Goresan Tangan Grace Yaputra yang Mempercantik Rumah
Dari sebuah kekosongan dalam hidup. Kemudian, dari nothing menjadi something. Dari rasa kekosongan tanpa arti menjadi penuh makna berbagi pada sesama, itulah antara lain yang dirasakan dari jejak-jejak perjalanan nikah muda Grace Yaputra (56) bersama sang suami, Raymond Sarwono.
“Seperti ada jejak-jejak yang menggiring langkah kami semakin menuju ke arah terang dalam mewujudkan rumah ini,” kata Grace di ruang keluarga yang terletak di lantai atas rumahnya di kawasan Bintaro Jaya, Jakarta, Sabtu (25/8/2018).
Rumah yang dibangun pada akhir 2011 itu berdiri di atas lahan seluas 1.900 meter persegi. Sewaktu membangun rumah ini, mereka menghadapi berbagai tantangan, mengingat lahan yang digunakan tidak dimiliki oleh satu warga saja.
Namun, satu per satu tantangan dihadapi sehingga rumah dengan total bangunan seluas 1.000 meter persegi itu terwujud.
Raymond juga meminta jasa seorang arsitek untuk mendesain rumahnya. “Saya puas dengan desainnya," ujar Raymond, mengomentari rumahnya yang terletak di sudut kawasan perumahan itu.
Sang arsitek memisahkan area service dan private dengan tegas. Area service yang terdiri dari garasi, kamar tidur pembantu, ruang cuci, jemuran dan dapur basah; bahkan terdiri dari tiga lantai. Total luas area service ini mencapai 300 meter persegi.
Rerimbunan pohon
Impresi awal bagi siapapun yang tiba di rumah itu adalah, pohon-pohon besar yang ditanam di halaman depan rumah. “Waktu ditanam, saya hanya mendengar tukang pohon yang memindahkan pohon itu menyebutnya pohon Kikilia," kata Raymond.
Setelah ditelisik, rupanya pohon yang dikenal sebagai pohon sosis itu bernama Kigelia Africana genus Bignoniaceae. Bentuknya memang unik. Ranting-rantingnya menyiratkan goresan-goresan karya seni bak lukisan di atas kanvas.
Disebut pohon sosis, karena memiliki semacam buah yang berbentuk memanjang di setiap ranting-ranting menjulur itu.
Begitu melangkah menaiki lima anak tangga menuju teras rumah ini, sisi kiri juga terlihat pohon Pulai (Alstonia Scholaris). Tukang pohon pun menyebutnya sebagai pohon Pule.
Pohon itu tidak ditanam sejak kecil. Namun, dibeli dalam kondisi sudah besar lalu diangkut dengan truk besar untuk kemudian didirikan dengan bantuan crane. "Sudah ada pemasoknya," ujar Raymond.
Di teras itu pun dibuat kolam kecil yang seolah mengitari teras rumah. Beberapa ekor ikan koi, yang berenang hilir-mudik, terlihat kontras dengan perpaduan dinding hitam di keseluruhan kolam itu.
Begitu melewati pintu utama rumah ini, foyer langsung menghadang. Meski demikian, tidak lantas terhubung dengan ruang kami. Melainkan ada dua ruangan yang disulap menjadi semacam galeri lukisan.
Lukisan-lukisan itu mayoritas adalah hasil karya Grace. Mulai dari karya Grace di masa-masa awal perjalanannya mulai melukis hingga saat-saat ini.
Berhias lukisan
Tanpa sungkan, Grace mengungkapkan, perjalanan hidupnya yang kemudian menjadi gemar melukis. "Saya itu dulu merasa nothing, ketika melihat teman-teman yang mulai sukses. Padahal, dulunya waktu SMA, saya bukanlah orang yang tergolong bodoh,” ujar Grace.
Beberapa temannya kemudian mengajak Grace untuk belajar melukis. Grace pun, sejak 15 tahun lalu, mulai mengisi hari-harinya dengan melukis. Setelah selesai mengurus keluarga dan rumah, dia pun akan menyendiri di sebuah ruang di rumah itu untuk melukis.
