Rumah Kumpul Viky Sianipar
Suasana di beranda salah satu pojokan rumah di kawasan padat permukiman Menteng Atas Selatan, Jakarta, Sabtu (14/4/2018) siang, terasa nyaman dan lega. Angin yang bertiup semilir membuat kita betah duduk berlama-lama. Di sini, biasanya keluarga besar musisi Viky Sianipar berkumpul.
Biasanya saat berkumpul mereka melewatkan waktu bersama sambil makan, berbincang, dan begadang hingga dini hari. Di teras itu disediakan beberapa set meja dan kursi. Ada pula kursi panjang yang terbuat dari satu gelondong batang pohon besar utuh. Kursi panjang bergaya naturalis itu tak dipelitur, tetapi terasa cukup nyaman dipakai duduk selonjoran.
”Biasalah kalau kumpul pada begadang. Biasanya main kartu joker karo juga, makanya di situ disediakan meja bundar dengan banyak kursi. Pokoknya area ini khusus kumpul-kumpul keluarga besar gue, biasanya setiap Tahun Baru atau Natal,” tutur Viky Sianipar, musisi beraliran world music.
Ayah Viky menjadi orang pertama dalam keluarga besar yang merantau ke Jakarta. Sejak awal rumah berdiri dan anak-anaknya masih kecil, ayah Viky biasa menampung sanak keluarga yang juga datang ke Jakarta untuk merantau. Viky mengenang, saat ia kecil, suasana rumahnya selalu ramai. Orang datang, tinggal, dan tidur berjajar seperti ikan pepes di dalam rumah.
Viky menjadi satu dari sedikit musisi yang mengusung musik tradisional tanah leluhurnya, Batak, untuk diolah dan diaransemen sehingga cocok untuk segmen pendengar modern. Dia juga menguasai beragam alat musik tradisional gondang batak yang kerap pula dia olah menjadi karya musik yang bisa diterima anak muda.
Di lahan seluas sekitar 1.100 meter persegi, yang dibeli sang ayah, Monang Sianipar, tahun 1973, tadinya berdiri satu rumah besar dihuni keluarga besar inti mereka. Sekitar tiga perempat lahan dibangun rumah dan juga kapling untuk keluarga asisten sang ayah. Setelah melalui beberapa kali perombakan, kini terdapat dua rumah utama pada satu kapling di area yang sekarang berada di kawasan padat penduduk.
Rumah pertama didiami ayah Viky yang juga pendiri perusahaan jasa kargo terkemuka Monang Sianipar Abadi (MSA) Kargo, bersama sang istri, Elly Rosalina Kusuma. Sementara rumah utama kedua didiami Viky dan istrinya, Deasy Agung Puspitasari, bersama ketiga anak mereka. Kedua rumah itu tetap terhubung di area belakang.
”Nyokap (ibu) gue, kan, masih senang bekerja mengurus rumah sendiri walau sudah sepuh begitu. Mencuci dan menyetrika sendiri. Awalnya rumah terkoneksi, tetapi sekarang terpisah menjadi rumah sendiri-sendiri. Tetapi, di bagian belakang tetap gue bikin nyambung. Jadi, setiap berangkat sekolah anak-anak bisa mampir dulu ke rumah opung-nya,” ujar Viky.
Jaga orangtua
Untuk tetap menyambungkan rumah yang terpisah dan berbeda akses masuk di bagian depan itu, Viky punya solusi. Area menjemur pakaian untuk dua keluarga dia satukan di belakang rumahnya. Dengan begitu, interaksi bisa terus terjadi.
Dalam adat Batak, tambah Viky, orangtua akan tinggal bersama keluarga anak sulung mereka. Rumah tempat tinggal itu nantinya akan diwariskan menjadi milik si sulung dengan syarat si anak sulung harus merawat orangtuanya.
Walau Viky sendiri bungsu dari empat bersaudara, dirinya mengaku mendapat kehormatan untuk menjalankan kewajiban itu dari kakak-kakaknya. Viky pun senang lantaran memang sejak kecil ia terbiasa tinggal bersama kedua orangtuanya. Tinggal berdekatan dengan orangtua juga membuatnya selalu berada dalam suasana hangat keluarga besar.
