Sengat Skuter Tawon Semenanjung Apenina
Pramuniaga jelita dan seksi dengan kaos tanpa lengan dan celana pendek itu selaras dengan warna salah satu skuter di stan Vespa di Tunjungan Plaza, Surabaya, Jawa Timur, dalam pameran berakhir pada Minggu (2/9/2018).
Celana pendek sang dara serona dengan skuter Vespa Primavera Yacht Club putih yang disebut bianco yacht club. Kaosnya sewarna dengan “dasi” biru disebut navy yang menjadi tempat menempel pelat hitam dengan tulisan putih FOR THE ONES WHO SAIL THE WORLD yang berukuran lebih besar daripada kalimat NOT FOR EVERYONE itu.
Yacht Club menjadi salah satu seri skuter Vespa yang diproduksi dan dijual secara terbatas atau eksklusif tahun ini. Untuk pasar Indonesia, jenis diluncurkan ialah Yacht Club 150 cc dengan harga jual on the road di kisaran Rp 45 juta. Mengutip situs Vespa, selain diproduksi di lini Primavera, skuter Yacht Club juga dibuat untuk seri GTS.
Skuter atau sepeda motor dengan struktur unibody ini diproduksi oleh Piaggio, perusahaan otomotif berbasis di Italia. Skuter identik dengan Vespa yang merupakan salah satu lini produksi Piaggio. Yacht Club yang tampil dengan putih dan biru diperkuat grafis khusus pada sasis, pelek, matt yang dipernis lapisan berlian khusus, dasi pada perisai depan dengan ornamen krom, dan sisipan karet pada pijakan.
Tempat duduk atau pelana biru diberi garis bingkai putih dan logo Yacht Club di perisai belakang. Bisa dibilang, skuter ini sesuai klaim sang produsen terinspirasi oleh dekorasi pelayaran misalnya warna putih (bianco) dari lambung kapal layar dan biru gelap (navy) yang merepresentasikan perairan dalam.
Skuter ini termasuk dalam keluarga sepeda motor bermesin Piaggio i-get yang berpendingin udara silinder tunggal dan injeksi eletronik 4 stroke dengan klaim memaksimalkan kualitas dan konsumsi bahan bakar secara sangkil. Pada kaki-kaki, Yacht Club memakai suspensi roda dengan peredam hidrolik tunggal dengan klaim untuk kenyamanan dan keamanan.
Namun, ada satu jenis yang cukup menyita perhatian penulis. Skuter itu adalah Vespa Sei Giorni GTV 300 edisi spesial terbatas. Produk ini merupakan “kelahiran” kembali skuter yang menciptakan legenda di kejuaraan balap motor off road Sei Giorni Internazional di Varese pada 1951. Saat itu, tim balap Piaggio Squadra Corse merajai dengan merebut medali emas di sembilan kategori lomba enam hari (sei giorni) itu.
Skuter itu berwarna hijau muda doff atau disebut verde matte yang merupakan rona sepeda motor tim balap pada 1951 yang seirama dengan warna hijau militer. Lampu utama yang bulat sedang bernuansa klasik pada sepatbor depan atau disebut faro basso. Di bodi depan dan samping kanan belakang terdapat nomor lambung enam berkelir hitam yang tentu merepresentasikan nomor kendaraan untuk balapan. Enam jelas berasal dari sei atau lamanya kejuaraan yang ketika itu dianggap yang terberat dan prestisius di Eropa.
Basis sepeda motor ini GTS 300 yang dianggap sebagai mesin terkuat dalam portfolio Vespa. Skuter dengan fondasi mesin itu ditingkatkan potensinya hingga 21 daya kuda dengan torsi 22 nm. Sistem pengereman ABS yang diklaim canggih dan andal menjaga roda dari penguncian. Ban berprofil proporsional lebar untuk aspal dan bukan aspal. Suspensi balap tidak ketinggalan, lampu LED, tempat pengisian daya sabai dan gawai model USB, dan berbagai aksesori penyempurna dengan jumlah terbatas. Harga on the road berkisar Rp 190 juta.
Skuter ini pada awalnya hanya akan dipasarkan untuk wilayah Italia yang mencakup Semenanjung Apenina. Namun, Piaggio akhirnya memutuskan untuk menyebarkan ke sejumlah negara prospektif termasuk Indonesia. Keputusan itu cespleng sebab kolektor dengan tingkat ekonomi tinggi segera meludeskan Sei Giorni di Jakarta dan Surabaya.
Terbatas adalah "Koentji"
Piaggio Indonesia bukan anggota Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI). Untuk itu, mereka tak pernah merilis angka penjualan produk di nusantara kepada publik. Berbagai pertanyaan dan kritik tentang angka-angka itu nyaris selalu dijawab secara diplomatis.
Presiden Direktur Piaggio Indonesia Marco Noto La Diega saat ditanya seberapa terbatas produk Yacht Club dan atau Sei Giorni, hanya memberi gambaran di bawah 10 persen dari jumlah pembuatan produk reguler. Jika memang demikian, apabila Vespa Primavera 150 iGet abs diproduksi 1.000 unit, maka mungkin bisa dibilang versi Yacht Club hanya tersedia kurang dari 100 unit. Demikian pula berlaku untuk Sei Giorni.
Dari brosur produk reguler Vespa di Surabaya bisa diketahui bahwa rentang harga skuter buatan Piaggio yang terendah ialah lini LX 125 senilai Rp 35,7 juta dan tertinggi ialah lini GTS 300 senilai Rp 119 juta. Harga LX 125 senilai dengan sepuluh Vespa Super 1976 kondisi bekas yang relatif mulus seperti terpampang di salah satu situs jual beli dalam jaringan internet. Harga itu dua kali lipat nilai sepeda motor bebek di kelas cc yang sama. Harga GTS 300 setara atau malah di atas “mobil murah” atau LCGC.
Pertanyannya adalah apakah dengan harga yang jauh di atas rata-rata produk sejenis, mengandalkan jumlah produksi terbatas, dan tentunya keunikan sudah cukup untuk merebut hati pasar di Indonesia?
La Diega meyakini, Indonesia merupakan negara dengan komunitas Vespa yang luar biasa. Indonesia berpopulasi 260 juta sehingga merupakan potensi amat besar untuk pasar otomotif. Meski ruang konsumsi kendaraan di Indonesia dikuasai oleh perusahaan Jepang baik itu mobil dan sepeda motor, tetapi Piaggio yang merepresentasikan industri dari Eropa tidak gentar.
Seperti produk otomotif Eropa lainnya, Vespa menawarkan keunikan, kemewahan, kenyamanan, dan keamanan. Karena belum dirakit di Indonesia, harga skuter ini tentu menjadi lebih tinggi daripada produksi sepeda motor bebek rakitan dalam negeri. Meski model seperti tawon (Vespa) juga sempat ditiru, tetapi Vespa adalah skuter itu sendiri yang seolah tertanam dalam benak dan hati pengendara sepeda motor.
La Diega benar, Vespa itu unik dan terbatas. Badan skuter tidak terbuat dari plastik tetapi baja yang tentu secara alamiah bisa diandalkan ketika terjadi benturan. Pemilihan materi baja untuk pelindung kendaraan tentu membawa keyakinan positif bagi penggunanya.
Soal harga yang lebih tinggi, memang kembali ke konsumen. Yang disasar tentu bukan kebanyakan warga melainkan segelintir pengguna sepeda motor yang ingin tampil berwibawa, beda, dan atau menunjukkan kelas sosial ekonomi mapan.