identik dengan bahasa Jawa pitulungan yang artinya pertolongan,” kata Susi Sachroni, salah satu anggota IGA.
Susi mengatakan, untuk unsur udara, biasanya ada lauk dari daging unggas, seperti burung atau ayam. Kemudian, dari daratan biasanya ada sayur-sayuran dalam bentuk urap. Selain itu, untuk unsur air, biasanya ada daging ikan sebagai pelengkap.
”Ikan yang digunakan biasanya ikan teri karena identik dengan bergerombol dan jumlah banyak. Ini menjadi pelambang banyaknya berkah yang telah kita terima,” ujarnya.
Sisca menambahkan, berdasarkan sejarahnya, tumpeng tidak hanya dihidangkan dalam hajatan dan perayaan syukur. ”Ada juga tumpeng pungkur yang dibuat untuk upacara kematian. Biasanya menggunakan nasi putih,” katanya.
Uniknya, tumpeng pungkur dibelah dua secara vertikal. Bagian melengkung pada tumpeng diletakkan saling membelakangi. Hal ini menandakan keikhlasan bagi yang masih hidup untuk merelakan yang telah mati. Biasanya tumpeng ini tidak dimakan oleh anggota keluarga yang telah ditinggalkan.
”Dalam tradisi, biasanya tumpeng ini diberikan kepada penggali kubur sebagai ucapan terima kasih telah mengantarkan jasad hingga ke dalam tanah,” ujar Sisca.
Makna gastronomi
Filosofi mengenai tumpeng ini menjadi salah satu kuliner yang dibahas dalam rangka ulang tahun IGA bertajuk ”Kembali ke Tradisi”. Budayawan sekaligus Dewan Pendiri IGA, Guruh Soekarnoputra, mengatakan, gastronomi memiliki kajian yang lebih luas dari sekadar menikmati kuliner.
”Dalam kajiannya, gastronomi tidak hanya menikmati makanan dari sisi rasa, tetapi dari kebudayaannya, sejarahnya, proses dan cara makannya, hingga adat serta untuk upacara apa makanan tersebut dihidangkan,” tuturnya.
Menurut Guruh, makanan di Indonesia memiliki akulturasi kebudayaan dari luar yang mampu dimodifikasi sesuai lidah masyarakat Indonesia. ”Contohnya mi yang berasal dari China bisa domodifikasi menjadi bakmi godok khas daerah Jawa,” katanya.
Presiden IGA Indrakarona Ketaren mengatakan, proses menggali sejarah kuliner bangsa biasanya dilakukan dengan cara blusukan ke beberapa daerah dengan menanyai juru masak hingga tokoh masyarakat setempat. ”Kami juga menanyakan hal ini kepada pakar sejarah terkait kuliner ini,” ujarnya.
Indra mengatakan, di Indonesia ada lebih dari 1.300 suku bangsa, tetapi belum seluruh kulinernya bisa tergali. ”Jika 1 suku memiliki 10 kuliner khas, bisa dibayangkan ada sekitar 13.000 kuliner khas Indonesia dan yang sudah ditemukan baru sekitar 5.000 kuliner,” katanya.
Menurut Indra, di Indonesia sudah ada restoran yang berkonsep gastronomi. Pengunjung yang hadir tidak hanya menyantap hidangan, tetapi mendapatkan kisah mengenai sejarah masakan tersebut hingga proses pembuatan serta bumbu yang digunakan.
”Pelayan restorannya pun sangat profesional. Jadi kita hanya perlu memandang mata si pelayan resto kemudian kita akan dihampiri olehnya,” katanya.
Indra menjelaskan, sebenarnya konsep ini diadaptasi dari tata cara gastronomi di luar negeri. ”Jika di Indonesia, dari pedagang kaki lima pun bisa kita terapkan konsep gastronomi ini dengan cara mengobrol bersama penjual atau juru masak hidangannya,” tuturnya.
Sarana diplomasi
Selain untuk dinikmati, menurut Indra, gastronomi bisa menjadi sarana diplomasi budaya. Indra menjelaskan, upaya memperkenalkan kuliner Indonesia ke internasional menjadi salah satu langkah strategis untuk memperkenalkan budaya Indonesia.
Guruh mengatakan, perlu peran serta dari seluruh lapisan masyarakat, khususnya para diplomat di luar negeri, untuk memopulerkan kuliner Indonesia yang kaya akan nilai-nilai tradisi bangsa.
”Jumlah kuliner kita sangat banyak, tetapi yang dikenal oleh masyarakat internasional baru sebatas nasi goreng dan sate,” ujarnya.