Langkah ”Mundur” GoPro
GoPro Hero 6 boleh dibilang menjadi pemimpin dalam produk kamera aksi melalui fitur teknologi, seperti stabilisasi gambar, resolusi, jumlah gambar per detik, dan desain yang antiair, bahkan tanpa perangkat pelindung sekalipun. GoPro melanjutkan kondisi itu dengan merilis seri Hero, yang sebenarnya langkah mundur dari sisi spesifikasi dan fitur.
Namun, langkah mundur yang ditempuh kali ini terbilang taktis bagi GoPro. Meluncurkan produk secara linier membuat seri kamera Hero harus mengikuti kebutuhan terkini dengan teknologi paling baru. Konsekuensinya adalah harga yang tidak bisa beranjak jauh dari generasi-generasi sebelumnya.
Dengan kata lain, portofolio produk kamera aksi dari perusahaan Amerika Serikat ini tak banyak selain pembaruan dari seri Hero, sementara seri pendahulunya secara perlahan tidak dilanjutkan produksinya.
Ada celah dalam pasar yang tidak terlayani akibat strategi tersebut, yakni mereka yang ingin menggunakan kamera aksi tetapi menganggap harga jual untuk seri terbaru Hero terlalu mahal.
Ceruk pasar itu lama dinikmati para produsen kamera aksi lainnya, seperti Yi, Brica, dan SJCam. Mereka bisa menghadirkan produk mulai harga kurang dari Rp 1 juta hingga Rp 4 juta, beragam opsi yang bisa dipilih konsumen dengan berbagai kondisi anggaran.
Titik awal untuk mundur ke rentang harga itu dilakukan dari seri Hero yang diluncurkan dengan harga Rp 3,4 juta. Bandingkan dengan harga Rp 7,5 juta untuk GoPro Hero 6 Black saat diluncurkan pada Oktober 2017 dan kini sudah tersedia dengan harga Rp 6,5 juta.
Meski belum menjangkau rentang harga terbawah, inisiatif ini bisa dilihat sebagai strategi GoPro dalam menguasai lebih banyak segmen produk kamera aksi dengan mendorong penjualan kuantitas yang lebih besar karena harga yang lebih terjangkau.
Warisan
Daya tarik kamera aksi nan terjangkau ini ada pada ”warisan” yang didapatkan dari seri Hero 6, yakni pada desain baru, perintah suara, layar sentuh 2 inci, serta perlindungan dari air dan benturan sehingga perangkat itu tak membutuhkan pelindung khusus, setidaknya untuk sebagian besar kondisi pengambilan gambar.
Memiliki dimensi yang sama, 362,3 x 44,9 x 33 milimeter serta bobot 117 gram, Hero bisa mengakses ekosistem aksesori untuk seri premium. Begitu pula baterai 1.220 mAh litium-ion sehingga pengguna tidak perlu mencari tipe baterai lain.
Perintah suara membantu pengguna menggunakan kamera tanpa jari perlu berjuang menjangkau tombol rana. Beberapa perintah bisa dipakai untuk mengambil foto, mulai dan berhenti merekam, mengambil rentetan gambar, hingga mematikan perangkat. Saat ini memang baru mendukung bahasa Inggris dan butuh latihan agar tempo bicaranya pas.
Koneksi melalui Wi-Fi bisa menghubungkan perangkat kamera dengan ponsel untuk berbagai kebutuhan, seperti pengaturan, pengambilan gambar, dan transfer isi kartu penyimpanan. Fitur inilah yang membuat kamera aksi mudah dipakai karena begitu mudah mengoperasikan sekaligus menarik isinya ke dalam ponsel dan siap disunting melalui aplikasi Quik yang cara kerjanya mencari adegan puncak untuk diabadikan.
