Bulan Juni dan Juli menjadi momen pekan mode baju-baju pria koleksi musim semi dan musim panas. Dimulai dari London, Milan, dan Paris Men’s Fashion Week pada bulan Juni, lalu berlanjut dengan New York Men’s Fashion Week pada Juli. Di Tanah Air, sejauh ini hanya ada satu pekan mode yang didedikasikan khusus untuk baju-baju pria. Meski begitu, perkembangan mode pria perlahan mulai menggeliat.
London Men’s Fashion Week kali ini diikuti 50 desainer dari lebih 45 negara, termasuk China, Korea Selatan, Spanyol, Jerman, Perancis, Amerika Serikat, dan Australia. Pekan mode ini tampaknya menampilkan lebih banyak perancang muda, di antaranya perancang yang menang lewat ajang British Emerging Talent Menswear, seperti Charles Jeffrey. Desainer dan label lain yang menjadi nomine di ajang yang sama juga diberi kesempatan tampil, seperti A Cold Wall, Cottweiler, dan Phoebe English.
Pemerintah Inggris lewat British Fashion Council (BFC) memberikan perhatian serius terhadap perkembangan mode, termasuk mode pria. Tahun lalu, badan ini memperoleh dana 2,2 miliar poundsterling yang dialokasikan untuk mendukung desainer-desainer muda berbakat. Salah satu programnya adalah NewGen yang bertujuan membangun merek-merek global di masa depan.
Program ini memberikan dukungan finansial, kesempatan peragaan busana, dan mentoring individual untuk membangun keterampilan dan infrastruktur bisnis para desainer muda. Badan ini juga menobatkan David Beckham sebagai duta BFC untuk mempromosikan bakat-bakat muda ke panggung internasional serta mendorong munculnya bakat-bakat baru di industri mode.
Perhatian besar ini tidak mengherankan mengingat kontribusi langsung sektor mode yang sangat besar, yakni 29,7 miliar poundsterling terhadap produk domestik bruto Inggris dan menyerap 850.000 tenaga kerja, seperti dikutip Fabukmagazine.com dari Oxford Economics 2017.
Pasar baju pria saja pada 2017 mengalami pertumbuhan 3,5 persen dengan nilai 15 miliar poundsterling. Pasar baju pria memakan porsi 26 persen dari total pasar busana. Tahun ini sampai 2020, pertumbuhan baju pria di Inggris diperkirakan hingga 11 persen dengan nilai 17,1 miliar poundsterling. Di London, sektor ini mempekerjakan satu dari enam warganya.
Selain menampilkan bakat-bakat muda, London Men’s Fashion Week juga memberikan ruang khusus bagi desainer-desainer yang mengedepankan praktik berkelanjutan terhadap lingkungan, seperti Christopher Raeburn, Bethany Williams, dan Oliver Spencer. Raeburn menggunakan bahan dan baju-baju daur ulang menjadi baju lain yang berbeda dan fungsional.
Bethany Williams selain mengedepankan proses yang berkelanjutan juga menyumbangkan 30 persen keuntungannya untuk program sosial. Sementara Oliver Spencer, yang memproduksi bajunya di Inggris dan Portugal, selalu terbuka dengan asal-usul material serta rantai pasokannya. Awal tahun ini, Spencer mulai meniadakan penggunaan kertas lipat untuk kemasan baju-bajunya yang berdampak pada pengurangan 36.934 kilogram karbon per tahun.
Milan Men’s Fashion Week menampilkan nama-nama besar di bidang mode, antara lain Fendi, Giorgio Armani, Versace, dan Dolce&Gabbana. Koleksi Dolce&Gabbana bermain-main dengan motif yang ramai dan berwarna-warni. Label ini mengadopsi motif-motif kartu dalam ukuran besar yang diterapkan pada jaket dan sweater. Motif lain adalah binatang yang dicetak pada celana panjang dan luaran (outerwear).
Dengan mengusung moto ”D&G Give Me Freedom” dan ”I am not your scapegoat”, label ini ingin membawa pesan cinta dan hasrat jiwa kepada anak muda yang sekaligus mulai menjadi target pasar mereka. Promosinya dilakukan melalui selebgram alias selebritas di dunia Instagram, seperti King Bach dan Myles B O’Neal yang merupakan anak dari mantan pebasket NBA legendaris Shaquille O’Neal.
Butuh banyak wadah
Label dan desainer kenamaan tetap menjadi yang paling menarik perhatian dalam perhelatan Paris Men’s Fashion Show, antara lain Louis Vuitton, Dior Men, Hermes, Alexander McQueen, Lanvin, dan Dunhill.
Virgil Abloh menjadi salah satu desainer yang paling mencuri perhatian saat itu, seperti dikutip dari Hypebeast.com. Ia menampilkan koleksi perdananya di bawah label Louis Vuitton yang pergelaran busananya dihadiri selebritas Kanye West dan Kim Kardashian. Secara mengejutkan, Abloh yang berlatar belakang desainer baju bergaya jalanan (street wear) kemudian diumumkan sebagai Kepala Divisi Menswear Louis Vuitton.
Abloh tidak memiliki latar belakang pendidikan khusus di bidang mode. Ia bahkan kadang-kadang menjadi disc jockey (DJ) dan desainer interior. Abloh beruntung karena muncul bersamaan dengan memuncaknya gaya jalanan di dunia mode pria beberapa tahun belakangan. Ditambah pertemanannya dengan Kanye West, namanya semakin moncer.
Abloh menggantikan kekosongan yang ditinggalkan desainer Kim Jones yang hengkang ke Dior Men. Pada pekan mode ini, Kim Jones juga menampilkan koleksi debutnya di bawah Dior Men.
Di Tanah Air, meski perkembangan mode pria belum seheboh di negeri-negeri mode, tetapi mulai menunjukkan geliatnya. Hal itu seperti diungkapkan desainer Amot Syamsuri Muda. Dua tahun terakhir, dengan bantuan media sosial, Amot merasakan perkembangan mode pria yang lebih cepat pergerakannya. Meski begitu, ia berharap akan ada lebih banyak lagi wadah untuk menampung mode pria di Tanah Air.
”Pekan mode menswear di kita baru ada satu, di Plaza Indonesia Men’s Fashion Week, dan aku berusaha selalu ikut karena di situ sebagai desainer baju pria aku merasa dihargai. Kalau di fashion week lain, menswear kesannya hanya pemanis. Kadang-kadang penyelenggaranya minta aku menampilkan model cewek juga. Lho, bagaimana sih, kan baju saya baju cowok, meski ada baju-baju yang memang bisa dipakai cowok-cewek,” ungkap Amot yang mengusung label Amotsyamsurimuda.
Dengan kondisi Indonesia yang terdiri atas dua musim, Amot biasanya membagi koleksinya menjadi tiga dan dikeluarkan pada awal, tengah, dan akhir tahun. Pengaruh empat musim tetap masih ada, tetapi disesuaikan dengan penggunaan dan kondisi di Tanah Air.
”Kalau akhir tahun, tetap bikin yang ada tebal-tebalnya karena biasanya dipakai untuk liburan winter. Begitu juga kalau tengah tahun, ada yang minta dibikinkan untuk pergi liburan summer. Secara umum, koleksi aku lebih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan penggunanya yang anak milenial,” tutur Amot.
Meski pasar pria semakin lama semakin sadar mode, Amot masih merasa memiliki pekerjaan rumah, yakni mengedukasi target pasarnya agar lebih berani mengekspresikan diri melalui busana.
”Semua berhak tampil fashionable. Mau kurus atau gemuk, it’s okay to be who you are and fashionable,” ujarnya.