Berantakan di Rupa, Luar Biasa di Rasa
Dalam dunia kuliner sering kali terjadi paradoks. Sajian yang tak karuan bentuknya malah menghadirkan sensasi rasa luar biasa. Itulah yang bisa digambarkan dari mangut kepala manyung: berantakan di rupa, tetapi luar biasa di rasa.
Seorang pramusaji tergopoh membawa sepiring mangut kepala ikan manyung. Asapnya masih mengepul ketika sajian itu diletakkan di meja. Kepala ikan manyung diguyur kuah mangut menguarkan aroma provokatif di tengah siang yang lapar. Siapa pun pasti akan langsung tergoda.
Kepala manyung ini hampir tidak muat diletakkan di atas piring. Bukan karena piringnya kekecilan, tetapi kepala manyung yang kebesaran. Satu kepala manyung beratnya bisa sampai 2 kilogram. Paling tidak itu yang kami temui saat santap siang di Warung Makan Kepala Manyung Selera Bu Fat di Jalan Sukun Raya, Banyumanik, Kota Semarang, Jawa Tengah.
Sekilas, bentuk kepala tadi tidak lagi serupa kepala ikan, lebih mirip bongkahan karena rata-rata sudah dibelah menjadi dua. Yang tersaji hanya salah satu belahan kepala. Jika tak jeli benar, susah juga mengidentifikasi bagian mulut, mata, atau lainnya.
Permukaan kepala manyung ini coklat kehitaman berkilau karena tersiram bumbu mangut bersantan. Untuk mendapatkan daging perlu kejelian tersendiri dalam memilih bagian-bagian tertentu karena tersembunyi di balik tulang tengkorak ikan.
Akan tetapi, justru itu bagian dari kenikmatan menyantap mangut kepala manyung. Penyuka mangut kadang perlu bantuan rekan semeja untuk menahan salah satu bagian kepala ketika bagian lainnya ditarik. Begitu tulang belulang pada kepala manyung itu terungkap, siap-siap saja menikmati sensasi gurih.
Paduan santan dan kemiri begitu mendominasi rasa. Ditambah rasa gurih bawaan daging manyung, rasa santan dan kemiri memunculkan sensasi gurih yang berbeda, lebih legit. Oleh karena itu, ingin mencubit dan cubit lagi. Gemas!
Bagi yang menyukai rasa pedas, sensasi gurih itu semakin nikmat. Sebab, mangut kepala manyung selalu dimasak dalam racikan ekstra pedas. ”Kami bisa menghabiskan 5 kilogram cabai rawit dalam sehari,” ujar Winda Riskayani (26), pengelola Warung Makan Kepala Manyung Selera Bu Fat.
Dalam sehari, warung ini mampu menjual 100 kepala manyung dalam masakan mangut.
Sebenarnya jumlah daging yang tersembunyi di balik tulang belulang kepala manyung hanya sekitar sepertiga dari total beratnya. Ketika asyik bersantap, kadang seolah kepala ikan masih menyimpan banyak daging, padahal sudah tak ada lagi yang tersembunyi di sana.
Akan tetapi, tunggu dulu, jangan buru-buru menyudahinya. Cobalah tarik kulit ikan yang kehitaman dan mengilap itu. Cecap pelan-pelan, lalu gigit dan kunyah. Nah, benar begitu. Gimana? Benar sekali! rasanya tidak kalah gurih dengan daging manyung. Kulit kepala manyung yang agak liat dan kenyal ini sangat gurih.
Menyantap mangut kepala manyung paling enak mengajak teman atau saudara. Ini karena ukuran kepala manyung yang besar jarang sekali dapat dihabiskan satu orang. Bisanya berdua sampai bertiga. Selain itu, membongkar kepala manyung kerap kali butuh rekan untuk membantu menahan bagian tertentu.
Artinya, kepala manyung mengajarkan pentingnya kerja sama rekan semeja. Ada yang menarik, ada yang menahan. ”Susah kalau dimakan sendiri karena besar,” kata Winda.
Bertahan puluhan tahun
Sensasi rasa mangut kepala manyung yang rawan bikin ketagihan itu sebenarnya berawal dari kesia-siaan. Dulu, kepala manyung ini tidak ada harganya setelah bagian badannya dijadikan bahan ikan jambal roti. Lalu muncul tren kepala-kepala manyung itu diasapi dan banyak dijual. ”Ikan-ikan itu didatangkan dari Banyuwangi, Jepara, dan Cirebon. Pusat pengasapannya ada di Demak. Kami membelinya dari Demak,” ujar Winda.
Dia mengatakan, neneknya, Fatimah, yang semula berinisiatif memasak mangut manyung untuk dimakan sendiri dan dijual pada tahun 1969 di Jalan Ariloka, Semarang Barat. Ternyata banyak yang menyukainya dan lambat laun dikenal sebagai Mangut Kepala Manyung Bu Fat.
Tatkala Bu Fat meninggal pada tahun 1999, anaknya melanjutkan resep warisannya, lalu membuka cabang di Jalan Erlangga Barat. Dua tahun lalu, cabang itu tutup karena pemilik tempat tidak memperpanjang kontrak. Tak lama kemudian, anak Bu Fat membuka cabang lagi di Jalan Sukun Raya yang dikelola Winda ini.
Menurut Winda, bumbu mangut kepala manyung ini tidak rumit. Bawang putih, bawang merah, cabai merah, cabai hijau, salam, laos, dan kemiri ditumbuk halus, lalu dioseng. Setelah itu dicampur santan dan dimasak. Setelah tercampur merata, cabai rawit yang sudah ditumbuk halus dicampur, lalu diaduk. Baru kemudian kepala manyung dimasukkan dan direbus sekitar setengah jam. Campuran bumbu itu tentu dengan takaran khusus yang hanya dimengerti oleh para penerus Bu Fat.
Takaran itulah yang, antara lain, membuat mangut kepala manyung Bu Fat istimewa. Bukan hanya istimewa di lidah pelanggan, melainkan juga bagi para penilai rasa. Oleh karena itu, resep mangut kepala manyung ini berulang kali keluar sebagai juara dalam beragam lomba kuliner. Penghargaan yang sudah diraih antara lain Kuliner Legendaris Pemerintah Provinsi Jawa Tengah.
Di setiap warung kepala manyung Bu Fat tidak hanya tersaji mangut kepala manyung. Setidaknya terdapat 30 menu lain, seperti mangut ikan pari, pepes telur manyung, dan ayam goreng. Minuman juga beragam, mulai dari minuman ringan sampai jus buah.
Akan tetapi, mangut kepala manyung tetap menjadi incaran utama pelanggan. Sebab, mangut kepala manyung yang berantakan di rupa itu ternyata luar biasa di rasa.