Menepis sebuah kebosanan. Itulah kenapa Komunitas Rotella Singing Corner (RSC) terbentuk. Ruang karaoke, misalnya, sudah mahal sewa ruangannya, ditambah tergoda membeli makanan dan minuman. Kemacetan lalu lintas juga contoh hal yang membosankan.
”Semua itu memakan waktu kita yang enggak sedikit,” kata Olive Louise, anggota RSC yang getol bermain Smule untuk menepis kemacetan lalu lintas, Kamis (21/6/2018), di sebuah restoran di Jakarta. RSC terbentuk menyusul tren penggunaan aplikasi Smule belakangan ini. Menurut Olive, pergi ke karaoke bukan hanya butuh waktu, tetapi juga harus meninggalkan keluarga.
Komunitas RSC memilih Smule sebagai aplikasi yang positif untuk menepis kegundahan para anggotanya dalam menyalurkan hobi menyanyi. Walaupun sudah bertahun-tahun mereka saling komunikasi dalam nada dan suara di Smule, temu muka alias ”kopi darat” baru bisa kesampaian belakangan ini. Padahal, komunitas ini sudah berdiri sejak dua tahun lalu.
Secara keanggotaan, komunitas ini hanya dibangun dari awal sebanyak 9 orang. Sebagian besar anggotanya bukan penyanyi profesional. Namun, kini, jaringan pertemanan komunitas ini sudah tak terhitung banyaknya. Aplikasi ini memudahkan para anggotanya untuk saling berkolaborasi dalam bernyanyi, seperti dialami ibu rumah tangga Harumi Putri, anggota RSC di Balikpapan, Kalimantan Timur. Telinga mereka, tentunya para pengguna aplikasi ini sudah begitu akrab menyebut kolaborasi itu dengan istilah OC (open collaboration).
”Kalau mau komunikasi lewat lagu, kita tinggal OC saja, yang disediakan di aplikasi ini,” kata Citra Utami, anggota RSC yang pernah masuk grand final Asia Bagus di Singapura tahun 1999.
Begitu saling bertemu, para anggota RSC terlihat akrab. Kalau dibilang semua anggotanya bersuara merdu bagai artis, agaknya tidak semua. Namun, para anggota merasa aplikasi ini membuat semua terdorong untuk terus berlatih membidik nada suara sesuai iringan musiknya.
Penerang kegelapan
Ketua RSC Prasetya M Brata menuturkan, kalaupun terkesan sedikit secara keanggotaan, RSC ingin menjadi setitik penerang dalam kegelapan penggunaan aplikasi ini. Hanya dengan menyanyi, jejaring sosial bisa mulai dibangun. Bahkan, sewaktu ada interlude dalam sebuah lagu, penyanyi bisa menyelipkan kata-kata mutiara yang bersifat membangun kehidupan bersama.
Para anggota RSC merasa senang jika nyanyian mereka ditanggapi duet oleh orang lain, terutama artis Smule yang sudah mahir bernyanyi. ”Enggak perlu baper juga kalau ternyata lagu yang kita bawakan tidak direspons teman Smule lainnya,” kata Prasetya, yang juga seorang motivator. Keanggotaan RSC juga diajak membangun budaya saling menghargai, bukan menjatuhkan dalam setiap komentar-komentar atas video ataupun suara teman-teman.
Rouli Sijabat, Koordinator RSC, mengingatkan, ekses penggunaan aplikasi memang bisa bikin orang keranjingan. Kreatif berekspresi hingga lupa latar belakang tempat atau mengabaikan penontonnya yang berasal dari berbagai kalangan dan usia. ”Jangan sampai abai mencari tempat untuk merekam suara atau mengambil video. Misalnya, ber-Smule sambil menyetir kendaraan. Ini sangat membahayakan,” kata public relation (PR) perusahaan multinasional tersebut. Untuk itulah semua anggota RSC selalu diingatkan, jangan ber-Smule sambil mengendarai.
Citra Atun, anggota RSC lain yang berprofesi sebagai penata rias artis (make up artist) dan bermukim di Hong Kong, mengatakan, Smule bisa membuat aplikasi ini sebagai wadah berekspresi. Sebagai ahli mendandani wajah, dirinya juga sering berdandan mirip dengan (almarhum) Tien Soeharto, istri presiden ke-2 RI, Soeharto, sewaktu tampil membawakan lagu di aplikasi ini.
Citra pun pernah mengekspresikan diri sebagai superhero Wonder Woman, Tjoet Nyak Dien, dan RA Kartini. ”Pada dasarnya, aplikasi ini diciptakan untuk bikin happy dan memiliki tujuan positif. Bisa saja, atas nama kebebasan ekspresi, malah disalahgunakan untuk berpenampilan vulgar atau malah cenderung porno,” kata Citra.
Padahal, aplikasi ini bisa sangat membantu membangun suasana. Misalnya, komunitas sepakat untuk bernyanyi dalam balutan penampilan tematis. Menyanyikan lagu kebangsaan, penampilan pun mirip busana atau perlengkapan pejuang dan dandan ala pejuang. Komunitas ini mengupayakan agar aplikasi ini tetap digunakan sebagai alat komunikasi ”persahabatan” yang mengasyikkan dan menjadi sarana edukasi penggunaan aplikasi.
Melissa Icha, anggota RSC, mengatakan, ”Selain pamer suara, Smule adalah media ’curhat’, menumpahkan isi hati. Komunitas kecil ini sangat membahagiakan karena komunikasi dan silaturahim menyatu dalam harmonisasi bernyanyi.”
Komunitas ini sangat menekankan agar anggotanya berperilaku sopan mengingat rekaman suara ataupun video yang dihasilkan dan kemudian diunggah ke media sosial lain, seperti Facebook dan Instagram, akan menjadi jejak digital tak terhapuskan di masa depan.
Aplikasi Smule pun kini menjadi salah satu pilihan bagi Pita Loppies, penyanyi grup vokal Mollucas yang kini menjadi bagian berdirinya RSC. Tidak perlu panggung, tidak perlu tata cahaya yang lengkap. Hanya butuh gawai yang mumpuni plus alat pendengar atau earphone. Pastinya, buka kolaborasi untuk berduet atau nyanyi ramai-ramai, Smule memang bikin smile lucu-lucuan. (OSA)