Taman Bermain Kaum Tua
Bagi sebagian orang, panti jompo adalah momok. Selama ini panti identik dengan tempat penampungan bagi mereka yang tua dan telantar. Namun, seiring makin mandirinya warga lansia, makin banyak di antara mereka yang justru menjatuhkan pilihan pada panti jompo yang kini sudah berubah konsep menjadi lebih menarik, kekinian, dan mewah.
Sebutannya pun bukan lagi panti jompo, melainkan elderly apartment, adult daycare, hingga senior living. Penghuni di hunian terpadu premium untuk para warga usia senior (senior living) D’Khayangan yang hadir sebagai wujud kerja sama PT Jababeka Tbk dengan perusahaan serupa, Longlife Holding Japan, misalnya, didominasi mereka yang memang secara sadar ingin tinggal dalam sebuah komunitas sesama orang lanjut usia. Tidak hanya menemukan kegembiraan bersama teman, mereka pun menjadikan tempat tinggal di kawasan Cikarang, Bekasi, Jawa Barat, itu sebagai taman bermain.
Seperti terlihat pada Jumat (27/7/2018) lalu, Oma Paulina (79) dan Eyang Prajitno (76) tampak bermain kartu gaplek di meja dan kursi taman dekat fasilitas apartemen D’Khayangan. Ditemani dua tenaga pendamping, Silvana Cindra Dehi (25) dan Dewi Ariyani (26), yang sekaligus berperan sebagai perawat (caregiver) bagi keduanya, Oma Paulina dan Eyang Prajitno asyik bercengkrama mengisi waktu sambil berbincang ngalor ngidul. Di lain waktu, Eyang Prajitno juga mengisi waktu luangnya dengan bermain golf bersama rekannya yang petinggi dan pendiri PT Jababeka Tbk.
Tidak hanya bermain-main dan berolahraga, Prajitno yang juga dokter spesialis penyakit-penyakit tropis lulusan Thailand itu masih mampu berdaya guna di usia tua. Ada banyak kegiatan dilakukan sehari-hari selain program rutin yang diadakan dan disediakan pihak pengelola D’Khayangan. Sebagai seorang dokter senior berpengalaman, dia bahkan masih diberi ”tugas” untuk memeriksa para caddy lapangan golf yang lokasinya masih satu area dengan D’Khayangan.
Total ada 250 caddy yang rutin diperiksa dan ditangani Prajitno. Mereka diperiksa dan dibagi dalam tiga kelompok. Prajitno juga harus siap dipanggil sewaktu-waktu untuk melakukan tindakan medis. Dia mengaku enjoy dan merasa masih dibutuhkan jasa dan pikirannya. Hal itulah yang menjadi salah satu faktor yang membuatnya bahagia tinggal di D’Khayangan. ”Saya itu jadi tempat curhat, mulai dari masalah asmara sampai jodoh,” ujar Prajitno.
Sebelum memutuskan tinggal di D’Khayangan empat tahun lalu, Prajitno mengaku baru saja mengalami keterpurukan setelah rumah tangganya berantakan. Namun, dia tak mau merepotkan keempat anaknya yang tinggal di beda tempat, seperti Yogyakarta, Jakarta, dan Australia. ”Saya sempat tinggal di rumah anak-anak, tetapi saya merasa kehadiran saya, kok, seperti malah menambahi beban mereka. Ya, sudahlah. Mereka, kan, membangun keluarga masih ibaratnya merangkak. Masa harus ketambahan beban saya lagi. Lebih baik saya yang menyingkir,” ujar Prajitno.
Prajitno mengaku bisa happy menjalani kehidupannya lantaran semua kebutuhannya bisa terpenuhi. Hal itu tampak dari wajahnya yang ceria saat ditemui dan diminta bercerita tentang aktivitas kesehariannya, termasuk hobi barunya berkebun dan membuat tanaman bonsai. Tidak terlihat jika lima bulan lalu dia baru menjalani operasi tumor dan kehilangan berat badan sampai 18 kilogram.
