”Gemas”, Gerakan Bersih-bersih Masjid
Di sebuah teras rumah, Romadiyanto (44) tengah duduk menanti kedatangan para anggota Gerakan Membersihkan Masjid (Gemas). Tiba-tiba ada sebuah keluarga yang menegur Romadi dan memberikan salam. Di belakangnya, kedua anak mereka pun cium tangan Romadi. Orang-orang dalam rumah pun beberapa pergi ke luar untuk menyalami mereka.
Minggu (3/6/2018) sore, mereka semua berkumpul untuk mengadakan buka bersama. Para anggota yang hadir pun beragam, mulai dari anak-anak, remaja, ibu-ibu, hingga para pria dewasa. Dengan rentang usia yang berbeda, mereka semua memiliki sebuah kesamaan, yakni rasa kepedulian terhadap masjid dan mushala.
Kegelisahan Romadi bermula sejak November 2014. Saat itu, Romadi mendengar keluhan dari pengurus masjid bahwa tempat itu sudah jarang diisi oleh kalangan pemuda. Dari sana, ia pun mulai merintis sebuah gerakan yang mengajak generasi muda yang peduli dengan masjid dan mushala.
”Gerakan ini saya awali lewat eventcar free day di Bundaran HI. Tadinya gerakan ini hanya sebatas memungut sampah yang berserakan. Namun, pada 2015, gerakan memungut sampah berubah menjadi gerakan membersihkan masjid dan mushala,” ujar Romadi.
Romadi bercerita, pada awalnya gerakan ini hanya sebatas dilakukan di daerah dekat rumah, tepatnya di wilayah Jelambar, Jakarta Barat. Sebelum memulai aksi, biasanya Romadi meminta izin terlebih dulu kepada pengurus masjid. Setelah mendapat izin, barulah ia memberi surat sebagai tanda untuk membersihkan tempat itu. Tak lupa, Romadi mengajak para pemuda di sekitar lingkungannya untuk membersihkan tempat tersebut.
Romadi mengaku, mencari perizinan dari masjid atau mushala itu tak melulu mudah. Pernah suatu hari, dirinya tengah menawarkan kepada pengurus mushala untuk membersihkan tempat tersebut. Namun, para pengurus menyatakan, mushala itu sudah rutin dibersihkan. ”Ya sudah mau bagaimana lagi, enggak semua masjid atau mushala bisa kami bersihkan,” kenangnya.
Lelaki asal Ambarawa ini mengaku, awal-awal merintis Gemas memang berat. Sebab, hanya segelintir saja yang berhasil diajak untuk membersihkan masjid dan mushala. Orang-orang yang berhasil direkrut adalah mereka yang sudah pernah mengikuti aksi serupa. Jumlahnya pun sebatas lima sampai sepuluh orang.
Mulai dari sana, Romadi rutin untuk mencari sukarelawan yang peduli membersihkan mushala. Biasanya, hal ini ia lakukan ketika selesai membersihkan masjid. Mereka pun duduk bersama dan silaturahim kepada para pengurus ataupun warga yang ikut membersihkan masjid.
Menambah sukarelawan
Seperti yang dirasakan Arif Ramadan (28). Pada 2017, dirinya berkenalan dengan Romadi ketika tengah melaksanakan pengajian di Depok. Saat itu, Romadi menceritakan pengalamannya dalam berkecimpung di Gemas.
”Kepo, kan, tuh pada awalnya. Ya kali masa ada gerakan kayak begini. Tetapi ya akhirnya ikutan gabung juga,” ujar Arif.
Petualangan Arif di Gemas pun dimulai pada Maret 2017. Ketika itu, ia bersama enam anggota Gemas menuju ke mushala yang terletak di Depok, Jawa Barat. Dengan berkendara sepeda motor, ia bersama kawannya itu turut membawa alat-alat kebersihan, seperti sapu ijuk, sapu lidi, pel, hingga penyerok air.
Sesampainya di tempat, Arif yang mewakili Gemas terlebih dulu berkenalan dengan para pengurus dan warga sekitar.
