Perhiasanku, Keunikanku
Orang yang mengenalnya senantiasa mengingat Mien Uno sebagai sosok yang selalu rapi dan apik dalam berdandan. Aksesori dan perhiasan menjadi kekhasan Mien yang mudah dikenang orang. Setelah puluhan tahun mengoleksi perhiasan, Mien berbagi inspirasi melalui bukunya, ”Perhiasanku”. Di dalamnya, kita bisa mengintip desain-desain perhiasannya yang unik dan berkarakter.
Sejak 1950-an, Mien mulai mengoleksi perhiasan. Banyak dari koleksinya itu bukanlah membeli jadi, tetapi ia rancang sendiri untuk lalu dieksekusi oleh perajin perhiasan. Saat tengah melancong ke luar negeri, misalnya, di negara setempat Mien selalu berusaha singgah di pasar loak. Di sanalah, ia berburu aneka bebatuan yang bisa menjadi material perhiasan. Salah satunya saat berkunjung ke Moskow, Rusia, 15 tahun yang lalu. Di kawasan terkenal Izmailovo, Mien menemukan batu-batu amber yang indah yang kemudian ia jadikan satu set perhiasan yang apik.
”Izmailovo itu tempat banyak seniman lokal yang menjual karya-karyanya; dan barang-barang bekas di sana enggak sembarangan. Saya suka karena biasanya barang-barang tersebut punya nilai sejarah tersendiri,” tutur Mien.
Yang juga menarik, Mien biasanya mempertahankan bentuk asli dari bebatuan permata yang dibelinya itu. Dengan begitu, perhiasan yang dirancangnya menyesuaikan dengan bentuk asli batu-batu tersebut. Apa yang diberikan alam punya estetikanya tersendiri, saya biarkan demikian adanya karena pasti unik. Tinggal pandai-pandainya kita yang menyusunnya menjadi seperti apa,” kata Mien.
Contoh penting, misalnya, batu mutiara alami selama ini yang dipuja-puja adalah butiran yang mulus dan tak bercacat. Padahal, butir-butir mutiara alami yang tak mulus, bentuknya tak beraturan, atau kerap disebut mutiara barok, punya nilai estetiknya sendiri. Mien tak ragu memuliakan butiran-butiran mutiara barok ini misalnya menjadi seuntai kalung yang terlihat keren dan berkarakter. Baginya, apa pun bisa menjadi estetis jika kita pandai memadukannya menjadi perwujudan baru dalam proporsi yang apik.
Mutiara barok seperti yang sudah digemari Mien sejak lama, belakangan ini baru diapresiasi para penggemar perhiasan. Justru bentuknya yang tak beraturan itulah yang menjadi keunikan yang bernilai estetik. Sesuatu bisa menjadi indah tak melulu karena kesempurnaan bentuknya. Cara pandang ini mirip dengan salah satu filosofi keindahan ala Jepang, yaitu kintsukuroi, yaitu memperbaiki benda-benda yang (dianggap) rusak dengan tetap memperlihatkan bekas rusaknya. Cara pandang ini melihat kerusakan atau kecacatan suatu benda sebagai bagian sejarah dari benda tersebut, yang tak perlu disembunyikan.
Serba serangga
Mien juga tak melulu merancang sendiri perhiasannya. Ia juga kerap mengoleksi perhiasan jadi, sekalipun dibeli di pasar loak, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Namun, perhiasan-perhiasan jadi yang menarik perhatiannya biasanya yang tergolong antik atau bentuknya cukup unik dan masuk dalam kategori tema perhiasan yang digemarinya. Perhiasannya yang tergolong antik kadang juga berasal dari zaman kerajaan kuno di Indonesia. Misalnya saja kalung emas ukuran besar dari abad-19 yang diperolehnya dari kerabat bangsawan dari sebuah kesultanan di Kalimantan Barat.
”Kalau yang perhiasan kuno atau antik, bentuknya tidak akan saya ubah-ubah lagi. Dibiarkan begitu saja, kadang malah sengaja tidak saya gosok,” kata Mien.
Sementara, untuk perhiasan-perhiasan jadi yang sudi ia beli, yaitu jika memenuhi tema tertentu, misalnya bros bertema serangga. Mien mengumpulkan aneka bros berbentuk kupu-kupu dan capung, misalnya. Berbahan utama emas dengan hiasan aneka bebatuan permata.
”Pokoknya perhiasan yang bisa menarik perhatian saya yang unik dan tidak pasaran. Dengan begitu, kita tampil beda dan sesuai dengan kepribadian kita,” kata Mien.