Aktualisasi diri
Sehari-hari Prajitno tinggal di kamar apartemennya yang nyaman dengan fasilitas kamar mandi di dalam, dilengkapi furnitur dan meja makan serta tempat tidur elektrik. Kamar seluar 43 meter persegi itu juga dilengkapi fasilitas hiburan televisi kabel dan akses Wi-Fi. Di atas meja panjang terpampang sejumlah foto keluarga, anak, dan cucu. Di dinding kamar juga terpajang lukisan tangan karyanya.
Berbeda dengan Prajitno, Oma Pauline datang pertama kali ke D’Khayangan dalam kondisi tidak sehat dan mengalami dimensia yang membuatnya kesulitan mengingat, bahkan mengingat dirinya sendiri. Pauline sebelumnya tinggal berpindah-pindah dari satu anak ke anak yang lain. Sejak Januari, Pauline dititipkan di D’Khayangan. Setiap pagi dia diantar untuk kemudian dijemput kembali oleh anaknya pada sore harinya.
Selama hampir tujuh bulan berada di D’Khayangan, Pauline mengalami banyak kemajuan. Dia bisa mengenali orang-orang di sekitarnya dan tak takut berinteraksi. Dia senang mengudap camilan yang disimpan di tas jinjing yang biasa dibawa sehari-hari. Para caregiver tak jarang juga ditawari ikut nyamil bersama. ”Kemajuannya sudah jauh lebih baik dibandingkan dengan saat pertama beliau dibawa ke sini,” ujar Silvana yang kerap mendampinginya selama di D’Khayangan.
Presiden Direktur PT Jababeka Longlife City Marlin Marpaung menyebut, D’Khayangan punya konsep dasar yang sangat berbeda dengan fasilitas panti jompo atau penitipan warga usia lanjut lainnya. Di D’Khayangan para orang tua yang dititipkan atau dengan sukarela memilih tinggal di situ tidak hanya dicukupi beragam kebutuhan primer dan pelayanan kesehatannya.
Marlin mencontohkan, salah seorang warga senior D’Khayangan mendapat kesempatan bekerja sebagai dosen paruh waktu di salah satu universitas yang lokasinya masih di kawasan Jababeka. ”Dalam konsep senior living, mereka coba dibuat bahagia agar masih bisa merasa dibutuhkan dan dapat mengaktualisasikan diri lewat karya yang mereka buat atau aktivitas yang berguna bagi masyarakat sekitar,” ujar Marlin.
Untuk bisa tinggal serta mendapatkan semua fasilitas dan kegiatan di D’Khayangan, para senior terbilang harus merogoh kocek lumayan. Ada beragam pilihan fasilitas, tempat, dan program yang tentunya disesuaikan dengan harga berbeda-beda. Marlin menyebutkan, dengan tarif Rp 22 juta per bulan per orang, warga lansia bisa mendapatkan gaya hidup sehat dan menyenangkan yang ditawarkan D’Khayangan.
”Target pasar kami adalah warga lansia dari strata ekonomi masyarakat menengah-menengah. Secara umum mereka berasal dari beragam kalangan, mulai dari PNS, profesional, hingga entrepreneur dengan aset minimal Rp 3 miliar. Beberapa dari mereka bahkan masih punya passive income. Harga yang kami tawarkan masih jauh lebih murah daripada rata-rata biaya hidup lansia seperti mereka di Jabotabek yang besarannya antara Rp 30 juta sampai Rp 55 juta per bulan,” ujar Merlin.
Ramah lansia
Selain fasilitas bulanan, D’Khayangan juga menyediakan fasilitas perawatan harian, tahunan, dan bahkan seumur hidup. Untuk harian tarifnya Rp 1,1 juta hingga Rp 3,4 juta, sementara untuk tahunan tarifnya antara Rp 242 juta hingga Rp 702 juta. Untuk yang seumur hidup besarannya Rp 680 juta hingga Rp 2,8 miliar. Perbedaan harga disesuaikan terutama dengan fasilitas dan luas ruangan apartemen yang digunakan.
