Kasus Facebook Jadi Momentum Perubahan Sikap Pengguna Medsos
JAKARTA, KOMPAS — Bocornya data pribadi pengguna media sosial Facebook hendaknya menjadi momentum bagi para penggunanya untuk mengubah sikap dalam menggunakan media sosial itu. Para pengguna media sosial diharapkan mulai mawas diri terhadap data diri yang ia unggah ke media sosial.
Sebanyak 87 juta data informasi pribadi milik pengguna media sosial Facebook disalahgunakan oleh lembaga konsultan politik Cambridge Analytica. Jumlah tersebut melebihi perkiraan awal yang hanya sekitar 50 juta (Kompas, 6/4/2018).
Cambridge Analytica diduga memanfaatkan data pribadi itu untuk memenangkan Donald Trump pada Pilpres 2016. Caranya adalah dengan memberi limpahan informasi kepada para pengguna Facebook di Amerika Serikat agar mendukung Trump (Kompas, 26/3/2018).
Dalam keterangan persnya, Facebook mengungkapkan, Indonesia masuk ke dalam jajaran tiga besar yang datanya ikut diambil oleh Cambridge Analytica. Jumlah data yang diambil itu sebanyak 1,1 juta. Indonesia menempati posisi ketiga di bawah Amerika Serikat dan Filipina.
Menanggapi hal itu, anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera, Sukamta, mengatakan, bocornya data pribadi itu menjadi persoalan yang sangat serius. Hal itu menunjukkan kedaulatan masyarakat terhadap data pribadi masih rendah.
”Ini bukan hanya menyangkut keamanan para pengguna. Ini bisa menyangkut keamanan negara. Satu juta data itu siapa saja yang diambil profilnya kita tidak tahu, apakah itu pejabat publik, militer, atau kepala daerah,” kata Sukamta, di Jakarta, Sabtu (7/4/2018).
Sukamta menambahkan, kekhawatiran terbesarnya adalah data itu dicuri untuk kepentingan politik. Ia berpendapat seperti itu melihat dari pengalaman Pilpres 2016 di Amerika Serikat. ”Itu kekhawatiran yang sangat besar. Di Amerika Serikat sudah terjadi. Pemerintah harus mengebut perlindungan hukumnya,” ujar Sukamta.
Direktur Indonesia New Media Watch Agus Sudibyo mengatakan, masalah terkait media sosial dan dicurinya data itu bukan sekadar persoalan politik. Media sosial adalah mata-mata yang mencatat dan merekam segala kegiatan serta kesukaan para penggunanya.
”Data-data yang mereka peroleh dipergunakan untuk mengeksploitasi para penggunanya untuk kepentingan lainnya. Politik hanya salah satunya,” kata Agus.
Agus menyatakan, masuknya Indonesia di peringkat tiga besar yang data pribadi pengguna Facebook-nya dicuri oleh Cambridge Analytica membuat masyarakat memiliki momentum yang baik untuk sadar terhadap data. Ia memandang, selama ini orang Indonesia terlalu senang untuk mengumbar data-data, bahkan terkait informasi pribadi pada media sosialnya.
”Ini momentum bagus untuk orang Indonesia sadar terhadap data,” ujar Agus. ”Orang Indonesia sangat ganjen di media sosial. Mereka (Facebook) sangat suka meng-capture itu. Data itu yang nanti dijual, entah untuk kepentingan bisnis atau politik.”
Agus menyarankan agar masyarakat Indonesia, khususnya pengguna media sosial, untuk mulai menyaring apa-apa saja yang hendak mereka unggah ke media sosial. ”Kita harus mulai membentengi diri dengan tidak mengumbar diri di media sosial,” kata Agus.
Wawan Hari Purwanto, Direktur Komunikasi dan Informasi Badan Intelijen Negara, menyetujui apa yang diungkapkan oleh Agus. Pengguna media sosial, baik masyarakat maupun pemerintah atau elite politik, harus sadar bahwa mereka terus dipantau kegiatannya dengan bermedia sosial. Oleh karena itu, mereka perlu menyikapi media sosial secara bijak dengan tidak menyebarkan hal-hal yang bersifat strategis dan rahasia.
”Soal data itu memang harus kita sadari tidak semuanya tertutup. Apalagi, data-data yang di medsos itu sangat sulit untuk ditutup. Maka, apa pun yang kita unggah di sana harus diminimalisasi yang memungkinkan penyalahgunaan oleh pihak ketiga. Kita tidak boleh terlalu terbuka,” ujar Wawan.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri Telekomunikasi dan Informasi Bidang Hukum Henri Subiakto menyampaikan, kasus tentang pencurian data itu baru ramai setelah informasi tentang Cambridge Anlytica menggunakannya untuk kepentingan politik. Ia menganggap literasi digital perlu ditingkatkan agar kepedulian masyarakat terhadap data dirinya semakin tinggi.
”Facebook punya data tentang masyarakat kita sudah sejak lama. Setiap orang terhubung dengan aplikasi digital sudah sejak lama. Tetapi, mereka merasa fine-fine saja. Ini yang perlu kita ingatkan kepada masyarakat,” kata Henri. ”Selama kita menggunakan produk-produk itu, seakan kita memperbolehkan mereka mengakses data dari kita.”
Terkait 1,1 juta data pengguna Facebook dari Indonesia yang digunakan oleh Cambridge Analytica, Henri menyampaikan, pihak kementerian telah memberikan teguran lisan. Mereka juga telah bertemu dengan perwakilan dari Facebook. Saat ini, mereka sedang meminta penjelasan kepada Facebook terkait kasus kebocoran data tersebut.
”Mereka mengakui kesalahan karena tidak mampu melakukan cyber security secara baik. Mereka meminta maaf dan berkomitmen untuk memperbaiki, sekaligus melakukan investigasi dan mengaudit data pribadi,” kata Henri.