Rumah Yori Antar, Rumah Modern Rasa Nusantara
Hidup di negeri tropis adalah anugerah. Dalam alam yang berlimpah pesona, manusia selayaknya menyatu dengan lingkungan. Saat kemarau mendera dan hujan tak bersahabat, pohon dan kicau burung senantiasa menjaga kita tetap nyaman.
Itulah perasaan yang membuncah saat berkunjung ke rumah arsitek Yori Antar (56). Sabtu (19/5/2018) pagi, seorang penjaga rumahnya membukakan pagar dan mempersilakan masuk. Dari balik gerbang pagar, terhamparlah tanaman pakis dan keladi merambati sepanjang dinding pagar hingga dinding luar rumah itu. Kehijauan asri yang menyejukkan mata.
Di antara dahan dan dedaunan yang mengisi taman vertikal itu, hinggap burung-burung kecil. Mereka bersahut-sahutan nyaring. Kicauannya terdengar merdu di telinga.
Suara-suara bising kendaraan yang hilir mudik melintasi jalanan di depan rumah itu pun teredam. Seolah-olah diri ini sedang berada di tengah hutan.
Tak lama, sang tuan rumah membuka pintu depan, lalu mengajak masuk. Dari pintu utama, kami melintasi sepanjang lorong rumah yang terhubung hingga bagian belakang.
Sampailah kami di teras belakang. Yori menggeser lebar-lebar pintu kacanya dan selanjutnya mempersilakan tamunya duduk.
Teras itu dibentengi taman hijau yang menyambung dari sisi samping hingga belakang rumah. Di sepanjang taman yang membentuk huruf L itu berdiri tegak sejumlah jenis tanaman, mulai dari pisang kipas, pohon pulai, kamboja, hingga kelapa kuning. Dinding pagar belakang juga dipenuhi pakis-pakisan dan keladi.
Di bagian samping, ada jalan setapak yang terhubung dengan halaman depan. Sepanjang jalur itu tegak berjejeran pohon-pohon jati mas. ”Dulu semua tanaman ini masih kecil-kecil. Sekarang semua sudah tinggi-tinggi. Jadi mirip hutan,” ujar lelaki bernama lengkap Gregorius Antar Awal itu sembari tersenyum.
Sebagaimana tinggal di dalam rimba, udara pun terasa lebih segar.
Sebagaimana tinggal di dalam rimba, udara pun terasa lebih segar. Bagian dalam rumah tak lagi memerlukan pendingin ruangan. Sebab, seluruh penjuru telah dibentengi tanaman hijau penghasil oksigen. Angin sepoi-sepoi acap kali membelai tubuh.
Menurut Yori, ketika musim hujan, angin yang bertiup kencang takkan langsung menerpa rumah itu. Seluruh tanaman menjaga para penghuni tetap aman.
Rumah tropis
Sang arsitek sekaligus pemilik rumah sadar betul akan besarnya kebutuhan untuk menyatu dengan alam. Tinggal di negeri yang hanya dilalui dua musim, disinari mentari dan dibasuh air hujan—minus salju—sangat memungkinkan terbangunnya konsep rumah seperti itu. Rumah perlu lebih terbuka sehingga cahaya dan angin bebas menerabas masuk.
Sehari-hari Yori terbiasa membuka pintu teras lebar-lebar. Ruangan pun menjadi tidak pengap, melainkan sejuk. ”Tinggal di negeri tropis membuat kita jadi manusia outdoor, menyatu dengan lingkungan luar. Interaksi dengan alam pun lebih besar,” katanya.
Meskipun berkantor tak jauh dari rumah, yakni di Galeri Han Awal and Partners, yang berjarak hanya 30 meter, Yori sering kali lebih senang mengajak klien dan rekan bisnisnya berdiskusi di belakang rumah. Suasananya terkesan santai dan bersahabat. Suasana itu memungkinkan lebih banyak ide dan kreativitas muncul.
Petualangan
Kuatnya interaksi dengan alam ia dapati sepanjang petualangannya berkeliling Nusantara. Dari ujung Sumatera hingga Papua, Yori kerap menemukan rumah-rumah warga menyatu dengan alam. Mereka pun akrab. Saling berinteraksi satu sama lain. Membangun rumah dan menyelesaikan beragam kegiatan pun diwarnai dengan gotong royong.
Dari petualangan itu, ia temui rumah gadang memiliki banyak jendela. Sementara rumah-rumah di Papua, honai, hanya berisi sebuah ruangan lapang untuk tempat beristirahat. Pada siang hari, segala aktivitas lebih banyak berlangsung di luar rumah. Bahkan, kegiatan masak-memasak pun dilakukan warga di luar rumah.
Selain gemar bertualang, Yori selalu mengabadikan keindahan arsitektural bangunan-bangunan adat di berbagai daerah. Namun, kunjungan ke Desa Adat Waerebo, Nusa Tenggara Timur, tahun 2008 menjadi titik balik bagi kehidupan Yori.
Mendapati rumah-rumah adat nan indah itu dalam kondisi rusak dan terancam punah, Yori merasa seperti dokter yang bertemu pasien. Masyarakat berharap rumah-rumah adat diperbaiki, tetapi mereka terhadang pembiayaan.
Bahkan, untuk mendapatkan bahan baku kayu untuk membangun rumah tidaklah mudah sejak desa mereka dinyatakan masuk sebagai kawasan hutan lindung. Menebang pohon sebatang saja sama artinya menjadi pencuri kayu. ”Saat itu saya tidak tenang. Ucapan kepala adat terngiang-ngiang di kepala,” ujarnya mengenang.
Kembali ke Jakarta, Yori segera menggalang dana. Akhirnya, terwujudlah pembangunan rumah adat Waerebo. Pembangunan itu, uniknya, berlangsung dalam suasana penuh gotong royong dan sarat ritual adat. Ketika alam memberi restu, akhirnya pembangunan berjalan lancar.
Ketika alam memberi restu, akhirnya pembangunan berjalan lancar.
Desa yang semula tak dikenal di negerinya sendiri kini menjadi salah satu simbol pariwisata budaya. Dampaknya adalah kunjungan wisatawan yang meningkat. Semula desa itu hanya disinggahi 70 orang per tahun, kebanyakan adalah turis mancanegara. Kini, tingkat kunjungan wisata ke desa itu menjadi 8.000-an orang per tahun.
Sejak itu pula sudah delapan desa adat dibangun Yori dan timnya. Dana pembangunan berasal hasil donasi para relawan. Desa-desa yang dibangun tersebar di sekitar Toba, Sumatera Utara, perkampungan rumah gadang di Sumatera Barat. Ada juga di Labuan Bajo, NTT, hingga desa adat Soroba di Lembah Baliem, Papua.
Revitalisasi rumah-rumah adat, katanya, hanyalah pintu masuk. Sebab, di dalamnya ada harta karun yang luar biasa, yakni kekayaan budaya. ”Seluruh Indonesia perlu mengambil manfaat dari kekayaan ini,” ucapnya.
Tak terasa sudah 3 jam lebih kami bercerita. Awalnya, kami mengobrol di teras, lalu beranjak ke atas. Yori menunjukkan kamar tidurnya. Kamar itu saling terhubung dengan dua kamar lain yang dihuni si sulung Gabriel Orion Antar dan adiknya, Mikhael Antar Awal.
Lalu, kami turun lagi ke bawah. Ia membawa kami mengagumi beragam miniatur dan karya arsitektur dari berbagai daerah. Rumah modern yang menyatu dengan alam ini berwarna multikultur. Rumah modern yang bercita rasa Nusantara.