Setelah itu, mereka langsung memulai aksinya di mushala
tersebut. Tak hanya warga, tukang ojek yang tengah mangkal dekat lokasi pun turut membantu.
”Sebenarnya mushala ini seolah-olah hampir sama dengan toilet umum. Bagaimana tidak, mushala ini dijadikan tempat mereka buang air oleh mereka. Jadi ketika ada gerakan seperti ini, mungkin mereka enggak enak. Padahal, badan tatoan, ditindik juga, tetapi mau ikut. Salut gue,” ujar Arif.
Bersih-bersih mushala itu dimulai pada pukul 09.00. Mulai dari karpet, toilet, kipas, jendela, tempat wudu, lantai teras, hingga perlengkapan mikrofon turut dibersihkan. Walaupun mushala itu berukuran kecil, Arif mengaku bahwa debu yang ada di dalam karpet sangat banyak setelah dibersihkan.
Selepas aksi, mereka langsung duduk untuk beristirahat. Di sana Arif juga disajikan beberapa makanan dari warga sekitar. ”Momen itu menjadi waktu bagi kami untuk silaturahim kepada warga,” katanya.
Tanpa bayaran
Aksi yang dilakukan oleh para anggota sama sekali tak dipungut bayaran. Sejak awal mendirikan Gemas, Romadi sudah menanamkan para anggotanya untuk ikhlas dalam membersihkan masjid atau mushala. ”Sudah sepatutnya kepedulian terhadap rumah ibadah itu harus tinggi,” katanya.
Para anggota Gemas ini pun terdiri dari berbagai usia dan latar belakang yang berbeda, mulai dari dosen, pegawai, pelajar, hingga pengemudi ojek daring mereka tampung. Para anggotanya juga beragam, mulai dari anak-anak, pemuda, orang dewasa, bahkan satu keluarga pun tergabung dalam Gemas.
Mereka semua, kata Romadi, memiliki satu rasa dalam kepedulian terhadap rumah ibadah. Pola kerja tak pandang bulu, semua ikut membersihkan. Bahkan, Romadi mengakui ibu-ibu pun lebih ulet dalam membersihkan lantai. Teruntuk kalangan anak, biasanya mereka membersihkan bagian jendela dan merapikan alat shalat, terutama mukena dan sajadah.
Oleh karena itu, perbedaan umur dan latar belakang ini turut memengaruhi pola kegiatan Gemas. Romadi menjelaskan, aksi bersih-bersih yang dilakukan Gemas dilakukan seminggu sekali pada akhir pekan. Sebab, tak semua anggota bisa melakukan aksi pada hari kerja.
Walaupun tak mendapat dana, Romadi mengaku bahwa adanya dana memang tetap penting. Ia bersyukur, banyak dari para anggotanya yang turut menyumbang berbagai kebutuhan, seperti dana, alat, hingga konsumsi. Terkadang, mereka juga ikut mendonasikan berbagai mukena baru, sajadah baru, hingga mencuci mukena kotor tetapi masih layak pakai.
Ketua Gemas, Dadang Iskandar, mengakui bahwa menjadi anggota komunitas yang bergerak di bidang sosial memang tak mudah. Ia sendiri sering kali jenuh terhadap kegiatan yang ada di Gemas. Namun, dirinya menjadi seolah bugar kembali berkat kehadiran teman-teman sekomunitas. ”Bersih-bersih kalau enggak dibayar, kan, capek. Untungnya ketemu sama kawan-kawan jadi seolah capeknya hilang begitu saja,” katanya.
Komunitas ini pun terbagi dalam beberapa wilayah. Ada Gemas cabang Jakarta—mulai dari utara hingga selatan—Depok, Tangerang, Bandung Raya, Ciamis, Pacitan, Lampung, hingga Sulawesi Tenggara.
Dadang mengatakan, Gemas saat ini memiliki anggota berjumlah kira-kira 500 orang. Sementara untuk cabang Jakarta Timur, anggota Gemas mencapai 135 orang. ”Namun yang biasa ikut aksi ada sekitar 40 orang. Sisanya relawan warga,” katanya, Minggu. (SIE/**)