Secara sekilas, inilah Hero 6 yang bisa didapatkan dengan harga yang lebih terjangkau sehingga para pembuat konten atau pengguna kamera aksi punya pilihan yang disodorkan GoPro kepada mereka. Ditambah dengan reputasi yang baik, langkah ini seharusnya berbuah manis.
Akan tetapi, patut disadari bahwa ada konsekuensi dari keputusan untuk menghadirkan produk seri terbaru dengan harga lebih terjangkau: pemangkasan pada spesifikasi ataupun fitur yang digunakan.
Resolusi video
Satu hal yang utama adalah resolusi video yang dihasilkan, Hero 6 mampu merekam gambar dengan resolusi 4K sementara Hero hanya sampai 1440p. Hero 6 dilengkapi prosesor GP1 yang khusus dikembangkan GoPro yang memungkinkan fitur stabilisasi gambar tingkat lanjut. Adapun Hero masih memakai prosesor Ambarella yang memiliki fitur stabilisasi tetapi terbatas kemampuannya.
Para penyuka video kecepatan rendah (slow motion) mungkin kecewa karena jumlah gambar per detik yang dihasilkan Hero hanya 60 gambar pada resolusi 1080p. Sementara di resolusi yang sama, Hero 6 menghasilkan 240 gambar per detik. Ini berarti Hero 6 bisa memperlambat gambar hingga empat kali lipat.
Absennya fitur GPS pada Hero membuat kamera aksi ini tidak bisa mencatat koordinat dari gambar atau video yang diambil. Begitu pula dengan fitur Protune yang membuat video lebih berkualitas dan kompresi lebih rendah, sesuatu yang dibutuhkan untuk kebutuhan profesional. Dan berbicara mengenai kebutuhan profesional, kamera ini juga tidak memiliki colokan audio sehingga tak bisa dipasangi mikrofon eksternal.
Pengalaman
Pengalaman Kompas dalam mengoperasikan kamera aksi ini menunjukkan bahwa pemangkasan fitur pada Hero adalah buah perhitungan yang matang untuk menghadirkan produk yang tidak hanya sekadar lebih murah, tetapi juga memenuhi kebutuhan yang berbeda.
Apabila Hero 6 memenuhi kebutuhan profesional atau penghobi serius, Hero menjadi opsi bagi mereka yang ingin membuat konten secara apa adanya. Hero diperuntukkan bagi mereka yang belum banyak rencana untuk mengulik hasil gambarnya secara drastis pada pasca-produksi, atau hanya membutuhkan inti dari produk kamera aksi ini: mengambil gambar secara mudah.
Setidaknya pengalaman saat memakai kamera aksi ini terbilang positif. Layar sentuh yang responsif, perintah suara yang terkadang tepat meski lebih sering meleset, dan kemudahan dalam pengoperasian.
Pengguna bisa mengambil gambar dengan cepat meski kamera dalam keadaan mati, hanya dengan menekan tombol rekam. Fitur ini sangat dibutuhkan bagi mereka yang butuh mengabadikan momen secara cepat tanpa harus menunggu kamera dinyalakan sepenuhnya.
Dengan keterbatasan resolusi gambar, ada pesan yang tegas bahwa kamera ini seperti kembali pada segmen awalnya, yakni para penghobi yang hanya ingin mengabadikan momen kehidupan mereka. Apabila ada kebutuhan untuk kualitas yang lebih baik serta kontrol yang lebih detail, ada opsi lain yang tersedia para pengguna profesional.
Meski demikian, apabila membutuhkan opsi ketiga, masih ada Hero 5 yang menjadi penengah yang saat ini dijual dengan rentang harga Rp 4,5 juta dengan memiliki fitur resolusi 4K dan kemampuan mengambil foto dalam format RAW, serta pengaturan kualitas video lainnya. Kabar buruknya, kemungkinan seri ini makin sulit ditemukan.
Melalui seri Hero, GoPro ingin membuktikan, langkah mundur itu kadang diperlukan untuk ancang-ancang berlari kencang.