Getar Kriya Gitar
Gitar bisa dikatakan sebagai salah satu alat musik terpopuler. Senarnya dimainkan untuk menggemakan nada di mana saja. Di trotoar, di kedai makan, di bus, di tepi danau atau puncak gunung, bahkan di kamp-kamp pengungsian.
Ukuran alat musik petik ini bervariasi. Ada yang mini dan juga jumbo. Produk dan harga pun selaras. Bikinin sendiri yang asal-asalan tak mungkin mahal. Yang dibuat dengan teliti, tekun, dengan sikap batin, dan teknik luar biasa tentu harus ditebus berjuta-juta rupiah. Semua demi gitar yang ketika dimainkan bisa melunturkan nestapa. Gitar pun seolah mampu memancarkan pesona pemetiknya.
Kebanyakan gitar terbuat dari kayu. Setiap jenis kayu memiliki karakter unik, baik itu gema resonansi nada maupun serat. Namun, seiring waktu, bahan gitar bisa macam-macam. Fiber, metal, bambu, plastik, bahkan kardus. Bahan, bentuk, ataupun keahlian sang pembuat memengaruhi hasil akhir.
Sekitar 15 persen jenis bambu dunia hidup di bumi Indonesia. Sumber daya alam ini melimpah dan terpelihara dengan sistem budidaya yang bagus. Namun, bambu tak jarang dilihat sebelah mata. Dianggap material murahan dan tak awet. Padahal, banyak aspek kehidupan warga terbantu dari produk bambu.
Di ranah musik tradisional, bambu dipakai untuk membuat suling, angklung, dan calung. Adang Muhidin sebagai penggerak Indonesian Bamboo Community (IBC) meyakini tanaman ini bisa dikaryakan untuk alat musik lainnya. Bertahun-tahun eksperimen ditempuh, dana dihabiskan, sampai bisa membuat berbagai produk alat musik bambu; gitar, bas, biola, drum, saksofon, selo, dan kecapi.
Dari bambu
”Saya sebenarnya lulusan ilmu metalurgi dan menerapkan prinsip keilmuan logam untuk membuat benda, tetapi dari bambu,” kata Adang saat ditemui di bursa Inacraft 2018 Jakarta beberapa waktu lalu. Di pameran sejumlah produk dipajang. Yang menarik perhatian ialah gitar elektrik bahkan ada gitar dengan neck atau stang ganda. Bambu belum bisa diterapkan untuk membuat gitar akustik.
Pembuatan gitar elektrik dari bambu dirintis pada 2011 di kediaman sederhana di Melong Asih, Cimahi, Jawa Barat. Ketika memulai usaha ini, Adang hanya menggelontorkan modal Rp 100.000. Dari modal awal itu, ia membeli peralatan seperti bor, baut, obeng, serta perkakas dan kelengkapan lain untuk membuat gitar.
Bahan pembuatan diambilnya dari alam, tetapi dengan seleksi. Adang menguji kelenturan dan karakter bambu yang akan dipakai. Selanjutnya, bambu dipotong, dihaluskan, dibentuk, dan disambung sehingga menjadi body atau tubuh dan neck atau stang gitar. Bahan-bahan tadi kemudian disambung dan dipasangi kelengkapan sehingga dapat berbunyi. Produk yang sudah jadi diberi merek Virageawie.
Pembuatan gitar tidak sederhana dan memerlukan keterampilan khusus. Apalagi dari material bambu. Perlu pengetahuan dan keterampilan membentuk dan menyambungkan potongan bambu agar menjadi satu bagian alat musik yang kokoh. Kelengkapan gitar elektrik yang hampir semuanya komponen elektronik berharga tidak murah. Satu gitar bambu yang dikerjakan selama sebulan paling murah dihargai Rp 7 juta.
Pada awalnya, Adang kesulitan menjual gitar bambu yang dianggap terlalu mahal meski kualitasnya baik. Pintu terbuka ketika ”Virageawie” ikut pameran Kementerian Perdagangan dan satu unit gitar dibeli oleh orang asing yang amat menyukainya. ”Saya jadi yakin berarti produk kami bernilai sehingga kami terus sempurnakan dan merambah pasar mancanegara,” kata Adang.