Tadinya, Grace melukis dengan kuas tetapi kini dia lebih enjoy dengan menggunakan pisau palet.
Obyek lukisan Grace pun bergeser. Awalnya, dia gandrung melukis landscape, pemandangan alam kemudian beralih menjadi bunga. Kemudian, Grace beralih menggambar penari dengan keindahan bunga sebagai latarnya.
Namun, ketika putrinya mulai mengandung, Grace, sesuai keimanan yang diyakininya mulai menggambar Bunda Maria mendekap sang bayinya. Meski dia tak melepaskan corak aneka bunga warna-warni sebagai latar lukisannya.
Ketika lukisannya dipuji, Grace pun merendah. "Bakat sesungguhnya hanyalah 10 persen. Kemauan keras dan kerja keras, itu lebih penting," ujarnya.
Dia pun mengaku hingga hari ini terus saja belajar melukis dari orang yang lebih ahli.
Sejauh ini, sudah puluhan karya lukis dihasilkannya. Lukisan-lukisan yang akhirnya mempercantik hunian.
Memang, ada beberapa lukisan karya orang lain di rumah Grace dan Raymond. Namun, lukisannya didominasi warna putih, berbeda dengan goresan lukisan Grace.
Sudut ruang
Dibangun di lahan yang cukup luas, membuat nyaris tiap ruang di area private dapat dihadapkan ke arah taman. Area private pun lebih banyak berada di lantai dua. Ini karena area private dibangun di kawasan non-kompleks.
"Beda antara lahan kompleks dan non-kompleks itu sekitar empat meter. Jadi, ya saat area private dibuat di lahan non-kompleks maka itu sama saja di lantai kedua. Padahal, tinggi tanahnya ya segitu," ujar Raymond.
Pagi hari, saat mentari mulai bersinar, semilir angin bisa berhembus masuk melalui ruang makan dan keluarga di lantai dua. Ruang cukup luas tercipta saat ruang keluarga dan ruang makan tidak diberi sekat.
Dari ruang makan, melalui pintu kaca dapat dapat dilihat jelas kolam renang di tengah-tengah taman. Pepohonan besar pun menambah kesegaran tersendiri.
Apalagi, ketika bunga-bunga kamboja Jepun Bali bermekaran. Dan, sebagian bunganya berjatuhan di taman sehingga membuat rumah ini makin terasa asri.
Semangat spiritualitas dari sang pemilik rumah ini juga ditumbuhkan dengan menempatkan satu ruang doa berdekatan dengan kamar utama. Sementara, ruang doa yang lebih alami ditempatkan di sisi taman bagian belakang.
Dipisahkan dengan kolam renang, ada pantry, yang digunakan oleh Grace untuk melukis. Dari "ruang lukis" itu, juga tersaji pemandangan kolam renang. Ruang itu juga dekat dengan taman doa yang kerap digunakan Grace untuk mengucapkan syukur kepada Sang Pencipta.
Kolam renang itu pun ternyata berfungsi sosial. Mengapa? Karena, lebih sering digunakan oleh para pastor dan suster untuk berolahraga. "Saya tawarkan kepada mereka untuk memakai kolam renang saya. Kalau di kolam renang publik kan malah tak bisa berenang karena kerap disapa umat atau diajak ngobrol," ujar Raymond.
Uniknya, Raymond mengaku tidak piawai berenang. Dia bahkan kerap digoda oleh kawan-kawannya. "Bagaimana kalau Grace mendorong Raymond supaya tenggelam di kolam renang?" begitu gurauan teman-temannya.
"Karena itu, saya bikin kedalaman kolam renang ini maksimal 160 sentimeter," ujar Raymond, sambil tertawa.
Sang arsitek kediaman Grace dan Raymond pun punya kejutan lain dalam rancangannya. Ada satu sudut yang disiapkan untuk fasilitas lift dari lantai satu ke lantai dua.
Pertimbangannya, siapa tahu kelak pemilik rumah akan menjadi semakin berumur dan bakal kesulitan naik tangga lagi. “Semoga tidak diperlukan. Semoga kami diberi kesehatan, tanpa harus naik lift,” ujar Raymond.