488 dan Deru Angin Itu…
Di negara-negara beriklim subtropis, salah satu kenikmatan puncak berkendara adalah dengan mobil beratap terbuka. Udara yang bersih dengan suhu yang sejuk sejuk segar dan sentuhan lembut sinar matahari, adalah teman terbaik saat kita meliuk-meliuk di jalanan dengan mobil kesayangan.
Itu sebabnya, hampir semua pabrikan mobil Eropa selalu menyediakan versi atap terbuka untuk mobil-mobilnya, terutama mobil-mobil ber-DNA sport. Varian mobil-mobil beratap terbuka ini biasanya diluncurkan menyusul versi atap tertutupnya.
Banyak nama disematkan ke mobil yang atapnya bisa dibuka ini, seperti cabriolet, convertible, targa top, sampai spider (ada juga yang menuliskan spyder).
Tak ketinggalan dalam urusan mobil beratap terbuka ini adalah pabrikan mobil sport legendaris Italia, Ferrari. Hampir seluruh model mobil sport yang dikeluarkan pabrikan berlogo kuda jingkrak ini memiliki versi atap tertutup (biasanya disebut Coupe atau Berlinetta) dan atap terbuka (diberi embel-embel Spyder, Spider, atau Aperta).
Bahkan Ferrari sampai memiliki semacam panduan penamaan varian mobil-mobil grand tourer atau GT-nya berdasarkan bentuk atap ini, yakni GTB untuk Gran Turismo Berlinetta, GTC untuk Gran Turismo Coupe, dan GTS untuk Gran Turismo Spider.
Mobil-mobil atap terbuka ini secara umum kurang cocok dikendarai di iklim tropis yang berhawa panas dan lembab, apalagi di negara berkembang macam Indonesia yang jalanannya masih dipenuhi mobil-mobil penyumbang polusi udara, seperti bus dan truk.
Namun, itu tak membuat Ferrari Jakarta selaku distributor resmi Ferrari di Indonesia menghentikan penjualan mobil-mobil spidernya di Tanah Air. Salah satu produk teranyar dengan atap terbuka ini adalah Ferrari 488 Spider yang diluncurkan akhir 2016 lalu.
Kompas mendapat kesempatan untuk mencicipi mobil beratap terbuka warna kuning itu di eks sirkuit BSD City, Kabupaten Tangerang, Banten, akhir Januari 2018.
Begitu mobil diturunkan dari truk pengangkut dan atapnya dibuka, langsung terlihat sosok Ferrari 488 yang berbeda dan lebih sexy dibanding versi atap tertutupnya. Sebagai catatan, Kompas lebih dulu mencoba versi atap tertutup ini, Ferrari 488 GTB, di kawasan Sentul City, November 2016.
Secara umum, bentuk 488 Spider masih sama dengan 488 GTB, mulai dari bonet, pintu samping, kaca spion yang unik, lubang udara dengan sirip splitter di “pinggul” belakang, hingga tampilan buritannya.
Namun, saat atap Spider dibuka secara elektronik, baru terlihat perbedaan nyata dengan GTB. Yang langsung terlihat adalah adanya dua punuk yang memanjang dari bagian belakang sandaran kepala dua tempat duduk mobil hingga ke buritan. Di antara dua “punuk” ini terdapat kaca belakang yang tegak dan bisa dinaik turunkan.
Pada Spider, ruang mesin yang berada persis di belakang tempat duduk ditutup atap yang solid. Sementara pada GTB, ruang mesin ini ditutup kaca belakang yang transparan, sehingga terlihat setiap lekuk dan otot mesin V8-nya.
Begitu tombol di kabin ditekan, keseluruhan proses membuka dan menutup atap hanya memerlukan waktu sekitar 14 detik.
Mekanisme buka tutup atap pada 488 Spider ini bisa diaktifkan saat mobil diam maupun berjalan di bawah kecepatan 40 km per jam. Begitu tombol di kabin ditekan, keseluruhan proses membuka dan menutup atap hanya memerlukan waktu sekitar 14 detik.
Saat membuka, tidak hanya atap yang melipat ke tempat penyimpanan di belakang sandaran kepala, tetapi juga kedua jendela samping dan jendela belakang.
Namun, kedua jendela samping ini bisa dinaikkan lagi secara manual saat atap sudah membuka sepenuhnya. Walau demikian sensasi mengendari sebuah Spider adalah saat atap dan kaca ini membuka sepenuhnya.
