Telok Abang, Tradisi Palembang Menyambut Kemerdekaan Indonesia
Oleh
ADRIAN FAJRIANSYAH
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS – Palembang, Sumatera Selatan punya cara sendiri menyambut dan memeriahkan HUT Kemerdekaan Republik Indonesia setiap tahun. Kalau di daerah lain jalanan penuh dengan pedagang umbul-umbul, baliho, hingga bendera Merah-Putih setiap jelang HUT Kemerdekaan Indonesia, di Palembang jalanan akan penuh dengan pedagang telok abang (telur merah) yang disematkan pada mainan/pernak-pernik gabus styrofoam yang berbentuk perahu, helikopter, hingga pesawat tempur.
Hal itu tampak ketika Kompas berkeliling Palembang, Kamis (16/8/2018). Sepanjang Jalan Merdeka, Palembang, kanan-kirinya penuh pedagang yang menjajakan telok abang lengkap dengan pernak-pernik warna-warni berbentuk perahu, helikopter, hingga pesawat tempur. Ukurannya beragam mulai dari yang kecil dengan harga rata-rata Rp 20.000-Rp 30.000 per unit hingga yang berukuran besar dengan harga rata-rata Rp 60.000-Rp 80.000 per unit.
Seorang pedagang telok abang Pendi (57) ditemui, Kamis mengatakan, telok abang adalah telur rebus, bisa telur ayam atau telur bebek yang cangkangnya dicat warna merah. Cat yang digunakan adalah pewarna kue yang aman untuk dikonsumsi. Telok abang umumnya bisa dibuat sendiri. Sedangkan, pernak-pernik tersebut sebagian besar dibuat sendiri dan sebagian menampung hasil kreasi orang lain yang numpang titip untuk dijual.
Adapun pedagang telok abang biasanya sudah mulai bermunculan setengah bulan sebelum 17 Agustus. Tingkat penjualannya terus meningkat mendekati hari kemerdekaan. ”Jika sebelum hari kemerdekaan tingkat penjualan sekitar 30-40 unit per hari, semakin dekat hari kemerdekaan penjualan bisa mencapai 50 unit per hari,” ujarnya.
Pendi menuturkan, dirinya sudah puluhan tahun berjualan telok abang di sela kerja tetapnya yang serabutan atau kerja apapun yang menghasilkan uang halal. Ia sendiri tidak tahu pasti sejarah telok abang. Namun, menurutnya, tradisi itu sudah ada sejak lama. ”Sejak saya masih kecil telok abang ini sudah ada ketika jelang hari kemerdekaan,” katanya.
Tradisi zaman penjajahan
Akan tetapi, konon, telok abang adalah tradisi yang dibawa masyarakat Palembang dari zaman penjajahan Belanda. Dahulu, ketika peringatan Ulang Tahun Ratu Belanda Wilhelmina II, masyarakat Palembang memeriahkannya dengan membuat telur yang dicat merah. Setelah Indonesia merdeka, tradisi itu diteruskan pada penempatan berbeda, yakni ketika menyambut HUT Kemerdekaan Indonesia.
Secara tak langsung, telok abang menjadi alat untuk menyosialisasikan pentingnya hari kemerdekaan Indonesia kepada masyarakat sedari dini. Demikian dikemukakan oleh pembeli telok abang, Taufik Miryadi (38). Ia mengutarakan, dirinya membeli telok abang untuk keponakan. Selain untuk hiburan, telok abang itu digunakan untuk mengingatkan keponakannya bahwa tak lama lagi Indonesia akan merayakan kemerdekaan, yakni pada 17 Agustus. ”Setelah dibeli, telok abang ini akan dimakan sedangkan pernak-pernik gabusnya menjadi mainan untuk anak-anak dalam menyambut kemerdekaan,” tuturnya.
Selain telok abang, masyarakat Palembang juga menyambut hari kemerdekaan dengan kuliner telok ukan dan telok pindang. Telok ukan merupakan telur yang dimasak dengan cara mengeluarkan isi telur dari cangkangnya terlebih dahulu. Lalu, isi telur dikocok dengan beberapa bumbu, seperti pandan dan sedikit kapur sirih. Telur yang telah dibumbui tersebut dimasukan kembali kedalam cangkang telur dan ditutup dengan tutup yang terbuat dari kayu/gabus.
Telok pindang ialah telur yang direbus dengan cara dipindang. Bumbu-bumbunya, yakni daun jambu biji, daun salam, kulit bawang dan garam. ”Ada teknik khusus agar bumbu meresap di dalam telur, yaitu jika telur sudah sekitar 75 persen matang, telur akan sedikit ditekan-tekan hingga cangkang telur retak-retak,” pungkas Pendi.