Kedamaian di Perut Laut
Sensasi rileks ketika tubuh meluncur bebas di kedalaman laut hanya bisa dirasakan para penyelam bebas alias freediver. Pada titik tertentu setelah menyelam, biasanya puluhan meter di laut tanpa alat bantu napas, mereka cuma perlu diam lalu menghirup kedamaian. Tubuh yang melayang, jatuh semakin dalam ke perut samudra. Itulah sensasi ketenangan sejati....
Ketenangan dari refleks menyelam yang menghinggapi setiap mamalia inilah yang menjadi candu dan membuat penyelam ketagihan terus terjun ke lautan. Ketika terjun bebas itu, denyut jantung menurun, pembuluh darah menyempit, lalu darah diarahkan ke otak dan jantung untuk menjaga fungsi vital tubuh.
Perlambatan denyut jantung dan nadi yang juga disebut bradycardia, misalnya, menumbuhkan sensasi unik. ”Deg! Denyut jantung terdengar sangat kencang sebelum kemudian melambat. Setelah beberapa detik baru terasa detakan satu lagi. Sensasinya bikin rileks. Itulah kenapa freedive terasa pasti menyenangkan, tak harus di laut,” kata Jeffry Nathaniel Salim (32), penyelam anggota komunitas Let’s Freedive Jakarta.
Meski tergolong hobi ekstrem, menyelam bebas tak bisa dilakukan sembarangan. Para penyelam harus teredukasi dan tak boleh sendirian. Seiring waktu, penyelaman bebas menjadi hobi yang menjangkiti banyak anak muda sehingga komunitas pencintanya pun menjamur. Salah satu komunitas yang aktif dan menjadi pionir penyelaman bebas berlisensi di Indonesia adalah komunitas Let’s Freedive.
Dalam sepekan, anggota komunitas Let’s Freedive rutin berlatih dua kali di kolam renang. Selanjutnya, mereka mengagendakan jalan bareng untuk penyelaman bebas di laut secara rutin. Seperti pada Sabtu (1/9/2018) lalu, anggota komunitas Let’s Freedive berlatih sejak pagi hingga tengah hari di sebuah kolam renang di Jakarta Selatan.
Setelah pemanasan hingga berlatih renang sembari menahan napas, mereka memperdalam teknik penyelaman bebas, antara lain dengan menggunakan tali pengaman yang terjulur ke dalam kolam berkedalaman 5 meter. Tali pengaman mengarahkan penyelam ketika mulai turun ke air dan berfungsi menjaga arah jalur penyelaman.
Pecahkan rekor
Tanpa repot menggunakan tabung oksigen, tubuh segera saja terjun bebas. ”Freediving bukan cuma dunia lautnya yang bisa dinikmati. Untuk bisa tahan napas, butuh rileksasi dan meditasi. Latihan di kolam saja bisa ngilangin stres. Di dalam sana itu bisa menemukan ketenangan. Saya jadi bisa lebih ngontrol emosi dan lebih konsentrasi,” kata Ichan (30), anggota komunitas Let’s Freedive.
Setiap pencintanya memiliki ketertarikan berbeda ketika menikmati penyelaman bebas. Ada yang ingin berkompetisi, memecahkan rekor kedalaman, atau sekadar rekreasi. Mulai berkenalan dengan penyelaman bebas sejak 2015, Jeffry cenderung tertarik memecahkan rekor kedalaman dibandingkan sekadar bersenang-senang menikmati keindahan laut.
Rekor penyelaman personal yang diraihnya adalah mencapai kedalaman 66 meter dengan waktu 2 menit 7 detik tanpa bernapas. Titik penyelaman bebas favoritnya terletak di Tulamben, Bali, yang airnya jernih dan memiliki keunikan pemandangan berupa kapal perang karam Amerika. ”Semakin dalam, aku ngerasa semakin menarik. Aku coba fokusin lebih dalam lagi. Paling senang kalau bisa tembus rekor sebelumnya,” kata Jeffry.
Selain berlatih bersama komunitas Let’s Freedive di kolam renang, Jeffry juga sering mengikuti kelas open water yang diadakan komunitas ini di perairan Kepulauan Seribu. Ia pun rutin bolak-balik berlatih untuk memperdalam teknik penyelaman di Pulau Bali.
Di Bali, ia tinggal menginap sepekan di pantai, lalu jalan kaki langsung ke titik penyelaman bebas. Kalau di Jakarta, harus naik kapal dulu ke Kepulauan Seribu.
