Busana Energi Asia
Ajang olahraga kini tidak lepas dari mode. Lihat saja bagaimana tiap klub besar sepak bola merancang khusus seragam para pemainnya. Belum lagi pilihan busana para pemain tenis dunia dan atlet cabang olahraga populer lainnya ketika turun ke lapangan. Demikian pula dengan Asian Games yang menjadi acara olahraga multicabang terbesar di Asia.
Acara yang menarik perhatian ratusan juta pasang mata ini semestinya juga bisa dimanfaatkan sebagai etalase promosi kekayaan dan kemajuan Indonesia lainnya selain olahraga, antara lain mode. Asian Games 2018 yang berlangsung di Jakarta dan Palembang akan dibuka dan ditutup dengan rangkaian defile kontingen negara-negara peserta. Kontingen Indonesia telah bersiap dengan balutan seragam bernuansa merah putih dalam bentuk setelan blazer, kaus t (T-shirt), dan celana panjang.
Dirancang oleh The Executive, produsen busana dalam negeri yang biasa menghasilkan produk busana kerja siap pakai dengan sentuhan formal, seragam untuk atlet perempuan akan berupa T-shirt putih dengan leher berbentuk v, yang dipadu blazer merah lengan panjang double breast. Bagian bawahnya berupa celana panjang putih dengan aksen dua garis merah pada sisi kiri dan kanan.
”Warna merah putih terinspirasi dari bendera Merah Putih. Merah melambangkan jiwa berani dan putih berarti suci. Untuk seragam perempuan dilengkapi scarf atau hijab bermotif batik,” kata General Manager Brand The Executive Rita Zulkaidarati.
Scarf atau hijab ini dibuat dengan proses batik cap bermotif parang dengan visual menyerupai huruf s sebagai simbol dari jalinan atau kesinambungan. Motif batik juga dijumpai pada pocket square blazer atlet pria, tepatnya motif nitik yang merupakan kombinasi dari corak bunga. Batik dengan motif nitik, yang biasanya digunakan pada ritual atau seremoni khusus, melambangkan keberkahan dan kemenangan. Serupa dengan atlet perempuan, blazer lengan panjang atlet pria juga dipadu dengan kaus putih berkerah bulat dan celana panjang putih.
Seragam kontingen saat defile selalu mendapat perhatian penting, seperti terlihat saat perhelatan Olimpiade. Citra kontingen dipertaruhkan, antara lain lewat seragam saat berparade tersebut. Tidak heran jika banyak negara memilih dengan hati-hati desainer atau label untuk merancang seragam kontingennya. Indonesia berhasil mencuri perhatian saat Olimpiade 2016 dengan tampilan baju adat Lampung yang menggunakan kain tapis dan hiasan kepala siger yang berwarna keemasan. Demikian pula dengan baju adat Papua dan Bali yang ditempatkan di bagian depan rombongan kontingen. Hanya saja, seragam kontingen Indonesia saat itu sempat mendapat kritik pedas dari warganet dalam negeri. Para ”polisi mode” pasti juga telah bersiap-siap untuk menilai busana yang akan dikenakan kontingen-kontingen di Asian Games 2018.
Mewakili Asia
Untuk memikat perhatian khalayak, tim kreatif Asian Games meluncurkan kampanye melalui foto yang mencerminkan keragaman dan kekayaan Asia. Sejumlah busana karya desainer kenamaan dalam negeri dipilih untuk menyampaikan pesan yang akan disampaikan, antara lain Ghea Panggabean, Deden Siswanto, Mel Ahyar, dan Albert Yanuar. Pemakaian aksesori dan hiasan rambut atau kepala (headpiece) juga dipilihkan dari hasil karya desainer.
”Kampanye ini untuk menyambut saudara-saudara kita dari seluruh Asia, menyambut energi Asia. Kami bekerja sama dengan desainer Tanah Air yang karyanya kira-kira bisa merepresentasikan Asia dengan paduan latar belakang lokasi di Indonesia yang ingin diangkat,” ungkap Erlangga S Negoro, fashion director kampanye foto Asian Games 2018.