Udara dan cahaya
Sebagai seorang komposer yang juga arranger musik, Viky terbiasa bekerja dengan terlebih dahulu menetapkan tujuan. Dari tujuan itu baru nantinya dia mencari cara untuk mencapainya. Konsep manajemen seperti itu dia terapkan dalam hal apa pun, termasuk saat membangun dan menata rumah idamannya sekarang.
Buat Viky, sirkulasi udara dan cahaya sangatlah penting bagi sebuah rumah. Udara yang mengalir dengan bagus serta cahaya yang cukup akan membuat rumah menjadi sehat untuk dihuni. Oleh karena itulah, dia memastikan setiap ruangan, terutama kamar tidur, punya jendela besar menghadap ke luar rumah. Dengan begitu, udara dan cahaya bisa leluasa masuk.
Akan tetapi, Viky juga sadar dengan kondisi cuaca dan kelembaban udara yang tinggi terutama di Jakarta. Untuk mengakali agar sirkulasi udara tetap bisa terjaga, dia menempatkan dan memasang sejumlah kipas angin besar di langit-langit beberapa ruangan utama tempat anggota keluarganya kerap berkumpul.
Beberapa kipas angin dipasang di ruang tamu, ruang menonton keluarga di kedua lantai, dan juga di area teras atas rumah yang berbentuk balkon luas terbuka. Jika udara terasa panas dan gerah, walau jendela kamar sudah dibuka, kipas angin akan dinyalakan agar udara tetap bisa mengalir dan suasana terasa sedikit lebih sejuk.
Secara garis besar Viky menyebut rumahnya bergaya klasik dengan seluruh lantai terbuat dari marmer dan warna putih dan pastel lembut mendominasi seluruh dinding rumah. Bagi Viky, rumah seperti tren era 1980-an seperti itu jauh lebih awet dan everlasting serta cocok dengan furnitur jenis atau gaya apa pun, termasuk perangkat rumah tangga elektronik berteknologi terbaru sekalipun.
Untuk lantai marmer seluruh rumahnya, Viky sengaja mencari dan membeli langsung dari pabrik marmer supaya bisa mendapat harga sangat miring. Dia bahkan memilih dan mengangkut sendiri lempengan-lempengan lantai marmer tadi. Walau yang dibeli bukan marmer kualitas terbaik, Viky tak terlalu mempermasalahkan.
”Gue suka lantai marmer karena bisa bikin suasana rumah jadi terasa lebih adem dan juga terkesan mewah. Waktu beli marmer-marmer ini gue tawar supaya bisa dapat yang lebih murah. Gue datang ke pabriknya dan disuruh pilih dan angkut sendiri,” ujar Viky sambil tertawa.
Viky juga merancang dan membangun lantai atas rumahnya menjadi area nyaman khusus untuk dirinya, istri, dan ketiga anak mereka. Selain kamar-kamar tidur yang lapang dan bersirkulasi udara serta cahaya yang baik, Viky juga membangun ruang keluarga dan menonton di lantai dua sebagai area yang memang bisa membuat mereka betah berkumpul berlama-lama setiap ada waktu bersama.
Di ruang menonton TV lantai atas Viky menempatkan satu set sofa besar yang nyaman serta tak lupa seperangkat televisi cekung layar lebar berteknologi terbaru, yang dilengkapi pula dengan sistem tata suara dan home theatre. Di ruangan ini Viky dan anak-anak biasa berkumpul, baik untuk sekadar bercengkerama maupun membantu mereka belajar dan mengerjakan pekerjaan rumah.
Selain itu, ada satu area lain yang menurut Viky juga menjadi tempat favorit keluarganya. Area itu berbentuk teras atas rumah yang sebagian besar terbuka berbentuk balkon. Area ini tampak asri lantaran Viky menempatkan pot-pot tanaman hias.
Pemandangan dari atas balkon itu juga menjadi sangat indah lantaran dari posisi itu orang dapat melihat bagian atas pohon kamboja yang ditanam di halaman rumah di bawahnya, apalagi dengan bunga-bunganya yang sedang bermekaran.
”Kalau malam, di atas jam sepuluh (pukul 22.00), pemandangan dari sini bagus banget karena kita bisa lihat gedung-gedung apartemen dan perkantoran yang tinggi-tinggi dari kejauhan,” ujarnya.
Di area ini Viky sesekali menggelar acara makan bersama, juga barbeque, dengan mengundang anggota keluarga atau teman-teman dekat keluarga mereka. Area berkumpul itu seolah difungsikan untuk ikut menjaga kehangatan keluarga besar.