Kepincut yang Lokal
Lokal tak berarti kalah pamor. Lokal bisa berarti orisinal dan natural. Apalagi, lidah kita memiliki memori yang tak gampang dihapus. Karena itu, ”sekadar” petai di meja makan, bisa membuat hati langsung kepincut....
Seasonal Tastes, restoran Hotel The Westin Jakarta, berusaha menawarkan ”surga” bagi pemburu kuliner di Ibu Kota. Beragam makanan, mulai dari masakan Indonesia, western, Asia Timur, India, hingga Timur Tengah, tersedia di restoran yang berada pada ketinggian 210 meter itu.
Pada momen Ramadhan, restoran dengan kapasitas 250 tempat duduk itu selalu ramai pengunjung. Seperti yang terlihat pada Senin (4/6/2018). Setiap pengunjung perlu merogoh kocek Rp 438.000-Rp 468.000 untuk menikmati semua jenis makanan.
Hari itu, sejak pukul 16.30, Seasonal Tastes sudah dipadati pengunjung. Sayangnya, awan menutup langit Jakarta sore itu. Pengunjung pun tidak dapat menyaksikan keindahan langit sore saat matahari terbenam, seperti hari biasanya dari restoran itu. Padahal, suasana itu menjadi salah satu nilai jual restoran ini.
Waktu berbuka semakin dekat. Pengunjung mulai ”bergerilya” mengincar makanan favorit. Makanan pembuka, seperti roti dan buah-buahan diserbu lebih awal. Makanan di Seasonal Tastes disajikan terbuka di tengah restoran. Pengunjung juga dapat melihat dengan leluasa proses memasaknya.
Saat berbuka pun tiba. Setelah menyantap sajian pembuka dan shalat maghrib, pengunjung menuju area makanan incaran masing-masing. Terlambat menentukan pilihan, itu berarti harus rela mengantre. Antrean pertama terlihat di area masakan western. Di bagian ini ada beberapa makanan favorit, di antaranya steak, piza, dan salad ayam.
Area saji masakan India juga tak kalah ramai. Di sini ada beragam makanan dengan aroma khas, seperti ayam tikka masala, domba rogan josh, dan ayam biryani. Sementara masakan khas Asia Timur menyajikan daging sapi lada hitam, bebek peking, dan sup jagung ayam. Selain pengunjung lokal, beberapa pengunjung mancanegara juga terlihat antre di tempat ini.
Saat makanan lain mulai diserbu pengunjung, area masakan Indonesia justru tidak terlalu ramai. Beberapa pengunjung hanya melirik-lirik dan berlalu.
Padahal, sajian masakan lokal tak kalah variatif. Ada pepes ikan, garang asam, tempe goreng, ikan masak merah, gulai iga sapi, jengkol, hingga aneka sambal. Ada juga jajanan yang banyak ditemui di pasaran, seperti bakso dan pecel.
Sebelum menyantap makanan pilihan, pengunjung tak lupa berswafoto dengan telepon pintar sambil menonjolkan menu makanan. Foto-foto itu pun segera menjadi sajian utama di media sosial.
Berburu foto bagus memang sayang dilewatkan saat berada di Seasonal Tastes pada malam hari. Posisi meja-meja makan di dekat dinding kaca yang menyuguhkan lautan cahaya dari lampu gedung-gedung Jakarta.
Selera asal
Dengan menu beraneka ragam, kurang puas rasanya hanya menjalani satu sesi makan. Setelah menu utama di area masakan western diserbu, kali ini, pengunjung berbondong-bondong menuju area makanan Indonesia. Antrean pun tak terelakkan. Giliran masakan Indonesia jadi primadona. Gulai iga sapi, pepes ikan, dan jengkol sambal paling diminati. Tentu saja dengan ditemani nasi putih.
”Tadi sudah coba (makan) bebek peking dan piza. Tetapi, tidak lengkap rasanya kalau enggak mencoba masakan Indonesia. Saya sudah incar jengkolnya dari tadi,” ujar Dendi (31), pengunjung asal Depok, Jawa Barat.
Menurut Dendi, walaupun berada di restoran elite, masakan lokal akan tetap dicari. Sebab, lidahnya sudah sangat klop dengan masakan rumahan.
”Walaupun makan di hotel bintang lima, tetap ada kesan sedang makan di rumah. Sebab, banyak tersaji makanan rumahan. Ini membuat nyaman sehingga makan dengan lahap,” ujarnya.
Tampilan jengkol sambal di Seasonal Tastes cukup sederhana. Jengkol hanya dilumuri tumbukan cabai dan disajikan di wadah beralaskan daun.
Akan tetapi, menurut Dendi, jengkol di restoran itu sangat lembut. Aroma khas jengkolnya tidak terlalu tajam. Sambalnya juga menggigit.
Arcad Fadillah, Chef De Cuisine di Seasonal Tastes, mengatakan, agar dagingnya lembut, jengkol direbus selama 1-2 jam. Bumbu yang digunakan, seperti cabai merah, rawit, dan bawang juga harus segar.
”Banyak orang berusaha menghilangkan baunya. Padahal, ciri khas jengkol ada pada baunya. Hanya saja perlu diolah agar baunya tidak terlalu tajam,” kata Arcad.
Berbeda dengan Dendi, Amriko (28), pengunjung asal Lebak Bulus, Jakarta Selatan, lebih mengincar gulai iga sapi. Aroma rempah dan kuahnya yang berwarna kuning kemerahan membuatnya tak bisa menahan selera.
”Sebenarnya dari awal sudah ngiler ini (gulai iga sapi). Namun, mumpung di restoran mewah, saya coba makanan western dulu,” ujarnya diikuti tawa.
Pemanasan
Bagi Amriko, menyantap gulai iga sapi saat berbuka di restoran itu merupakan pemanasan sebelum menikmati kuliner Lebaran. Sebab, makanan itu sudah direncanakan menjadi menu wajib dalam hidangan Idul Fitri di keluarganya tahun ini.
”Saya dengar dari teman, kalau gulai iga sapi di sini enak. Ternyata memang enak, terutama kuahnya. Bumbu-bumbunya sangat terasa,” ujarnya.
Walaupun di restoran itu menyediakan banyak makanan dari berbagai negara, kata Arcad, masakan lokal tetap diutamakan. Sebab, mayoritas pengunjung restoran itu adalah warga Indonesia.
Selain itu, penyajian masakan lokal juga dibuat simpel. Tujuannya agar pengunjung merasa seperti sedang menyantap hidangan sehari-hari.
”Orang Indonesia sangat suka masakan rumahan. Jadi, makanan sederhana seperti jengkol, gulai, atau pepes selalu dicari. Tinggal bagaimana kita meracik agar rasanya lebih enak daripada yang dimakan sehari-hari di rumah,” kata Arcad.
Menurut Director of Marketing and Communications The Westin Jakarta Desiree Merlina, masakan lokal menjadi tema sajian di Seasonal Tastes tahun ini. Untuk itu, selama Ramadhan, pihaknya juga akan menyajikan masakan dari berbagai daerah di Indonesia.
Salah satu tujuannya untuk mengenalkan masakan Indonesia kepada tamu asing di hotel tersebut. ”Kuliner bangsa kita sangat beragam dan rasanya tak perlu diragukan lagi. Jadi, sudah sepantasnya dipromosikan,” ujar Desiree.
Malam bertambah tua, pengunjung Seasonal Tastes pun berganti. Seperti sebelumnya, masakan asing mencuri perhatian lebih dulu. Namun, masakan lokal tidak kehilangan pesona, tetap membuat pengunjung kepincut untuk menyantapnya.