Lapis-lapis Bahagia
Di usia berkarya yang masuk tahun ke-36, perancang busana, Biyan Wanaatmadja, setidaknya membuktikan satu hal. Konsistensinya dalam berkreasi melalui dua label yang dibangunnya.
Setiap tahun ia juga rutin menggelar pergelaran busana tunggal. Kali ini, lebih dari 100 busana ditampilkan dalam suasana yang menghadirkan perasaan ringan, kalem, tetapi tetap terasa ceria.
Sebanyak 109 busana dari label Biyan dihadirkan dalam pergelaran busana yang berlangsung di The Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (22/5/2018) malam. Ketika mengembangkan koleksi ini, Biyan sedang dalam suasana hati ingin berbagi sesuatu yang membuat bahagia, terasa ringan, polos (innocent), dan penuh cinta.
”Ini message yang saya dan tim ingin sampaikan. Di tengah situasi dunia sekarang, dengan segala tumpang-tindihnya. Let\'s make something beautiful. Let\'s do something yang membuat kita merasa happy, lega, haah,” kata Biyan sambil mengembuskan napas.
Nuansa ringan ia wujudkan melalui pemilihan bahan-bahan, seperti lace dan tulle dengan berbagai macam tekstur dan motif, mulai dari yang polos hingga berterakan motif. Berat material juga dipilih dari yang ringan hingga yang sangat ringan. Saking ringannya, beberapa bahan ini ketika ditumpuk dalam beberapa lapis tetap terlihat seperti melayang.
Biyan juga menabrakkan motif dan tekstur, misalnya, tekstur yang halus dengan yang cukup ”berat”. Motif polos dengan yang bergambarkan sesuatu. Selain pada busana, gaya ”tabrakan” ini juga diterapkan melalui styling pemakaian busana. Misalnya, sebuah gaun dari lace bermotif bunga dengan warna sama dilapisi dengan gaun dari bahan tulle yang bagian depannya dihias dengan bordir bermotif bunga dan bangau. Masing-masing busana ini bisa dipakai sendiri-sendiri atau ditumpuk seperti tadi atau dipadukan dengan busana lainnya.
Contoh lainnya adalah gaun dari bahan lace berwarna beige dengan motif bunga berwarna sama dilapisi dengan luaran dari bahan jala berwarna emas dengan kantong-kantong besar di bagian samping kanan dan kiri. Sebagai detail adalah potongan bunga-bunga dari bahan lace yang kemudian dihiasi dengan payet lalu ditempelkan pada bahan jala tadi.
Motif bunga-bungaan, seperti mawar tampak mendominasi. Motif ini dihasilkan dari teknik cetak digital, bordir, ataupun sulam. Motif lain yang juga muncul adalah bangau dan ayam. Seperti biasanya ciri khas Biyan, aplikasi payet, manik-manik, hingga batu-batuan kristal menghiasi baju-bajunya kali ini, meskipun dalam ukuran kecil dan tidak mencolok untuk mempertahankan kesan ringan. Detail ini dipadu dengan makram dan patchwork. ”Tampilan visual ini bak diambilkan dari ensiklopedia tua,” kata Biyan yang gemar pergi ke museum.
Inspirasi dari museum
Setiap kali singgah di suatu kota, baik di dalam maupun luar negeri, Biyan berupaya menyempatkan diri untuk datang ke museum yang ada di kota itu. Museum baginya merupakan pusat inspirasi. Tentu saja, koleksi yang meliputi karya seni, kerajinan tangan, mode, dan benda-benda bersejarah yang menjadi pusat minatnya, menjadi pertimbangan utama untuk datang. Museum yang merekam peradaban manusia dari masa ke masa mempesona Biyan. Ketelatenan, ketelitian, dan hasrat jiwa yang tercurah lewat koleksi museum menstimulasi kreativitas Biyan. ”It\'s like a feast for the soul selain it\'s fun to get lost in the museum,” ujar Biyan.
Salah satu sumber inspirasinya kali ini adalah pelukis potret asal Rusia dari abad ke-19, Ivan Kuzmich Makarov. Lukisan-lukisan potret perempuan berbalut baju bergaya Victoria dengan bahan-bahan tipis dan ringan persis merepresentasikan keinginan Biyan akan koleksinya kali ini. Model baby doll, jaket dan mantel pria, serta detail dari baju militer tua juga menjadi sumber inspirasinya. Siluet klasik atau kebesaran (oversize) dalam palet warna-warna pastel, netral, atau sedikit kuat, seperti merah tua, hijau, biru, dan hitam menjadi perwujudan imajinasi Biyan atas karya terbarunya ini.
Biyan mengaku melakukan cukup banyak percobaan dengan material yang dipakai untuk mendapatkan kesan yang ia inginkan, misalnya, agar bahan baju bisa terlihat transparan, tetapi tetap terkesan ringan. Hampir semua busana ditampilkan dalam bentuk lapis demi lapis, baik dalam bentuk paket busana maupun gaya pemakaian yang ditumpuk, mulai dari dua hingga lima lapis.
Ia juga banyak menggunakan teknik unfinished pada tepian bajunya. Selain untuk menciptakan tekstur khusus, bagi Biyan, hasil unfinished yang tidak sempurna ini melambangkan hidup seperti apa adanya. ”It\'s more natural. Ini menceritakan bahwa tidak ada yang sempurna dalam hidup,” kata Biyan.
Rutinitas
Dengan perjalanan kreativitasnya yang terbilang panjang, Biyan mengaku sesekali merasa capai dan jenuh. Namun, sebagai rasa syukurnya atas kesempatan mengeksplorasi talentanya sejauh ini, Biyan mengejawantahkannya dengan terus berkarya. Rasa tanggung jawab karena bisnisnya juga melibatkan banyak orang semakin memotivasinya untuk tetap berkreasi. Kombinasi antara rasa syukur, hasrat jiwa, dan rasa tanggung jawab inilah yang mendorongnya untuk tetap konsisten melahirkan karya baru setiap tahunnya.
”Kalau capai, ya, istirahat dulu, ngopi-ngopi manja,” ujarnya tertawa.
”Ini bukan lagi melulu tentang saya. Saya punya tim loyal yang juga mencurahkan cinta dan dedikasi mereka. Saya tidak mungkin melakukan ini sendirian. Jadi, saya merasa bersyukur sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka dan mereka juga menjadi bagian dari kehidupan saya,” katanya.
Saat ini, Biyan memiliki 400-an pegawai dengan 15 di antaranya merupakan tim kreatif yang sebagian besar merupakan anak muda. Mereka bagaikan vitamin bagi Biyan untuk tetap merasa muda dan mampu mengikuti perkembangan zaman. Tim ini membantu Biyan mengembangkan label busananya, Biyan, serta Studio 133 di lini siap pakai. Nama 133 pada Studio 133 diambil dari nomor rumah di Surabaya yang digunakan sebagai bengkel kerja sejak awal kariernya dan dipertahankan hingga kini.
Biyan yang memulai karier dari Surabaya adalah sosok yang menghargai sejarah. Sejarah kariernya akan terus tertera sepanjang konsistensinya dalam berkarya.