Gorengan Tanpa Dosa
Apa? Gorengan? Tenang, ini bukan sembarang gorengan yang bikin bibir jadi tambang minyak, berkilat-kilat bergelimang dosa berupa residu minyak. Ini agemono, gorengan ala Jepang yang segala sesuatunya dipikirkan begitu rupa.
Di tengah kegandrungan orang saat ini akan berbagai macam diet sehat, gorengan nyaris bagai khuldi, buah terlarang di surga, yang begitu menggoda, tetapi tak boleh dinikmati. Padahal, dia sebagaimana ”kodrat”nya, selalu setia menjanjikan kenikmatan.
Unsur dosa dari gorengan sebenarnya bisa diantisipasi. Dari khazanah kuliner Jepang, kita bisa sedikit belajar membuat gorengan yang minim dosa. Seperti apa trik menyiasati dosa gorengan, Chef Hori Ikuo, juru masak di Kedutaan Besar Jepang di Indonesia, memberi bocoran yang menyenangkan.
Dalam acara promosi kuliner Jepang di kediaman Duta Besar Jepang untuk Indonesia Masafumi Ishi di Jakarta, beberapa waktu lalu, Chef Hori menyiapkan sedikitnya delapan macam gorengan dengan berbagai macam bahan pangan.
Sebelum mulai memasak, Chef Hori bercerita sedikit riwayat gorengan dalam kultur kuliner Jepang. Seperti juga kita, Chef Hori tak ragu menegaskan bahwa orang Jepang juga doyan makan gorengan. Makanan gorengan atau cara mengolah makanan dengan digoreng diyakini awalnya dibawa ke Jepang oleh orang Portugis dan Belanda, 300-400 tahun lalu.
Dalam sejarahnya, bersamaan dengan masuknya minyak goreng di Jepang, sejumlah komoditas penting lainnya juga turut ”diimpor” ke Jepang. Mulai dari persenjataan, bubuk mesiu, dan beragam bentuk teknologi lainnya. Pada periode masa yang sama pula, diyakini agama Katolik juga masuk dan disebarkan di negeri para shogun itu.
Begitulah sebuah jenis makanan pun bisa menyimpan konteks kisah ketika perlahan-lahan menjadi bagian dari identitas budaya suatu bangsa. Masyarakat Jepang pun kemudian mengadopsi penganan yang diolah dengan digoreng. Lantas, kita juga warga dunia mengakrabi apa yang disebut tempura. Padahal, tempura hanya salah satu jenis gorengan saja. Dalam khazanah kuliner Jepang, penganan yang digoreng dengan teknik goreng rendam atau deep fried disebut dengan agemono. Ada banyak bahan utama bisa diolah menjadi agemono.
Beberapa bahan baku utama mulai dari beragam jenis daging, seperti ayam, sapi, ikan, cumi, scallop, dan udang, telur burung puyuh, serta beberapa jenis sayuran macam daun ooba atau daun shiso, asparagus, akar teratai, jamur shiitake, wortel, dan lobak. Tak lupa beberapa macam umbi-umbian, seperti kentang, ubi, dan akar gobo. Semua ini bisa menjadi gorengan yang lezat.
Chef Hori memulai dari membuat renkon niku-zume atau akar teratai lapis daging cincang ayam. Akar teratai atau renkon ini diiris dengan ketebalan sekitar 2 milimeter kemudian direndam air dahulu sebelum diolah agar tidak berubah warna. Ketika akan melapisinya dengan daging ayam atau salmon asap, Chef Hori akan mengelap irisan-irisan teratai itu hingga kesat dan seminim mungkin kadar airnya.