Berani tampil beda, buat Mien, penting artinya. Sikap demikian mencerminkan kematangan dan kepercayaan diri. Oleh karena itu, dalam soal perhiasan, Mien sejak lama berani keluar dari pakem desain yang diadopsi banyak orang.
Misalnya saja, sudah sejak sebelum menjadi tren, Mien berani merancang perhiasan dalam susunan yang tidak simetris. Contohnya perhiasan jenis kalung, yang terangkai dari butiran batu-batuan yang serupa, di salah satu sisi, ia menyisipkan sebongkah material lain yang berukuran besar dan berbahan berbeda. Material tersebut tidak dimaksudkan sebagai liontin, tetapi misalnya diposisikan di sisi kiri
dada saat dikenakan. Penambahan aksen demikian membuat kalung memberi pernyataan tersendiri dalam penampilan seseorang.
”Enggak usah mengikuti pakem yang sudah ada, kita harus tampil beda, tetapi tetap sedap dipandang dan terutama cocok dengan diri kita. Apa yang cocok di orang lain, belum tentu cocok untuk kita. Karena itu, mengenali diri sendiri menjadi penting,” tutur Mien.
Padu padan
Perhiasan, bagi Mien, adalah instrumen cukup penting yang dapat memperlihatkan kualitas diri seseorang. Perhiasan mampu memperkuat imaji total penampilan keseluruhan dari seseorang. Oleh karena itu, mengenakannya secara tepat akan memberi pengaruh signifikan. Sementara, ketika perhiasan dikenakan dengan tidak tepat, juga berpotensi mengganggu penampilan keseluruhan tersebut.
”Pak Uno (suami Mien) adalah orang pertama yang selalu menjadi pemberi masukan ketika saya mengenakan perhiasan. Kalau kata dia enggak oke, saya enggak jadi pakai,” kata Mien tersenyum.
Salah satu trik mengenakan perhiasan bagi Mien adalah padu padan yang tepat. Soal ini juga turut dibahasnya di dalam bukunya, Perhiasan. Salah satunya, Mien kerap justru tidak mengenakan satu set perhiasan secara sekaligus. Ia bisa memadukannya dengan elemen perhiasan dari koleksi set yang berbeda. Tidak perlu seragam, tetapi tetap terlihat harmonis. Ini seperti prinsip padu padan busana juga. Misalnya, memakai kalung manik dengan gelang perak atau memakai tumpukan kalung emas perak. Bagi Mien, justru dengan padu padan, penampilan perhiasan terlihat lebih personal, mencerminkan karakter pemakainya.
Latar belakangnya membuat buku Perhiasan itu menurut Mien tak terlepas dari peran suaminya juga yang mengusulkan agar Mien menyusun katalog untuk koleksi perhiasannya sehingga mudah dicari saat akan dikenakan. Tidak bingung mencari-
cari. Koleksi bros, kalung, giwang, anting, gelang, cincin, masing-masing dimuat dalam buku katalog. Dari situlah kemudian Mien tergerak membuat buku Perhiasan untuk berbagi inspirasi kepada sesama penggemar perhiasan.
Jika ditanya perhiasan apa yang paling disayanginya, Mien spontan akan menjawab, yaitu peniti kebaya peninggalan ibundanya. Peniti emas berantai bersusun tiga itu berukuran mungil dan sederhana, tetapi manis. Mien mengaku kerap mengenakannya di momen istimewa. Peniti tersebut pun tak melulu dikenakan untuk menutup bukaan kebaya, tetapi juga dapat dikenakannya sebagai bros. Tak hanya desain perhiasan yang ia perlakukan di luar pakem, dalam mengenakannya pun Mien seolah selalu menemukan cara kreatif.
Menurut Mien, perhiasan tak hanya berfungsi sebagai penghias tubuh untuk menambah kepercayaan diri ataupun untuk tujuan meningkatkan status sosial semata. Perhiasan baginya menjadi salah satu medium untuk mengekspresikan kepribadian. Perhiasan juga menjadi pendamping busana yang bisa membantu menegaskan penampilan seseorang, memberi pernyataan. Mien pun lebih senang jika perhiasannya dipuji karena keunikannya, bukan harganya. Sebab, unik sama sekali tak harus mahal.
Kegandrungannya pada perhiasan tak lain terinspirasi dari ibundanya sendiri yang penampilannya selalu terlihat apik menawan dengan kebaya dan aneka perhiasannya.