Nuansa Asia Dua Perancang
Bukan hanya aksesori, kain lokal, seperti tenun, songket, dan brongket, juga batik, serta bordir, menjadi bahan dasar untuk mengembangkan kreasi. Lalu, tampaklah rancangan yang benar-benar menguarkan aroma Asia.
”Dari tema tahun ini saya terinspirasi tokoh film kartun anak-anak, Mulan, yang ditonton keponakan saya. Berlatar budaya dan etnis China, sosok Mulan adalah perempuan yang menurut saya tetap lembut walau sekeras apa pun pengalaman hidupnya. Makanya, busana-busana yang saya tampilkan di sini dimulai dari warna gelap dan kemudian diakhiri dengan warna-warna cerah,” ujar Siung-Siung.
Perancang busana yang juga dikenal dengan nama Muhammad Rafan ini tampil dalam acara puncak sekaligus penutupan PFW 2018, Minggu (1/4/2018) malam, dengan 30 rancangan busana perempuan dan lima busana pria. Dia juga melibatkan dua model androgini sebagai yang mewakili sosok Mulan, yang dikisahkan menyamar sebagai pria untuk bergabung menjadi prajurit tempur menggantikan ayahnya.
Pada rancangannya kali ini Rafan dengan elegan dan cerdas menyandingkan sekaligus memadukan beragam unsur dan elemen etnis beberapa negeri di Asia dengan produk kain-kain lokal untuk kemudian menerjemahkannya menjadi busana-busana malam (evening dress) dan koktil (cocktail dress).
Tak lupa pula dia menggunakan sejumlah aksesori khas seperti tusuk konde dan gaya rambut cepol atau kepang. Dari hasil padu padan itu tak mengherankan jika Rafan keluar dengan busana ”fusi” kain songket, brongket, atau bordiran, dan batik, dalam wujud gaya busana ala gaun pengantin China, lengkap dengan hiasan kepala.
”Saya pakai songket dan brongket, dipadu dengan bahan jaguar dan bahan tembus pandang lain. Buat saya, tidak terlalu sulit memadukan semua itu. Selain menantang, saya juga sangat suka. Untuk bentuk cutting yang saya tonjolkan kebanyakan mengambil seperti baju-baju orang China zaman dahulu. Juga saya tambahkan aksesori khas China seperti tusuk konde,” ujar Rafan.
Untuk pertunjukan busana kali ini Rafan mengerjakan dan mempersiapkan ke-35 busana yang dia pamerkan itu selama dua bulan. Dalam koleksinya Rafan juga memasukkan motif kamuflase militer untuk menggambarkan dan merepresentasikan segmen di mana tokoh Mulan yang menjadi inspirasinya memutuskan masuk menjadi prajurit dan berperang.
Kain tradisional
Sementara itu, sehari sebelumnya, desainer muda berbakat Palembang lainnya, Brilianto, mengeluarkan 11 rancangan andalannya yang juga memadukan beragam bahan kain tradisional dengan desain dan aksesori bernuansa etnis negeri-negeri eksotik di Asia.
Selain China, Brilianto juga ”merekonstruksi” nuansa etnis Tibet, India, Persia, dan beberapa negeri lain yang dahulu terhubung dalam jalur perdagangan dunia ”Jalur Sutera”. Nuansa beragam etnis dunia tadi dipadupadankan menjadi busana-busana cantik nan elegan berbahan campuran kain-kain kekayaan tradisional Indonesia, seperti songket, tenunan blongsong dan tanjung, dan juga lurik.
Brilianto membayangkan beragam unsur etnis dan budaya dari banyak negeri tadi bercampur dalam sebuah Caravansary atau sebuah rumah singgah yang memang banyak terdapat di sepanjang Jalur Sutera. Di rumah singgah itu beragam pedagang asal China, Persia, India, Tibet, dan bahkan Timur Tengah bertemu, berinteraksi, dan saling bertukar barang dagangan unggulan masing-masing.
Tema ”Caravansary” itulah yang kemudian dia terjemahkan ke dalam desain-desain serta pernak-pernik aksesori yang dia tampilkan di PFW 2018 kali ini. Kesebelas koleksi Brilianto sendiri mengambil bentuk gaun malam yang glamor dan elegan dengan permainan warna-warna tua dan gelap, hitam, serta emas, ditambah pernak-pernik unik lain seperti uang koin kuno.
Walau bernuansa etnis China, Tibet, Persia, dan India, Brilianto tetap dengan tegas menampilkan kain-kain tradisional dengan beragam motif dan warna yang khas sehingga tetap terlihat menonjol.
”Aku memang menampilkan kain-kain tradisional seperti songket, tenun blongsong, dan tanjung tadi, yang aku pertegas lagi dengan menggunakan kain lurik Jawa, yang kebanyakan bermain di motif garis. Tantangannya lumayan berat, bagaimana saya harus bisa ngeblok warna, tekstur, dan motif dalam satu desain, sementara masing-masing punya filosofi dan kekhasan sendiri-sendiri,” ujar Brilianto.
Ajang PFW 2018 kali ini diikuti 30 perancang busana, kebanyakan asal Palembang, dan 90 peragawan dan peragawati. Ajang rutin tahunan ini yang telah berlangsung sejak lima tahun terakhir akan mulai dimasukkan sebagai agenda resmi pariwisata nasional di Palembang mulai tahun depan.
Pihak penyelenggara, diwakili Direktur Mal Palembang Icon Co Ing, mengatakan, ajang yang mereka selenggarakan itu sudah layak untuk disejajarkan dengan ajang-ajang pergelaran busana rutin Tanah Air lainnya, seperti Jakarta Fashion Week dan Indonesia Fashion Week.
Dia juga berharap PFW bisa menjadi semacam batu loncatan bagi para desainer asal Palembang untuk maju ke ajang sejenis lainnya dengan skala lebih besar. Selain para desainer, Co juga mengaku terkesan atas antusiasme para perajin, termasuk para perajin aksesori perhiasan, pernak-pernik busana, dan sepatu, untuk juga ikut terlibat.