Sensasi
Sensasi sudah dimulai sejak tombol Start ditekan dan mesin V8 berkapasitas 3,9 liter (3.902 cc) menggeram. Suaranya langsung terdengar menggetarkan karena tak ada lagi sekat antara kokpit dan udara luar.
Tak ada bedanya antara mesin Spider dengan GTB, sama-sama dilengkapi turbo ganda dan mampu memuntahkan tenaga 661 HP pada putaran mesin 8.000 rpm dan torsi maksimum 760 Nm pada 3.000 rpm.
Segera masukkan transmisi dengan paddle shift di balik roda stir, dan injak dalam-dalam pedal gas. Walau dalam mode pengendaraan Sport, alias mode standar dengan seluruh sistem keselamatan aktif membatasi penyaluran tenaga mesin ke dua roda belakang, tak pelak roda tersebut sempat berdecit berputar di tempat saat gas ditekan seketika.
Mobil pun melesat tanpa buang waktu. Dan saat itu juga sensasi selanjutnya menyusul, yakni deru suara angin dan tiupan angin yang langsung mengempas di tubuh dan rambut kepala, ditingkahi geram suara mesin yang memeras adrenalin. Ini lah sensasi sebuah mobil sport atap terbuka!
Walau sinar matahari di BSD City siang itu cukup menyengat kulit, tetapi demi sebuah sensasi Ferrari Spider, tak apa lah. Apalagi kawasan eks sirkuit itu cukup sepi saat itu. Namun, tiba-tiba awan mendung yang sudah bergulung-gulung sejak pagi merapat dan rintik-rintik hujan mulai jatuh.
Inilah kendala cuaca yang tak lagi bisa dikompromi sebuah Spider. Kompas pun memperlambat kecepatan dan bergegas memencet tombol penutup atap. Seketika sebuah tingkap di belakang sandaran kepala membuka, dan atap mulai membuka ke atas menuju posisi menutup. Begitu atap terpasang kokoh, seluruh kaca jendela ikut menutup.
Kami pun berkendara dengan mode bodi berlinetta alias kabin tertutup. Suara dari luar langsung tersaring kekedapan kabin yang berkualitas tinggi, termasuk suara mesin.
Tetapi jangan khawatir, Ferrari mengerti betul makna deru suara knalpot itu bagi para pecinta mobil sport. Maka, jendela kaca di belakang kepala pun bisa terbuka saat mobil dalam mode atap tertutup. Apalagi kalau bukan demi suara mesin monster cantik ini tetap bisa dinikmati dari ruang kemudi.
Beberapa kali putaran mesin bahkan bisa dipacu hingga RPM puncak.
Cukup puas Kompas mencicipi performa Ferrari 488 Spider ini dibanding saat menjajal 488 GTB di jalur yang lebih ramai. Kondisi sepi di jalanan dekat perumahan Mozia yang penuh tikungan berbentuk S, membuat performa Spider cukup bisa dieksplorasi. Bahkan mode pengendaraan sempat dipindah ke mode Race, yang langsung berdampak pada akselerasi yang lebih spontan.
Beberapa kali putaran mesin bahkan bisa dipacu hingga RPM puncak, yang ditandai dengan menyalanya lampu-lampu peringatan putaran mesin di ujung atas roda kemudi, persis seperti mobil-mobil Formula 1.
Walau demikian, dua mode teratas, yakni CT OFF (sistem kontrol traksi dimatikan) dan ESC OFF (sistem kendali stabilitas elektronik dimatikan), tetap tak memungkinkan dicoba di jalanan umum seperti ini. Dua mode tersebut sebaiknya hanya diaktifkan saat mobil berada di sirkuit balap.
Menjelang penutupan sesi uji kendara terbatas ini, hujan turun cukup deras di BSD. Ini lah kesempatan menggeser tuas mode kendara ke posisi WET, alias posisi terendah yang memang digunakan untuk membatasi traksi demi keselamatan dalam kondisi jalan basah.
Sangat terasa bagaimana penyaluran tenaga mesin sangat dibatasi dalam mode ini. Bahkan saat pedal gas diinjak dalam-dalam, mesin hanya menderum perlahan dan akselerasi berlangsung sangat lembut. Alhasil, mengemudikan Ferrari ini tak ubahnya membawa mobil-mobil perkotaan pada umumnya, sehingga terjamin keselamatannya.
Ah, sensasi Ferrari memang lengkap!