Pencinta selam bebas Adisty Kanastari tertarik bergabung dengan Let’s Freedive sejak 2015. Suka olahraga air, Adisty yang arsitek mulai jatuh hati pada selam bebas setelah mendapat proyek pekerjaan di Raja Ampat. Tak mau repot sewa alat pernapasan, seperti tabung oksigen, ia lantas mengambil kursus selam bebas.
Lewat selam bebas, tubuh dilatih tahan napas dan bisa beradaptasi dengan tingginya tekanan di bawah air
Tak sekadar bersenang-senang, Adisty memilih mengambil jalur kompetisi. Setelah setengah tahun belajar teknik dan praktik selam bebas, ia meraih perunggu di kompetisi Indonesia Apnea Competition di nomor static apnea. ”Hasil kompetisi di luar dugaan banget,” kata Adisty yang juga menyelam untuk menanamkan kesadaran pentingnya menjaga kelestarian lingkungan.
Momentum latihan bareng diawali dengan pemanasan dengan berenang di permukaan dalam satu tarikan napas. Selanjutnya, masing-masing anggota komunitas akan berenang di bawah air dengan jarak dan waktu tertentu untuk meningkatkan ketahanan tubuh terhadap karbon dioksida. Ketika menahan napas, keinginan ambil napas lagi terjadi bukan karena kekurangan oksigen, melainkan tingkat karbon dioksida di dalam darah melebihi batas. Mereka berlatih untuk menaikkan batas itu.
Intaian bahaya
Setiap anggota komunitas kemudian berlatih mencapai target sesuai level masing-masing. Ada yang berlatih ekualisasi atau tindakan menyamakan tekanan telinga ketika menyelam bebas. Mempelajari teknik penyelaman bebas yang benar menjadi keniscayaan karena bahaya sewaktu-waktu mengintai. Ichan, misalnya, pernah beberapa kali melakukan tindakan rescue ketika latihan atau kompetisi karena penyelam mengalami kejadian membahayakan, seperti blackout.
Tak hanya blackout atau kehilangan kesadaran pada saat menahan napas, penyelam bebas bisa saja terkena penyakit dekompresi atau gangguan fisiologis akibat penurunan cepat pada tekanan atmosfer, yang berakibat pelepasan gelembung nitrogen di jaringan tubuh. Ada pula hyperventilasi atau pengambilan napas yang berlebihan
Jason Hakim Putrasahan, yang mengantongi lisensi master instruktur dari salah satu lembaga freediving internasional Association Internationale pour le Développement de l’Apnée (AIDA), menyebut pentingnya edukasi agar penyelaman bebas menjadi aman. Sejauh ini, angka kematian akibat penyelaman bebas tergolong kecil. Mayoritas kecelakan terjadi di ajang kompetisi dan kegiatan menembak ikan di bawah laut.
Karena ingin pamer foto menangkap ikan, mereka menyelam bebas tanpa memperhitungkan betapa besarnya tenaga seekor ikan. Pertarungan dengan ikan itu bisa memicu terjadinya blackout. Kompetisi juga membuat seseorang larut dalam ego untuk menekan diri jauh di atas kemampuan demi memecahkan rekor.
”Selalu menyelam dengan buddy. Ambil edukasinya. Edukasi tidak bisa dipelajari di Youtube atau Google. Tetap harus ada pembimbing resmi untuk belajar tekniknya,” kata Jason.
Selama mengajar penyelaman bebas pada 2012-2018, Jason sudah mengeluarkan 530 lisensi penyelaman bebas. Sebagian muridnya juga sudah menjadi instruktur. Seiring perkembangan media sosial dan makin tingginya minat anak muda untuk jalan-jalan, penyelaman bebas lantas menjadi primadona. Dari awalnya hanya ada 10 penyelam bebas otodidak pada 2010, saat ini jumlah penyelam bebas sudah ratusan orang.
Sebagai gambaran, pada tahun pertama mengajar, Jason hanya mendapat 35 murid. Tahun lalu, ia sudah mengajar 115 murid. Mereka umumnya jatuh cinta pada sensasi menyatu dengan laut, terutama ketika badan merasakan tekanan air dan merasakan kesunyian menyatu dengan alam. ”Freediving itu panggilan. Butuh ketenangan pikiran,” kata Jason yang bisa menyelam hingga kedalaman 45 meter.