Segala hal yang dikaitkan dengan ibu senantiasa kuat muatan emosinya. Sebab, ibu adalah kenangan pertama dan terlama sepanjang hayat manusia. Ibu tak lain adalah sosok paling personal dan emosional. Nah, emosi dalam karya seni menjadi nilai lebih melintasi nilai artistik kulit karya itu sendiri. Dari pesona kenangan terhadap sosok ibu, seniman asal Jepang, Osamu Watanabe (38), lalu terpikat pada impresi ibu kota Jakarta.
Banyak sekali seniman yang berkreasi karena terinspirasi sosok ibu atau pengalaman tentang ibu. Sebutlah perupa kawakan Jeihan Sukmantoro lewat karya bertajuk ”Ibu dan Anak”. Ada juga seniman patung Budi PM Tobing dengan karyanya, ”Dalam rengkuhan-Nya”. Itu untuk menyebut beberapa nama. Bisa disimak pula karya-karya seniman kontemporer dari New Mexico, Catie Atkinson, yang berpijak pada pengalaman ibu dalam mengandung dan melahirkan.
Baru-baru ini, Osamu Watanabe menggelar pameran tunggal bertajuk Museum Cake di Art:1 New Museum, Jakarta. Pameran yang berlangsung pada 26 Juli sampai 26 Agustus 2018 ini menghadirkan aneka rupa kue palsu yang demikian menggoda mata. Karya-karya ini demikian tampak realistis sehingga tak sedikit pengunjung menyangka bahwa kue-kue itu dapat disantap. Padahal, jangankan disantap, disentuh saja dilarang.
Buah, krim, dan topping pada kue-kue karya Osamu demikian detail dan nyata. Kue-kue itu sebagian besar berbahan resin. Osamu menyebutnya seni krim palsu.
Osamu menuturkan, semua karyanya terinspirasi oleh sosok ibunya. Ketika kecil, hampir setiap hari dia menyaksikan ibunya membuat beragam kue. Praktis hampir setiap hari pula di rumahnya ada kue. Dia tidak pernah ikut langsung membuat kue-kue itu, hanya sesekali ikut memakannya.
Dalam ingatan Osamu, ibunya lincah, cekatan, dan tentu saja baik kepada siapa saja, terutama kepada sang anak. Persepsi positif terhadap ibunya itu lambat laun dia persepsikan secara identik dengan warna-warni kue. Kue yang cerah, penuh warna, dan mengundang selera membingkai kesan dan kenangan Osamu terhadap ibunya yang baik, cekatan, dan ramah itu.
Dengan demikian, setiap melihat kue, yang terlintas di benak Osamu adalah kebahagiaan. Kebahagiaan yang sama saat bersama ibunya. ”Kue identik dengan peristiwa ulang tahun, seperti ada selamatan. Kue identik dengan sesuatu yang membahagiakan. Melalui karya saya, saya ingin orang lain bahagia,” ujar Osamu.
Emosi dan kenangan itu dia transformasikan ke dalam karya seni. Ini pertama kali dilakukannya ketika mendapat tugas kuliah di Universitas Zokei, Tokyo. Eksperimennya mendapat apresiasi bagus dan dia merasa menemukan identitas dirinya lewat karya tersebut. Sejak itu, dia terus mengembangkan kreasi-kreasi tersebut, seperti yang terlihat di Art:1 New Museum kali ini.
Dalam pameran tersebut, pria kelahiran Prefektur Yamaguchi ini menghadirkan sedikitnya 21 karya. Sebagian berbentuk patung dan relief. Karya yang paling pribadi bagi Osamu adalah patung bertajuk ”Unicorn”. Patung setinggi 29 sentimeter itu berupa kuda yang sekujur tubuhnya dipenuhi pasta, permen, dan beragam pugasan (garnish). Kuda itu meringkik dan mengangkat dua kaki depannya. Badannya yang selang-seling berwarna putih itu begitu menggoda. Seekor kuda yang menjelma kue atau kue yang menjelma menjadi kuda.
Bagi Osamu, karya itu mewakili warna-warna yang ada dalam setiap karya lain. Unicorn juga melambangkan keberanian sebagaimana yang dia rasakan.
Jakarta unik
Sebelum pameran, Osamu menghabiskan empat hari keliling Jakarta. Dia, antara lain, berkunjung ke Kota Tua Jakarta dan Monumen Nasional. Salah satu yang membuat kagum Osamu adalah sikap warga Jakarta yang tampak santai dan baik-baik saja menghadapi kemacetan setiap hari. Kemacetan itu dipicu infrastruktur transportasi yang belum berkembang maksimal. Bagi Osamu, kemacetan di Jakarta ini sungguh gila jika dibandingkan dengan Tokyo. Orang-orang di Tokyo akan tertekan berat jika menghadapi kemacetan serupa di Jakarta karena mereka didesak waktu.
Osamu mencatat, Jakarta begitu hidup oleh ramainya anak muda serta pembangunan di segala sudutnya. Warna-warna mencolok yang digunakan pada setiap baliho atau iklan produk pun menyisakan kesan tersendiri.
Kesan itu kemudian menginspirasi Osamu menciptakan lima karya, antara lain ”Love Sweet Dream”, ”Monochrome”, dan ”Happiness”.
”Love Sweet Dream” serupa es krim yang disendok menggunakan cup,lalu ditempelkan pada bidang datar. Sendokan-sendokan es krim tadi ditata sedemikian rupa dengan variasi warna mencolok, seperti merah, ungu, hijau, pastel, hitam, kuning, serta kombinasi merah-putih dan biru-putih.
Karya itu dapat diartikan sebagai kesan seniman terhadap keberagaman identitas warga Jakarta. Keberagaman itu dimaknai Osamu sebagai sebuah kekayaan spiritual. Kekayaan untuk dapat menerima kelompok lain dengan identitas keagamaan berbeda. Semangat ini tampaknya perlu dikedepankan lagi di masa sekarang ketika politik identitas menguat.
Adapun ”Monochrome” dan ”Happiness” seperti dua karya yang sama dengan sentuhan warna berbeda. Jika karya pertama berwarna hitam-putih, karya kedua penuh warna. Keduanya berisi beragam kue palsu serupa tar. Kue-kue tersebut dipuncaki potongan stroberi, pisang, jeruk, anggur, dan apel. Osamu sengaja membuat warnanya 40 persen lebih pekat daripada yang biasa dia bikin.
Kepekatan warna itu untuk menguatkan kesannya terhadap Jakarta. Jika semula Osamu berkarya karena terpikat kenangan terhadap ibu, kali ini dia terpikat oleh kesan terhadap Ibu Kota.