Misalnya, karya Deden Siswanto yang dimaksudkan sebagai representasi negara-negara di Asia Tengah, seperti Mongolia, Kazakhstan, Uzbekistan, dan Tajikistan. Uniknya, Deden sendiri mengaku banyak terinspirasi dari budaya Kalimantan. Tim kampanye memang tidak memesan khusus kepada desainer, tetapi hanya mengambil dari koleksi busana yang sudah ada.
Deden memadukan gaun panjang yang disusun dari potongan-potongan kain tradisional, seperti tenun dan batik dengan jaket besar (oversized) yang terbuat dari material tenun lombok. Bagian pinggang dihiasi dengan korset rotan yang terinspirasi dari pakaian suku-suku di Kalimantan yang memberikan tampilan akhir seperti ksatria atau pejuang.
”Saya selalu berangkat dari pakaian sehari-hari yang vintage. Misalnya, seperti korset rotan itu memang biasa dipakai di Kalimantan. Tampilannya seperti armour,” kata Deden.
Dengan tambahan penutup kepala etnik karya Molly yang dilengkapi pom-pom yang dibawakan model berwajah oriental, tampilan akhir cukup mendukung. Sementara itu, untuk mewakili negara-negara dari wilayah Asia Tenggara, dipilihlah baju karya Mel Ahyar dari label Happa.
Bagian atas merupakan blus dari paduan bahan linen dan kain tenun Toraja berwarna biru. Adapun bagian bawahnya merupakan celana dengan motif kotak-kotak. Diambil dari koleksi Tapak Rentak 2018, Mel terinspirasi oleh tarian empat etnis yang bercerita tentang keharmonisan empat etnis di wilayah Makassar, yakni tari Pakarena, tari Pajoge, tari Pa’gellu, dan tari Pa’tuddu. Keempat tari ini menggambarkan keragaman dan keharmonisan empat etnis atau suku yang ada, yakni suku Makassar, Bugis, Mandar, dan Toraja.
”Bahan yang aku pakai diambil dari unsur-unsur keempat etnis, seperti tenun Toraja dan tenun Makassar,” kata Mel.
Tampilan akhir paduan baju ini, yang dibawakan oleh model yang membawa panah dan busur, dianggap mewakili negara-negara dari Asia Tenggara, seperti Malaysia, Singapura, Thailand, dan Myanmar. ”Headpiece-nya memberikan mood seperti suku-suku di pedalaman Thailand dan Borneo,” kata Erlangga.
Negara-negara di Asia Timur, seperti Jepang, Korea, Taiwan, dan China, diwakili dengan busana karya Albert Yanuar berupa kemeja berkerah cheongsam dengan motif naga di bagian dada. Sang model membawa dayung di tangan kirinya. Tatanan rambut updo yang terinspirasi dari gaya kuno para kaisar dan rias wajah yang mempersempit bentuk mata memberikan hasil tampilan akhir yang bernuansa oriental.
Tunik dari bahan kain tenun dengan motif sembagi berwarna merah dan emas karya Ghea Panggabean menjadi pilihan untuk merepresentasikan negara-negara dari Asia Selatan, seperti India dan Pakistan. Baju ini dilengkapi dengan kalung, anting hidung, dan hiasan kepala yang memperkuat kesan etnik yang ingin ditampilkan.
Sementara wilayah Timur Tengah diwakili dengan baju koko yang dilapisi luaran panjang koleksi label Hayati serta ikat kepala khas yang banyak dipakai di negara-negara seperti Qatar dan Uni Emirat Arab. Suku-suku kepulauan di timur Asia Tenggara, seperti Timor Leste, Indonesia, dan Filipina, diwakili oleh tampilan model yang mengenakan kain-kain tenun dari Timor Leste yang secara geografis berada di Pulau Timor. ”Mudah-mudahan eksplorasi ini sesuai dan bisa menyampaikan konsep yang kami inginkan,” ungkap Erlangga.