Kreasi Vegan Kekinian
Bayangan tentang makanan vegetarian ataupun vegan yang didominasi sayur-sayuran kini tentu tidak lagi relevan. Beragam kreasi makanan populer, seperti piza, ramen, pasta, dan lasagna, dimasak dengan pendekatan vegan memanjakan para penganutnya. Anda yang bukan vegetarian atau vegan pun tetap dapat menikmatinya.
Tren gaya hidup sehat yang semakin marak mendorong bermunculannya berbagai tempat makan dengan konsep sehat. Tidak hanya sehat, harga yang ditawarkan pun cukup terjangkau. Biasanya makanan sehat masih identik dengan harga mahal.
Variasi olahan makanannya juga cukup menggiurkan karena terhitung baru dan belum banyak dibuat. Pengalaman menarik dalam bersantap menu vegan antara lain ditawarkan oleh Rumah Juliet di kawasan Tanjung Duren, Jakarta Barat, dan iVegan Pizza di Gading Serpong, Tangerang.
Di Rumah Juliet, pengunjung bisa menemukan olahan makanan bergaya Korea atau Jepang dengan kisaran harga Rp 20.000-Rp 25.000. Kita bisa memesan ramen, pasta with mushroom alfredo, katsu curry rice, atau korean red pepper rice. Katsu dibuat dari tahu yang dibalur tepung roti lantas ”digoreng” dengan air fryer. Pendampingnya berupa kentang dan wortel rebus dibaluri bumbu kari berikut seporsi nasi putih.
Korean red pepper rice serupa nasi goreng yang biasa kita santap, tetapi bercita rasa pedas dan menyengat lidah. Pasta bisa dipilih spageti atau fettuccine dengan baluran krim jamur yang bumbunya terasa kuat meski tanpa bawang.
Pemilik Rumah Juliet, suami istri Hardy Chen (28) dan Vivian Amelia (24), adalah praktisi vegan. Menurut Hardy, menu mereka dibuat dari bahan-bahan berbasis tanaman (plant-based) tanpa bawang merah, bawang putih, dan bawang bombai. Bahan-bahan dari susu, telur, mentega, yang merupakan produk turunan hewani dicarikan substitusinya dari bahan nabati, seperti susu kedelai, susu almond, dan cuka apel.
”Bawang bermanfaat untuk menetralisasi daging yang kita makan. Ketika kita menjadi vegan alias tidak makan daging, mengonsumsi bawang justru akan melukai usus,” ujar Hardy.
Rumah Juliet buka sejak tahun 2016 dan kini lebih dikenal dengan produk kue vegan. Salah satu kue yang paling digemari adalah salted caramel cake, selain juga tersedia chocolate blueberry cake. Hari Selasa (4/9/2018) siang itu, tampak sejumlah pengemudi ojek daring memesan kue-kue. Pengunjung yang datang selepas jam makan siang juga tampak memesan kue.
Penampilan kue tetap mekar layaknya kue pada umumnya, tetapi teksturnya lebih padat karena absennya mentega dan telur. Rasa manis tetap hadir dengan tidak berlebihan lewat gula aren. Sepotong kue terasa mengenyangkan karena padat berisi.
Sempatkan pula untuk mencicipi racikan teh hitam, kuntum mawar, beri-berian, dan perasan jeruk nipis dalam minuman herbal infusion. Tersedia pula avocado oatshake berupa campuran alpukat dan oat atau cinnamon hot chocolate, minuman cokelat hangat dengan aroma kayu manis dan jejak rasa susu kedelai.
Yang unik dari Rumah Juliet adalah konsep kafe yang memberikan fasilitas curhat lewat surat. Setiap pengunjung boleh menuliskan keluh kesah lewat selembar surat dan akan dikirim kepada ”Juliet” dan dibalas dalam tiga hari. Konsep itu terinspirasi tradisi berkirim surat kepada Juliet di Verona, Italia, tepatnya di sebuah rumah yang diyakini rumah Juliet. Vivian pernah menjadi relawan untuk membalas surat-surat berbahasa Mandarin. ”Di sini, Juliet-nya kami ambil dari pihak luar. Semua surat yang masuk kami jaga kerahasiaannya,” ucap Hardy.
Pengunjung juga bisa mengirimkan surat kepada siapa saja. Sembari bersantap, sembari menulis surat.
Kangen piza
Berawal dari rasa kangen menyantap piza, Yogen Marshel Wijaya mengkreasikan piza vegan lewat bendera iVegan Pizza. Yogen menjadi vegetarian sejak tahun 2005 lantas meningkat menjadi vegan setahun setelahnya. ”Saya doyan banget piza. Itu saja alasannya. Ha-ha-ha,” ujarnya, Kamis (6/9).
Semula dia masih mengonsumsi piza dengan menyingkirkan keju. Sampai dia mendengar bahwa adonan piza yang digemarinya tak cocok bagi vegan. ”Ketika sudah benar-benar kangen makan piza itulah, saya coba utak-atik bikin piza sendiri. Saat ulang tahun, saya kirim piza buatan sendiri ke teman-teman. Ternyata mereka suka dan menyarankan saya jualan,” ungkap Yogen.
Tahun 2016, dia mulai menawarkan piza lewat aplikasi Whatsapp dan Facebook. Dari kalangan teman sendiri, lama-lama piza buatannya menyebar ke berbagai pelanggan. Dari semula satu macam piza, yakni rainbow pizza berupa piza dengan taburan potongan paprika, proteina, jagung manis, dan mayones, kini iVegan Pizza menawarkan 12 macam piza.
Menu favorit pelanggan adalah smoked pizza, blackpepper pizza, dan green pesto pizza. Yogen melalui trial and error selama tiga bulan untuk membuat sendiri adonan piza, saus tomat, soy cheese atau keju dari kedelai, dan mayones yang berbahan kedelai. Proteina dan nugget dari kedelai digunakan untuk memberi tekstur dan sensasi seperti daging. Jamur champignon juga banyak digunakan pada berbagai menu.
Rasa piza tidak berbeda dengan piza pada umumnya, bahkan keju dari kedelai memberi cita rasa tersendiri yang unik. Gurih, tidak lengket, dan menyatu dengantaburannya.
Selain piza, iVegan juga menyajikan menu lain, seperti lasagna, risoto, broccoli rice soycheese bake, dan mac and soycheese. Lalu, menu tradisional, seperti pisang goreng, roti panggang, dan singkong goreng.
Pemakaian bawang untuk masakan disesuaikan permintaan pembeli. Yogen memisahkan peralatan dapur untuk memasak menu dengan bawang dan tanpa bawang untuk menghormati konsumennya.
Yogen kini membuka kafe bagi pengunjung yang ingin makan langsung. Dia masih melayani pesan antar dengan kurir khusus ke Jakarta dan Tangerang. Peran selebritas dan influencer di media sosial banyak membantu menyebarluaskan menu unik ini.
”Sekarang sudah banyak pihak yang menangkap pertumbuhan tempat makan vegetarian atau vegan. Peminatnya semakin banyak. Begitu juga tempat makan semakin banyak, menunya semakin variatif,” ujar Yogen.