Tentang Rasa Indonesia dan Makanan yang Merekatkan Manusia
Oleh
·2 menit baca
Salah satu empu kuliner Indonesia, William Wongso, meluncurkan bukunya, Cita Rasa Indonesia: Ekspedisi Kuliner William Wongso, pekan lalu di Jakarta. Buku ini sebelumnya diluncurkan dalam bahasa Inggris berjudul Flavors of Indonesia. Buku versi bahasa Inggris itu tahun 2017 lalu menerima penghargaan best cookbook of the year dalam ajang bergengsi Gourmand World Cookbook Awards. Ini semacam penghargaan Oscar untuk buku resep di dunia.
Buku ini, selain memuat resep, juga menghadirkan makanan dalam konteks diplomasi antarnegara dan manusia lewat khazanah makanan Indonesia. Makanan yang mengantar kita pada perjumpaan antarsuku dan bangsa dalam kehidupan sehari-hari di kancah global. Sayangnya, makanan Indonesia belum terlalu dikenal di panggung global. Pengenalan orang asing soal masakan Indonesia masih seputar nasi goreng, gado-gado, sate, dan rendang. Padahal, di luar yang itu-itu melulu, masih banyak sekali ragam yang bisa diperkenalkan di panggung kuliner dunia.
Buku ini asyik untuk disimak karena memperkenalkan pembaca kepada kekhasan dan karakteristik tiap daerah di Indonesia secara lebih mendalam melalui ragam makanannya. William membawa pembaca dari sisi barat Indonesia hingga Indonesia timur dengan segala pesonanya yang terpendam.
William dalam bukunya mengingatkan kita betapa makanan tak hanya sekadar pemuas selera lidah atau pemuas lapar, tetapi juga sebenarnya adalah medium diplomasi tertua di dunia yang merekatkan manusia-manusia dengan segala kemajemukannya.
Selain menu-menu istana dalam perjamuan kenegaraan, buku Cita Rasa Indonesia ini mengulas juga makanan rakyat Indonesia yang mengingatkan kita pada kebab turki di Berlin, Jerman, kios makanan China di Sidney, Australia, hingga gerobak churros, penganan khas Spanyol, di New York, Amerika Serikat.
Lewat makanan Indonesia yang diulas dalam buku ini pula kita dapat melacak kemegahan agama, arsitektural, dan kuliner ningrat Jawa, seperti dalam masakan-masakan istana. Begitu pula dengan rempah-rempah kuno yang masih bisa dilacak di pasar-pasar tradisional di Sumatera.
”Bisa dibilang ini dokumentasi perjalanan kuliner saya selama 35 tahun di Indonesia,” kata William. (SF)