Indra Leonardi: Studio Serasa Rumah
Indra Leonardi (54) lebih suka menyebut diri sebagai seniman yang menggunakan media seni fotografi ketimbang sebagai fotografer. Sesuai karakternya, ia membuat studio tempatnya berkarya serasa rumah.
”Seperti seniman pelukis, dia menggunakan media lukis. Seniman pematung menggunakan media patung. Saya seniman fotografi yang mengekspresikan nilai seni dengan fotografi,” kata Leonardi ketika membuka percakapan di studionya di Kemang, Jakarta Selatan, Selasa (5/6/2018).
Di era milenial sekarang, tidaklah sulit untuk menemukan lokasi di dalam kota. Ada aplikasi peta di gawai. Begitu pula, ketika ingin menemukan studio Leonardi.
Melalui sebuah aplikasi peta di gawai, begitu mudah untuk menuju lokasi studionya. Tetapi, ketika di aplikasi dinyatakan sudah tiba di tujuan, ternyata tidak mudah menentukan di mana lokasi persisnya.
Aplikasi gawai itu menunjukkan deretan rumah tanpa ada papan nama yang menunjukkan keberadaan studio Leonardi. Rumah-rumah di kawasan itu berpagar tinggi dan ditutup rapat-rapat. Tidak mudah menemukan orang untuk ditanya.
Kebetulan, seorang penjual sayur keliling memberi petunjuk yang menolong. ”Rumah itu yang dipakai untuk motret-motret,” ujarnya.
Menggali karakter
Nama Leonardi sudah banyak dikenal di dunia fotografi Tanah Air dan internasional. Ia pernah menempuh studi fotografi di Brooks Institute of Photography, California, Amerika Serikat.
Sebelum berkiprah di Indonesia, Leonardi magang kepada fotografer kawakan Watanabe, agen iklan ternama dunia di Singapura. Leonardi dikenal
juga pernah menjadi asisten fotografer Merreck Smith, yang menjadi fotografer langganan Stephen Spielberg atau Michael Jackson.
Indra Leonardi pun tumbuh di lingkungan keluarga yang menekuni usaha fotografi cukup besar di Jakarta, hingga bertahan sampai sekarang. Ia dikenal piawai berevolusi di dunia seni fotografi dan bisnisnya, termasuk dalam menciptakan studio kerjanya serasa di rumah.
”Bekerja di studio dengan suasana di rumah tidak akan menimbulkan stres bagi kita dan klien kita,” kata Leonardi.
Dengan suasana seperti itulah, ia mengutamakan untuk menggali karakter klien terlebih dahulu sebelum difoto. Ia berprinsip, memotret untuk menghasilkan karya yang timeless (tidak lekang oleh waktu), elegan, dan mampu menceritakan jiwa orang yang difoto.
”Saya tidak bisa mengambil foto dengan mengada-ada, termasuk memotret seseorang harus mampu menampilkan karakter jiwanya apa adanya,” kata Leonardi.
Baginya, setiap karya fotografinya menjadi sebuah karya seni media fotografi dengan obyek yang tidak dipaksakan. Ia mengatakan, fotografi sebagai seni yang tetap mengandalkan pada kekuatan pikiran dan lewat karya itu mampu memberi pesan.
”Saya sebagai seniman studio yang memiliki karakter,” kata Leonardi. Banyak seniman yang bekerja sebagai seniman studio dan memiliki karakter unik. Berangkat dari ide ini pula, ia kini tengah menyusun buku tentang itu dari beberapa seniman studio di berbagai bidangnya.
Selepas memasuki gerbang studio, terdapat halaman luas untuk parkir kendaraan. Ada teras terbuka di bagian depan pintu rumah. Ketika memasuki pintu itu, segera dijumpai deretan kursi tamu. Sebuah foto keluarga dipajang di dinding besar di ruang tamu.
Di sisi kiri ruang tamu itu, ada bagian ruang yang dijadikan sebagai ruang tamu kedua. ”Ruang ini sebelumnya sebuah kamar. Sekarang menjadi ruang tamu kedua, yang biasa kami gunakan untuk berdiskusi dengan klien,” ujarnya.
Tak sesak
Sebuah lukisan abstrak karya Nunung WS ada di ruang tamu kedua. Di sisi dinding lainnya, ada foto pasangan pengantin berukuran besar dengan media aluminium.
