Keliling Berteater
Telah hadir sejak 1974, Teater Keliling masih mengukuhi konsep yang sejak awal diusung dengan berpentas keliling Tanah Air hingga mancanegara. Seiring perkembangan zaman, Teater Keliling memang harus liat beradaptasi. Kuantitas kelilingnya tak sesering dulu, tetapi kesetiaan mereka pada teater tetap mampu menyuguhkan pertunjukan yang layak untuk dikenang penonton generasi baru.
Jika dulu, anggotanya bisa berkeliling Tanah Air hingga ke mancanegara selama enam bulan penuh tanpa pulang, kini mereka hanya keliling dua kali dalam setahun di Tanah Air plus satu kali pertunjukan di luar negeri dengan pendanaan dari sponsor. ”Dulu, kalau kita keliling, jangan pernah tanya: kapan pulang?” kata Rudolf Puspa (70), pendiri Teater Keliling.
Istri Rudolf, Dery Syrna (69), yang juga pendiri Teater Keliling—bersama Buyung Zasdar dan Paul Pangemanan—menceritakan bahwa anggota Teater Keliling dulunya harus cuti berbulan-bulan dari pekerjaan atau kuliah demi berpentas. Seniman yang pernah bergabung dalam Teater Keliling antara lain adalah Jajang C Noer, Saraswaty Sunindyo, Ahmad Hidayat, Willem Patirajawane, Syaeful Anwar, dan RW Mulyadi.
Pada suatu masa tahun 1976, misalnya, mereka keliling selama enam bulan penuh ke seluruh Jawa, Madura, Bali, Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur, Jayapura, Maluku, Jakarta, Singapura, lalu Malaysia. ”Kita membawakan enam naskah sekaligus. Kita jalan sambil sodorkan naskah. Kayak restoran, mau main naskah yang mana? Setahun bisa 122 kali pentas. Tiga tahun terakhir, kita harus cari sponsor dulu baru bisa jalan,” kata Dery.
Telah pentas di seluruh provinsi di Indonesia dan 11 negara di dunia, anggota tetap Teater Keliling saat ini berjumlah 15 orang. Mereka rutin berlatih, terutama di akhir pekan. Seiring waktu, anggota baru pun bermunculan. Saat ini, Teater Keliling sudah berpindah generasi di bawah pimpinan Dolfry Inda Suri yang juga putri Rudolf dan Dery. Anggota termuda mereka, Alexandria Kahagani Anargya (4), adalah cucu Rudolf.
Pada 17-19 Agustus lalu di Gedung Kesenian Jakarta, kematangan berteater ala Teater Keliling bisa direguk dalam pertunjukan bertajuk ”Takdir Cinta Pangeran Diponegoro”. Kali ini, anggota tetap Komunitas Teater Keliling lebih memilih berada di belakang layar ketika anak-anak didik mereka dalam berteater untuk pertama kali menyuguhkan pertunjukan yang dikemas dalam wujud drama musikal. ”Lihat pementasan ini, rasanya penginnangis dan terharu. Deg-degan,” ujar Dery.
Generasi muda
Drama musikal menjadi pilihan karena hampir seluruh pemainnya adalah anak-anak remaja usia SMP dan SMA yang sebelumnya sudah digembleng di Sanggar Teater Keliling. Selama dua jam pertunjukan, mereka menghadirkan kolaborasi seni tari, musik, nyanyian dan seni bela diri. Naskah”Takdir Cinta Pangeran Diponegoro” merupakan karya Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia era Presiden Soeharto, Wardiman Djojonegoro yang diadaptasi Dolfry dan disutradarai Rudolf.
”Takdir Cinta Pangeran Diponegoro” mengupas kisah cinta Pangeran Diponegoro dengan istri yang paling dicintainya, Raden Ayu Maduretno, dalam perang melawan penjajah. Meskipun kisahnya kuno, pertunjukan hadir dalam nuansa segar yang mampu memaku penonton anak-anak muda di kursinya. Apalagi, kisah percintaan merupakan sesuatu yang sangat dekat dengan mereka yang kebanyakan memang masih remaja.
