Gueari Merebut Publik Pasar
Gueari Galeri menjadi satu di antara sekian banyak pengisi kios Pasar Modern Santa di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan. Dari situ, para fotografer ingin merebut perhatian publik untuk menceritakan banyak hal lewat fotografi. Harapannya tumbuh apresiasi yang setara terhadap pertumbuhan seni di Tanah Air.
”Selama ini, saya mempunyai mimpi punya galeri foto sendiri. Galeri ini sebagai langkah kecil mewujudkan mimpi yang lebih besar,” kata Andi Ari Setiadi (38), pendiri Gueari Galeri, Kamis (19/4/2018).
Pada 2008, Ari menyampaikan mimpi itu kepada rekannya, Caron Toshiko. Enam tahun berikutnya, mereka merealisasikan mimpi itu menjadi kenyataan. Sebuah galeri identik dengan ruang pamer. Gueari Galeri pun juga menjadi sebuah ruang pamer untuk karya-karya fotografi, terutama yang sudah dibukukan.
Ruang pamer karya seni fotografi ternyata tidak harus memakan tempat. Ini tidak seperti galeri untuk karya seni lukis yang membutuhkan ruang pajang cukup lumayan. Gueari Galeri menempati sebuah kios berukuran 2 x 3 meter persegi. Semula bahkan hanya merupakan kios lebih kecil berukuran 2 x 2 meter persegi.
”Sekarang kios lama yang 2 x 2 meter persegi itu untuk gudang,” ujar Caron. Dinamika sebuah galeri tentu kerap melibatkan keramaian publik. Keterbatasan ruang pun disiasati. Lorong pasar menjadi perluasan ruang Gueari Galeri manakala diperlukan. Seperti ketika menggelar diskusi bersama, mereka menyiasati sebuah tikungan lorong di depan kiosnya untuk ruang berkumpul. Agenda seperti itu selalu dimulai pada sore hingga malam hari.
Pagi hingga sore tidak dimungkinkan karena banyak pemilik kios yang menjalankan usaha. Ketika diskusi diselenggarakan Gueari Galeri, sebuah pintu kios lain yang tutup dimanfaatkan untuk layar proyektor.
”Kalau ada diskusi dan pemutaran gambar dengan proyektor, kami duduk dan berkumpul di lorong ini,” ujar Ari. Lorong yang dimaksud Ari itu cukup lengang. Lorong itu merupakan titik percabangan dengan sudut yang meruncing sehingga terdapat ruang terbuka yang cukup luas.
Dengan perjanjian
Gueari Galeri memiliki jam buka tetap hanya pada hari Jumat dan Sabtu, mulai pukul 18.00 sampai 22.00. Pada hari lainnya, Gueari Galeri buka atas perjanjian atau ada agenda bersama seperti diskusi dan program-program lainnya.
”Praktiknya ketika buka pada hari Jumat dan Sabtu itu bisa sampai larut malam atau hingga dini hari. Kami banyak berdiskusi tentang karya seni foto,” kata Caron. Caron sendiri lulusan Jurusan Psikologi Universitas Pelita Harapan, Jakarta. Saat ini, ia tengah menyelesaikan tesis untuk jenjang S-2 Psikologi Sosial Kesehatan di Universitas Katolik Atma Jaya.
Selain mendampingi Ari untuk mewujudkan mimpi mendirikan galeri foto, Caron juga berkecimpung di bidang psikologi. Kegiatan fotografi ini pun erat kaitannya dengan minat psikologinya. ”Foto secara psikologi sebagai alat atau medium untuk memahami diri sendiri,” ujar Caron.
Karya-karya foto seseorang menjadi medium untuk mengenal diri sendiri. Pada akhirnya ini menunjang rasa kepercayaan diri yang mutlak dibutuhkan siapa pun untuk menjalani hidup.
Saat ini, siapa pun mudah untuk menjadi seorang fotografer. Kamera mudah dijangkau. Apalagi, kamera di telepon genggam kian berkembang maju. Dengan bentuk dan ukurannya yang kecil, kamera pada telepon genggam mampu menghasilkan karya fotografi yang lumayan.
Dengan perkembangan teknologi kamera dan dasar pemahaman foto sebagai medium untuk mengenal diri inilah Caron merancang suatu program untuk Gueari Galeri. Program untuk pertama kalinya berupa Kelas Membuat Buku Foto. Pada tahun 2014, mereka menjalankan kelas itu dengan tujuh peserta. Mentor atau pengarah program itu ada dua orang, Andi Ari Setiadi dan Oscar Motuloh.
”Program Kelas Membuat Buku Foto dengan pertemuan dua hari dalam seminggu. Ini berlangsung selama satu tahun,” ujar Caron. Materi program itu meliputi kurasi foto, tata letak, dan asistensi penggarapannya. Dari kelas itu selalu diharapkan para peserta mampu membuat buku foto. Kemudian, karya-karya yang ada di buku foto itu pun harus dipamerkan.
Untuk tahun pertama, dari tujuh peserta, ada dua peserta yang berhasil mewujudkan buku foto tersebut. Hingga saat ini, program itu terus berlanjut. ”Para peserta kelas membuat buku foto itu kami seleksi. Tidak semua calon peserta yang mengajukan diri bisa kami terima,” ujar Ari.
Angkatan pertama kelas membuat buku foto berlangsung antara 2014 dan 2015. Angkatan kedua pada tahun 2016 dengan hasil seleksi menjadi sebanyak lima peserta. Ketika itu, mentornya pun ditambah Rahmat Gunawan.
Lima peserta itu mampu menjalani program dan semuanya berhasil menerbitkan buku foto masing-masing. Angkatan ketiga dilangsungkan untuk tahun 2017-2018 dengan hasil seleksi sebanyak enam peserta. Saat ini, para peserta sudah selesai menjalankan program itu. Enam buku foto karya mereka sudah berhasil diterbitkan.
”Gueari Galeri mendorong karya para peserta program kelas membuat buku foto itu untuk diikutsertakan di berbagai festival di dalam maupun di luar negeri,” kata Caron.
Caron menunjuk salah satu festival di Penang, Malaysia, baru-baru ini yang berhasil diikuti salah satu peserta kelas membuat buku foto Gueari Galeri.
”Mengambil fotonya tidak harus dengan kamera profesional. Ada peserta yang menggunakan kamera dari telepon genggam untuk mengambil foto di penjara dan berhasil diterbitkan sebagai buku foto,” ujar Caron.
Dari program Membuat Buku Foto, Gueari Galeri di Pasar Modern Santa itu pun mengembangkannya untuk program Ngobrol Buku Foto. Bagi kaum urban, Gueari Galeri berhasil menyuguhkan alternatif kegiatan yang bermanfaat.
”Ketika kaum urban menjadi galau atau stres, itu karena tidak berhasil memahami dan menerima diri sendiri,” kata Caron. Melalui berkarya dengan fotografi, kegalauan kaum urban memiliki jalan keluar. Berkarya membuat foto bisa menjadi medium untuk mengenal diri sendiri. Melalui medium itu pula bisa untuk mengatasi rasa galau atau stres.
Menurut Caron, usaha mendirikan Gueari Galeri, meskipun sebagai langkah kecil, untuk mewujudkan mimpi besar itu, tetap membutuhkan kenekatan. Tekad kuat harus nekat. Nekat yang muncul dari keberanian setelah mampu memahami dan mengenali diri sendiri.