Sebuah lemari berisikan beberapa foto dalam bingkai kecil. Di sisi lemari itu diletakkan sebuah kamera kuno dengan label ”Sinar” buatan Swiss. ”Kamera kuno ini pernah saya gunakan di era 1980-an,” katanya.
Di dinding sisi kanan kamera itu dipajang sebuah karya seni fotografi unik. Obyeknya berupa manusia berkepala rusa. Ternyata itu karya seni manipulasi foto yang dikerjakan seniman fotografi lainnya, Agan Harahap.
Rumah tidak harus penuh foto. Tetapi, foto harus masuk di dalam dekorasi rumah.
Studio fotografi Indra Leonardi itu memang layaknya sebuah rumah. Di situ tidak banyak foto di dinding maupun di rak lemari. ”Rumah tidak harus penuh foto. Tetapi, foto harus masuk di dalam dekorasi rumah,” ujar Leonardi.
Rumah tidak bisa disesaki dengan foto. Karena itu, foto untuk dekorasi rumah harus benar-benar terpilih. Setidaknya, foto-foto itu bisa memenuhi tiga prinsip, yakni timeless, elegan, dan menceritakan atau menyampaikan suatu pesan.
Leonardi melihat perubahan kondisi sekarang. Saat ini hampir semua orang menggunakan gawai atau telepon genggamnya untuk kamera foto. Foto-foto yang diambil itu kebanyakan hanya disimpan sebagai dokumen digital. Sekarang mulai jarang orang mencetak hasil jepretannya itu.
Kebiasaan menyimpan dokumen foto secara digital, pada akhirnya sering berujung lupa atau hilang. Foto yang diambil pun menjadi sia-sia. Ini berbeda dengan situasi beberapa dekade lalu, ketika foto dengan sistem analog justru membuat orang selalu mencetaknya.
”Dulu di setiap rumah sering kita lihat memiliki album-album foto kenangan keluarga. Cetakan foto banyak kita saksikan di situ dan sekarang sudah tidak mudah lagi kita jumpai,” katanya.
Keleluasaan
Dari kedua ruang tamu yang ada di bagian depan studio, terdapat pintu atau ruang masuk yang tertutup dengan gerai kain hitam. Di baliknya ada sebuah ruang cukup luas.
Sebuah meja besar ditempatkan di bagian pojok kanan belakang. Di atas meja besar itu Leonardi menempatkan buku-buku tentang fotografi dunia. Di sinilah para kliennya mendapatkan keleluasaan untuk mempersiapkan diri sebelum difoto.
Di situ pula Leonardi sering menggali sisi-sisi karakter para kliennya untuk kemudian menguatkan karakter atau pesan di dalam fotonya nanti.
Di sisi kiri ruang yang terbuka ada beberapa bilik yang ditata untuk keperluan latar foto. Di sisi kanan ruang berupa kamar untuk persiapan rias para kliennya.
Di bagian belakang, ruang terbuka ada di sisi kanan. Di situ juga sering digunakan untuk pengambilan foto di taman. Rerumputannya cukup terawat indah.
Di bagian belakang ada sebuah kolam renang. Ketika itu tampak beberapa teknisi sedang memperbaikinya. Ada sedikit kebocoran di kolam itu.
Di dekat kolam renang itu terlihat tumpukan kayu bekas bantalan rel. Leonardi kadang menggunakannya pula untuk latar pengambilan foto.
Sebagai fotografer kawakan, Leonardi terkesan rendah hati. Di balik ragam gagasan serta prinsip-prinsipnya dalam berkarya, dia banyak juga menghasilkan karya-karya fotografi dari lingkungan elite politik.
Ia pernah diminta memotret Presiden Filipina Joseph Estrada dan Gloria Macapagal Arroyo, memotret keluarga Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan keluarga Wakil Presiden Jusuf Kalla. Begitu pula, ketika di era Presiden Abdurrahman Wahid dan Megawati Soekarnoputri. Ia sempat menjadi fotografer para pemimpin pemerintahan tersebut.
Di balik studionya yang serasa rumah, kini Leonardi meneguhkan dirinya sebagai seniman. Ia menampilkan karya-karya seni fotografi yang mampu membawa pesan.