Suara suitan dari penonton remaja membahana ketika Pangeran Diponegoro meremas tangan Raden Ayu Maduretno. Kemesraan mereka membuncah ketika sang pangeran undur diri dari perang demi menemui istrinya yang jatuh sakit. Wajah penonton pun turut tersipu lalu tertawa terbahak ketika Pangeran Diponegoro berseru lalu menyanyikan lagu cinta, ”Kehilanganmu yang paling menakutkanku, wahai istri dan panglimaku.” Sementara, Maduretno berujar puitis: ”nista bagiku menyayat suratan takdir bersamamu”.
Kali ini, Teater Keliling juga mengadakan lokakarya teater ke sekolah-sekolah di Jakarta dan audisi terbuka bagi siswa-siswi SMA ataupun SMP. Pementasan juga ditonton siswa-siswi dari 10 SMP dan SMA di Jakarta dan sekitarnya. Saat ini Teater Keliling terus mengajar teater di SMP dan SMA untuk menebarkan manfaat dari berteater, yaitu pengembangan karakter, emosi, serta tanggung jawab tim.
Dalam setiap pementasan, menurut Rudolf, Teater Keliling selalu mengusung tema cinta Tanah Air dan bagaimana hidup bersama dalam kebersamaan. ”Tujuan pementasan Teater Keliling selalu mencintai sejarah. Mereka mau adaptasi dengan pendekatan ke gaya anak zaman sekarang. Salut karena mereka gerilya, tetapi mereka tetap mau beradaptasi,” kata Puteri Indonesia 2009 Qory Sandioriva yang berperan sebagai eksekutif produser untuk pementasan ”Takdir Cinta Pangeran Diponegoro” yang ditonton 3.000 orang ini.
Daya hipnotis
Kecintaan pada teater pula yang membuat Adi Jaya setia dengan Teater Keliling sejak bergabung pada 1997. Ia sempat mencicipi pentas keliling Tanah Air selama empat bulan dan tampil di berbagai tempat, mulai dari Aula RRI hingga di kampus-kampus. ”Pernah tidak suka teater, menurutku, aneh, orang pakai kostum aneh lalu teriak-teriak di panggung. Lalu ikut kelas akting dan mulai tertarik. Teater memberi kado berupa sebuah cerita kepada penonton,” kata Adi.
Teater, kata Adi, mampu memberi arti dalam kehidupan. Meskipun kali ini lebih banyak berkiprah di belakang panggung dengan melatih dan menyemangati para pemain, Adi tetap puas karena tetap memberi sumbangsih keringat untuk kado pementasan. ”Analoginya seperti nyiramin tanaman atau menabur pupuk. Kalau kerja kantoran, bisa dibilang membuat bos kaya atau demi keluarga. Tetapi, teater ini untuk memberi makna bagi dunia. Hidup berharga kalau kita membantu orang tanpa mengharap balas budi,” katanya.
Kecintaan pada teater pula yang membuat Rudolf dan Dery bersetia menghidupi Teater Keliling hingga sekarang. Menurut Dery, potret kecil dari manusia terlihat di atas panggung. Dari awalnya pendiam dan tak peduli kepada orang lain, teater mengubahnya menjadi sosok yang bisa bekerja sama dan tidak menonjolkan diri. ”Kekuatan teater begitu hebatnya. Peran kita di panggung juga bisa menghipnotis orang. Gila banget ninggalin teater ,” ujarnya.
Ketika pentas di suatu daerah, Dery berkisah, anggota Teater Keliling biasanya datang dengan segala keterbatasan dan segala sesuatu yang belum pasti. Kadang, mereka enggak tahu akan pentas di mana dengan dekorasi panggung yang seperti apa. Akhirnya, mereka pun harus berinovasi, punya daya kreativitas yang tinggi, dan terbuka bekerja sama dengan seniman lokal.
Karena teater keliling adalah teater yang berkeliling, mereka dengan rendah hati datang menghampiri penonton. Sering tampil nomadik, penataan panggung mereka selalu ringan, bergantung banyak pada orang setempat, dan akrab dengan peseni di daerah. Banyak bekerja sama dengan banyak orang, secara natural Teater Keliling berproses sebagai teater terbuka. Tidak eksklusif menjadi hal natural yang mengalir di nadi Teater Keliling yang membuat teater ini enak ditonton lintas zaman.