Produk IBC mulai dikenal karena unik. Jarang ada produsen gitar ternama yang membuat alat musik ini dari bambu. Pejabat dan musisi besar nasional pun mulai berlomba memesan dan membeli gitar bambu untuk koleksi, pajangan, atau pertunjukan. Musisi luar negeri juga tertarik sehingga ada yang memesan meski berharga mahal. Ada yang pernah membeli gitar bambu seharga Rp 28 juta. Gitar bambu produk IBC telah menjangkau Malaysia, Singapura, Filipina, Jepang, Amerika Serikat, Meksiko, Qatar, Belgia, Perancis, dan Yunani.
”Karakter nada yang dihasilkan dari gitar bambu, meski elektrik, punya perbedaan dengan gitar dari bahan lain. Kekhasan itulah yang membuat sejumlah gitaris memilikinya untuk berkarya,” kata Adang.
Batik
Gitar adalah cinta Guruh Sabdo Nugroho. Nada dari petik dawai itu memberinya semangat menjalani hari ke hari. Memiliki satu buah gitar tak cukup baginya. Koleksinya bertambah seiring hasratnya untuk mencoba membuat sendiri.
Niat itu tidak segera diwujudkan Guruh karena ketika itu keterampilannya belum memadai. Ia menjelajahi pameran alat musik (gitar) sampai mancanegara. Mencari pengetahuan ke perpustakaan, internet, dan perajin yang terlebih dahulu membuat gitar.
Guruh juga menyadari lingkungan kediaman di Sukoharjo, Jawa Tengah, merupakan salah satu sentra pengembangan batik. ”Muncul ide membuat gitar batik yang premium,” katanya ketika ditemui di Inacraft 2018 Jakarta.
Guruh memamerkan beberapa gitar akustik dan gitar elektrik. Bentuk produknya tidak istimewa. Namun, yang luar biasa adalah lukisan batik pada gitar dan tempat penyimpanan. Untuk membatik pada tubuh gitar dan membuatnya abadi, perlu keterampilan dan bahan tertentu agar tidak merusak kayu dan resonansi gitar. Material dan karakter resonansi tidak bisa dipisahkan. Setiap kayu punya tingkat kekerasan dan karakter resonansi sendiri.
Kayu lokal
Pada kurun 2009-2011, Guruh lebih banyak meneliti dan mengembangkan cara membuat gitar sekaligus teknik membatik. Berbagai jenis kayu dicoba, impor ataupun lokal. Guruh menemukan kegembiraan tersendiri ketika kayu lokal, yakni mahogani, nangka, mangga, dan sonokeling dari Gunung Kidul, ternyata kuat dan menghasilkan gema nada sebaik maple, rosewood, atau walnut dari luar negeri. Kayu lokal punya kekerasan tinggi dan setiap kayu memiliki serat unik sehingga eksotis ketika dijadikan produk.
Guruh juga meneliti pembatikan pada kayu berbeda dengan kain. Setelah menemukan resepnya, Guruh memproduksi dan menamai mereknya BatikSoul Guitars.
BatikSoul pun segera menyasar pasar internasional. Harga gitarnya Rp 6,5 juta-Rp 65 juta untuk edisi terbatas atau bergantung pesanan yang menuntut kesulitan dan keunikan yang tiada duanya. Sejumlah pameran mancanegara menjadi sarana efektif menarik pembeli produk unik, termasuk gitar buatannya.
Dengan harga tinggi, kadang ada konsumen yang tak percaya. Dalam suatu pameran di Moskwa, Guruh merasa sudah menjual dengan harga amat tinggi. Namun, ada calon pembeli yang merasa harga yang ditawarkan rendah sehingga cemas bahwa produk itu dilengkapi peralatan imitasi. Untuk itu, jika pameran ke mancanegara, Guruh sebelumnya mempelajari harga pasaran produk gitar setempat.
Terbukti kini, gitar batik ini pun mendapat apresiasi dari sejumlah musisi di luar dan dalam negeri.