Dengan meminimalkan kandungan air, bahan pangan apa pun ketika digoreng jadi lebih renyah. Setelah itu, irisan akar teratai yang telah berlapis daging ayam atau salmon serupa sandwich tadi dibedaki dengan terigu untuk menjaga rasa umami (gurih) asli bertahan. Chef Hori bahkan tak memberi bumbu apa pun. Setelah itu setiap sandwich teratai dicelupkan dalam kocokan putih telur lalu digulingkan dalam remukan biskuit tanpa rasa (plain). Biskuit yang diremukkan ini difungsikan sebagai selimut gorengan yang membuatnya kian renyah.
Aneka selimut
Eksplorasi di selimut pelapis agemono ini sangat menarik. Dengan begitu, gorengan tidak terbatas mengandalkan tepung panir saja. Gorengan berikutnya yang disebut ebi minoage atau gorengan udang lapis kulit lumpia potong, misalnya, menggunakan kulit lumpia yang diiris tipis-tipis sebagai selimut pelapisnya. Hasilnya renyah luar biasa!
Pada menu lainnya, sasami gekkan cornflake-age, telur puyuh dibalut fillet daging ayam yang dibaluri remukan corn flakes. Ada pula hotate dan asparagus okakiage atau daging scallop dan asparagus yang digoreng dan dilapisi nasi ketan garing (rice crackers).
Ada satu jenis gorengan yang mirip bakwan sayur. Gorengan ini disebut yasaino kakiage dengan bahan-bahan, seperti jamur shiitake, ubi, wortel, daun mitsubha, serta tambahan irisan daging cumi dan udang. Nah, bedanya dengan bakwan yang kita akrabi, bakwan ala Jepang ini adonan tepungnya sangat minim. Adonan tepung perannya hanya sebagai pelekat agar setiap unsur bahan utama tadi saling menempel dan tidak buyar ketika digoreng dalam minyak panas. Karena adonan tepung hanya difungsikan sebagai perekat dan volumenya sedikit, si bakwan ini tidak menyerap banyak minyak, selain juga berkat teknik menggoreng yang tepat.
Satu jenis menu lain yang terbilang istimewa adalah olahan potongan bahan makanan yang ditusuk sate lalu digoreng, yaitu kushi age. Jenis gorengan dengan metode ini bisa menggunakan beragam bahan daging seperti daging sapi dengan keju (gyuniku cheese), jamur shiitake lapis cincang udang (shiitake ebi-zume), dan teratai lapis daging cincang.
Menjaga suhu
Ketika tiba waktunya menggoreng, Chef Hori masih begitu serius. Ia menunggu dengan tabah suhu minyak panas benarbenar pas. Sesekali tangannya diambangkan di atas permukaan minyak di wajan besar. ”Wajan yang bagus terbuat dari tembaga sehingga suhu panasnya terjaga konsisten,” kata Chef Hori.
Ia pun memilih menggunakan minyak kedelai, yang menurut dia, suhu panasnya stabil dan tidak mudah turun. Selain itu, minyak kedelai punya body yang tipis dan ringan, aromanya lebih sedap. Suhu yang ideal untuk menggoreng agemono agar
sempurna adalah di suhu 160 derajat celsius. Cara mengetes sederhananya dengan mencemplungkan sedikit adonan tepung. Jika langsung mengambang di atas, berarti panasnya minyak telah pas.
Hori juga mewanti-wanti selama menggoreng di wajan sebaiknya hanya dipenuhi maksimal dua per tiga wajan saja sehingga tingkat panas minyak terjaga. Remah-remahan yang terlepas dari bahan gorengan dan mengambang di minyak sesegera mungkin langsung diangkat dan tidak mengotori minyak.
Dengan segala pertimbangan tadi sejak di persiapan, agemono terasa renyah dan kesat tak berminyak. Itu bisa terindikasi dari kondisi bibir kita saat mulut melumat agemono. Tak ada residu minyak. Yang ada hanya kenikmatan rasa umami gurih dan kerenyahan yang sempurna. ”Makan agemono paling enak juga ditemani dengan bir dingin,” ucap Dubes Jepang Masafumi Ishi tersenyum.
Ah, tentu saja Pak Dubes!