Makin Berumur, Makin Jadi
Sambil terus dibolak-balik, perlahan permukaan daging mulai berubah warna jadi mengilap kecoklatan. Lapisan lemak pada daging juga tampak seolah mendidih dengan letupan-letupan kecil, meleleh menghasilkan tetesan-tetesan minyak yang membasahi seluruh permukaan daging. Bau harum khas daging terbakar pun memancing liur.
Sambil terus memanggang, Chef Lim menerangkan kepada para tamunya. Dia menyarankan lebih baik daging dipanggang hingga tingkat kematangan setengah matang (medium rare). Jika cocok, setelah diiris-iris, tamu boleh langsung menikmatinya dengan mencocolkan sedikit garam kristal yang tersedia lengkap dalam enam pilihan rasa di atas meja.
Benar saja. Begitu disuap ke dalam mulut, potongan daging itu menghantarkan kegembiraan luar biasa. Empuk sudah pasti, dengan tekstur lebih kenyal daripada steak biasa, dan tendangan rasa gurih yang begitu legit. Padahal, potongan pertama daging itu baru dinikmati secara polosan, tanpa cocolan garam kristal apa pun. Sungguh ini bukan steak biasa.
Daging berumur
Walau sekilas tampilannya sama seperti daging biasa, jenis daging yang disajikan di restoran AB Steak by Chef Akira Back, Jakarta, ini bukan jenis yang umum. Daging-daging sapi yang ditawarkan di restoran ini adalah jenis daging yang diproses terlebih dahulu dengan teknik ”pematangan” khusus, yang dikenal dengan istilah dry-aged.
Dengan teknik seperti itu, daging terlebih dahulu dimatang-keringkan dalam kondisi khusus, dengan suhu dan kelembaban yang dijaga dalam kurun waktu tertentu. Proses pengeringan dan pematangan sendiri berlangsung di suhu 1-2 derajat celsius, dengan tingkat kelembaban 80-85 persen, di dalam sebuah lemari pemrosesan daging dry-aged khusus (meat chamber). Pada bagian bawah lemari itu juga ditempatkan bongkahan garam jenis himalayan salt block. Garam tersebut berguna mencegah kontaminasi bakteri.
”Pada dasarnya semua jenis daging sebelum sampai ke tangan konsumen melalui proses (dry-aged) ini agar terlebih dahulu bisa melewati tahap yang namanya rigor mortis atau kaku otot. Sebelum tahap itu dilewati, daging belum bisa empuk atau juga disebut masih green meat lantaran masih keras,” ujar Corporate Chef AB Steak, Andri Dionysius.
Chef Andri menambahkan, untuk membuat daging matang kering dengan baik, dibutuhkan setidaknya waktu 21 hari. Daging juga bisa dimatang-keringkan dalam waktu lebih lama, 60 hari, 90 hari, atau bahkan 120 hari. Masing-masing bisa menghasilkan aroma, rasa, dan tingkat keempukan yang tentu saja juga berbeda.
Daging yang diolah dry-aged juga dikenal punya aroma dan rasa yang khas, berbeda dengan daging biasa (wet-aged). Di AB Steak, steakdry-aged kategori 21 hari hingga 120 hari itu juga bisa kita nikmati. Semakin berumur, rasanya makin legit, dan tentu harganya pun makin mahal.
”Aroma dan rasanya lebih cheesy. Buat mereka yang doyan keju, malah bilang ada rasa mirip dengan blue cheese. Hal itu lantaran selama proses pengeringan dalam temperatur dan tingkat kelembaban udara tertentu tadi terjadi proses kimiawi, yang mengeluarkan enzim asam amino tertentu. Salah satunya disebut glutamate, yang membuat daging terasa lebih gurih,” tutur Chef Andri.
Glutamate itu mengingatkan pada penguat rasa yang kerap ada dalam kandungan makanan atau jajanan gurih (savory), yaitu monosodium glutamate alias MSG. Dalam keju, unsur ini muncul secara alamiah dalam proses pembuatannya. Ah, mungkin saja karena itu steak dry-aged terasa gurih dan legit.
Coba 21 hari
Berbeda dengan daging biasa (wet-aged), yang cenderung lebih juicy, daging olahan dry-aged memang sedikit kesat tetapi rasanya jauh lebih gurih. Kesan kesat memang terjadi lantaran level juiciness daging semakin turun seiring makin lama daging melewati proses. Sebagai gambaran, 10 kilogram daging yang diproses dry-aged selama 120 hari berat timbangannya akan turun menjadi 6,5 kilogram.
Meski demikian, Chef Andri merekomendasikan, bagi mereka yang baru mencoba-coba, ada baiknya mencicipi terlebih dahulu daging dry-aged usia 21 hari yang relatif masih terbilang bersari seperti daging wet-aged biasa, tetapi sudah mulai mengeluarkan aroma khas dan tetap empuk.
Secara fisik tampilan daging yang telah melalui proses dry- aged bisa dengan mudah dicirikan. Pada bagian permukaan daging akan tampak berwarna gelap dan berkerak (crust) seiring lamanya penyimpanan dan pemrosesan. Selain crust, pada permukaan daging juga muncul warna putih, yang menurut Chef Andri berasal dari mold (jamur) semacam proses yang terjadi pada keju.
”Kalau dibaui aromanya mirip blue cheese. Saat diproses, daging dibiarkan apa adanya tanpa tambahan apa pun. Hanya di dalam meat chamber kami letakkan pink himalayan salt. Kalaupun diberi tambahan, ada yang disemprotkan whiskey selama periode tertentu. Biasanya penyemprotan rutin baru mulai di usia daging 21 hari dan diteruskan setiap hari hingga hari ke-60,” ujarnya.
Biasanya daging yang diproses seperti itu adalah jenis australian wagyu. Setelah disemprot, daging kemudian dibungkus kain khusus lalu ditempatkan kembali di dalam meat chamber bersuhu dan berkelembaban udara terkontrol. Mereka yang menggemari daging dry-aged jenis ini biasanya menyebut ada rasa sedikit manis setelah dipanggang, selain aroma yang khas.
Jakarta menjadi kota pertama tempat Chef Akira Back mendirikan AB Steak setelah sukses dengan jaringan restoran berkonsep fine dining, Akira Back, yang tersebar di beberapa kota besar dunia, seperti New Delhi, India, Singapura, dan Seoul. Beragam jenis daging disediakan dengan rentang harga mulai dari Rp 150.000 per 100 gramnya.