Konsep senior living atau tempat menginap bagi lansia juga diusung Bogor Senior Hospital di Jalan Raya Tajur, Kota Bogor, Jawa Barat, yang merupakan rumah sakit khusus pasien lanjut usia pertama di Indonesia yang juga menyediakan hunian bagi kaum lansia. Program hunian yang ditawarkan pun cukup fleksibel, yaitu fasilitas rawat harian atau daycare. Setiap lansia yang dititipkan tidak hanya memperoleh tempat tinggal nyaman, tetapi juga mendapat layanan kesehatan yang ramah lansia di lahan rumah sakit seluas 10 hektar.
Dokter senior ahli penyakit dalam yang merupakan salah satu penggagas Bogor Senior Hospital, Prof Dr Suwandhi Widjaja, Sp PD Ph D (76), menyebut pentingnya perawatan dan pelayanan kesehatan yang profesional yang dilandasi kehangatan dan sikap ramah kepada warga lansia. Warga lansia pun menjadi semakin bahagia karena bisa tinggal dan dirawat di hunian rumah sakit yang memiliki udara segar dan dihiasi panorama indah dari Gunung Salak.
Suwandhi menambahkan perlunya strategi khusus bagi lansia dalam pelayanan kesehatan, apalagi lansia biasanya datang ke rumah sakit dengan gejala unik dan kadang bereaksi berbeda terhadap obat-obatan. Penyakit akut atau pembedahan dapat mengubah hidup lansia secara drastis. Karena itu, upaya pencegahan dan deteksi dini merupakan hal penting dalam perawatan kesehatan warga lansia. ”Harus fokus mengobati sakitnya sekarang, tetapi setelah sembuh ada pengobatan preventif. Hampir sama dengan penanganan bayi,” lanjutnya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah lansia mencapai 10,3 persen dari populasi atau sekitar 25 juta orang. Seiring semakin tingginya jumlah warga lansia Indonesia (usia di atas 60 tahun), hadirnya rumah sakit khusus lansia, seperti Bogor Senior Hospital, menjadi sebuah keniscayaan. Apalagi, dokter ahli geriarti di Indonesia masih sangat terbatas, hanya 50 orang, bandingkan dengan Amerika Serikat yang memiliki 17.000 dokter ahli geriarti. ”Perawatan kesehatan lansia bertumpu pada perawatan yang prima (high care), tetapi lowtechnology,” kata Suwandhi.
Pengajar di Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Ninik L Karim, menilai, sudah waktunya masyarakat urban di Indonesia mulai memikirkan bagaimana cara hidup sejahtera dan bahagia saat menghabiskan masa tua mereka, termasuk dengan tinggal di rumah-rumah tinggal khusus untuk orang lansia.
Fasilitas rumah atau tempat tinggal alternatif di luar keluarga warga lansia seperti itu sudah lama ada dan bahkan disediakan dengan sangat baik oleh pemerintah negara-negara maju, seperti Jepang dan Belanda. Bahkan, di Jepang, para staf dan pekerja perawat atau caregiver bekerja secara sukarela, tetapi tetap dibiayai pemerintah mereka.
”Mungkin dengan begitu hidup mereka bisa lebih berkualitas. Sebab, kadang dengan usia lanjut seperti itu, ada dari mereka yang merasa sudah tidak ingin lagi berlama-lama hidup di dunia. Mereka merasa, buat apa lagi aku hidup berlama-lama. Dengan dibuatkan tempat di mana mereka bisa tetap beraktivitas dan hidup berkualitas, saya rasa hal itu sangat menyenangkan,” ujar Ninik.
Buat Ninik, berbahagia di usia senja adalah keharusan. Untuk itu, orang harus merencanakannya sejak dini, termasuk dengan mempersiapkan mental dan kondisi psikologis mereka. Salah satunya dengan mengubah paradigma berpikir bahwa orang tua harus selalu diopeni dan diurusi anak-anaknya. Bagi Ninik, ada banyak kegiatan yang bisa dilakukan untuk bisa membahagiakan diri sendiri pada masa tua.