Lukisan Djoko Pekik (80) kembali menyeruak dengan gagasan bernas. Karya berjudul ”Ditunggu Tambal Ban” disertakan dalam pameran seni rupa Energi Seni di Plaza Indonesia, Jakarta. Pameran digelar untuk memeriahkan HUT Ke-73 RI sekaligus hajatan Indonesia sebagai tuan rumah Asian Games Ke-18 yang bertemakan ”Energy of Asia”.
Karya Djoko Pekik dengan media cat minyak di atas kanvas berukuran 115 sentimeter x 150 sentimeter ini beraroma satire atau kritik sosial. Pekik melukis gegap gempita rakyat menyambut para pebalap sepeda di arena lintas alam. Seorang tukang tambal ban tampak duduk seperti menanti, barangkali ada saja sepeda para pebalap yang bocor bannya dan membutuhkan jasa tambal ban. Para pebalap pun terus melintasinya.
”Barangkali saja tukang tambal ban itu juga tidak tahu, ban tubles yang digunakan para pebalap sepeda itu,” kata Koordinator Talenta Organizer Poernomo, pemrakarsa pameran tersebut yang bekerja sama dengan pengelola Plaza Indonesia, Kamis (16/8/2018).
Djoko Pekik melukis kontur tanah gersang kecoklatan dengan tiang-tiang bendera tertancap di pinggir jalan. Warna lukisannya didominasi warna monokromatik kecoklatan. Diimbuhi panorama pantai dengan lautnya yang membiru kehijauan disertai ombak membuih putih.
Sekilas, itu seperti lukisan pemandangan alam biasa. Djoko Pekik menghiasinya dengan narasi sosial kerakyatan. Ini narasi ironi tentang ingar-bingar turnamen olahraga balap sepeda lintas alam dengan lintasan arena rakyat jelata kurang sejahtera.
Tukang tambal ban di pinggir arena lintas alam balap sepeda itu representasi kemiskinan sosial. Seperti diutarakan kurator pameran Suwarno Wisetrotomo, pameran Energi Seni dimaksudkan untuk turut mengokohkan keindonesiaan.
Djoko Pekik telah mengerahkan energi seninya. Ia pun mengokohkan keindonesiaan dengan jalan dan caranya tersendiri.
Energi positif
Pameran Energi Seni ini diikuti oleh 18 seniman. Deretan seniman lainnya meliputi Afdhal, Agus Kama Loedin, Andrik Musfalri, Bambang Heras, Butet Kartaredjasa, Erianto, Erica Hestu Wahyuni, Gunawan Bonaventura, Heri Dono, Indra Dodi, Ma Roziq, Masagoeng, Ong Hari Wahyu, Putu Sutawijaya, Rato Tanggela, Tempa, dan Umbu Tanggela.
Pameran berlangsung pada 13-19 Agustus 2018. General Manager Marketing PT Plaza Indonesia Realty Tbk Zamri Mamat mengatakan, pameran hasil kerja sama dengan Talenta Organizer untuk tahun kedua ini membangkitkan apresiasi publik dan memberi energi positif melalui energi seni.
Beragam media disajikan oleh para seniman di pameran ini. Umbu Tanggela membuat instalasi ”Stairway to Dream” atau ”Tangga Menuju Mimpi” dengan menggunakan media tangga bambu.
Estetika setiap tangga digarap dengan wacana perjalanan mencapai puncak akan dipenuhi rintangan. Satu tangga dicat dengan warna perak. Pada pijakan anak tangganya dililitkan untaian pagar berduri. Itu menandakan banyaknya onak duri dalam meraih mimpi.
Tangga lain dihiasi tempelan teks ragam celaan. Umbu ingin menunjukkan, tatkala ingin meraih mimpi atau puncak keberhasilan, pastilah dihadapkan beragam ujar kebencian.
Di tangga lain, Umbu meletakkan sepatu-sepatu putih berukuran anak-anak di beberapa anak tangga bagian bawah. Banyak sepatu lain masih terserak di lantai.
Umbu ingin memperlihatkan, tatkala mengejar mimpi, di belakang kita ada barisan antrean orang lain yang siap merebut kesempatan. Umbu mengajarkan, kita pun tidak boleh lengah dalam mengejar mimpi.
Pameran Energi Seni mengajak publik mengejar makna di balik karya. Putu Sutawijaya menyajikan instalasi patung figur beberapa manusia dengan media kawat serta pelat kuningan berjudul ”Menyangga”. Hidup saling menyangga dalam keseimbangan menjadi pesan karya Putu.
Ong Hari Wahyu menghadirkan lukisan ”Woke a Sleeping Tiger” (Nggugah Macan Turu) atau Membangunkan Macan Tidur. Adapun Heri Dono menyajikan karya-karya instalasi meliputi ”Hommage to the Musicians”, ”The Defender’s Vehicle”, ”Trio Angels”, dan ”The Guardian of Angels”.
Pada pameran ini pula, Butet Kartaredjasa menampilkan karya rupa di atas keramik yang jenaka dan satire meliputi ”Burung Jimat”, ”Berpacu”, ”Celeng Merah Slewah”, ”Celeng Silver Netes”, ”Kuping Tersumbat”, dan ”Musim Jenaka”.
Kurator Suwarno Wisetrotomo berpandangan, energi seni penting untuk menghadirkan energi positif. Salah satu energi positif yang bisa dihadirkan adalah seni untuk pemersatu bangsa.
”Itu hanya mungkin terjadi jika tumbuh penghargaan tinggi terhadap keberagaman daya cipta. Seni sebagai sumber peradaban,” kata Suwarno.
Di dalam seni juga dinyatakan Suwarno, tidak ada yang memiliki makna tunggal atau absolut. Berseni tidak lain untuk menumbuhkan energi berdemokrasi yang penuh etika.
Seperti dalam melontarkan kritik sosial, Djoko Pekik tidak berteriak-teriak lantang di berbagai mimbar atau media sosial. Melalui karya lukisan ”Ditunggu Tambal Ban”, energi seni Djoko Pekik menjadi energi positif dan sekaligus energi berdemokrasi yang penuh etika.
Tentu karya-karya lain yang dipamerkan demikian juga halnya.