Reinkarnasi Terbaru Sang Legenda
“OK, Anda berhenti dulu di sini, terus bersiap belok tajam ke kanan, kita ke jalan ke sana,” ujar Wolfgang Keller, instruktur Mercedes-Benz yang siang itu duduk di kursi sebelah kanan, memandu Kompas melintasi jalanan tanah bertabur bebatuan cadas di perkebunan anggur Chateaux de Lastours, Occitan, Perancis selatan, akhir April 2018.
Saya pun mengerem mobil dan memandang sebelah kanan jalan itu sambil mengerutkan kening. Di situ sama sekali tidak ada jalan. Yang ada adalah tebing cadas terjal dengan gundukan-gundukan batuan lepas di dindingnya. “Tetapi…,” ujar saya hendak melontarkan protes.
Belum sempat kalimat itu tuntas, Keller sudah menukas, “Tenang saja, the car can do it, the car can do it! Ayo, jalan saja, mobil ini bisa!”
Maka dengan memencet tombol kunci diferensial (differential lock) untuk roda depan dan belakang dan diferensial tengah yang akan menyalurkan tenaga mesin 50:50 ke poros roda depan dan belakang, Kompas pun kembali memasukkan gigi transmisi ke D, dan berbelok tajam ke kanan, langsung ke arah dinding bukit itu. Mobil pun menggeram halus saat roda depan mulai menapak dinding bukit itu dan perlahan tapi pasti mobil seberat lebih dari 2 ton itu mulai merangkak naik.
Sudut datang (approach angle) sebesar 31 derajat membuat moncong mobil sama sekali tidak membentur tanah di tanjakan tajam itu. Layar monitor besar yang mengingatkan pada dasbor sedan-sedan S-Class menunjukkan kemiringan tanjakan ini mencapai 70 persen.
Jika dikonversi, kemiringan ini kira-kira setara dengan sudut 35 derajat. Sekilas terdengar kecil? Asal tahu saja, jalanan resmi pemegang rekor tanjakan paling terjal di dunia yang terletak di Dunedin, Selandia Baru, “hanya” memiliki kemiringan 19 derajat.
Di kemiringan 35 derajat, praktis Anda sudah tak melihat jalanan di depan Anda. Yang terlihat di kaca depan hanya lah langit biru, seolah mobil akan segera tinggal landas. Hanya gemeretak suara bebatuan yang dilindas roda mobil yang mengingatkan Anda masih melekat ke tanah. Namun kemiringan ini dilibas tanpa masalah berarti oleh Mercedes-Benz G 500 terbaru ini.
Ya, ini lah reinkarnasi terbaru sang legenda penakluk medan off-road Mercedes-Benz. Pertama dirancang sebagai kendaraan utilitas militer, Mercedes-Benz G-Class (G singkatan dari Gelandewagen, alias kendaraan lintas alam) mulai diproduksi massal sejak 1979. Sejak saat itu, G-Class menjadi simbol bahwa Mercedes-Benz tak hanya unggul di dunia sedan-sedan mewah, tetapi juga tangguh di alam petualang sejati.
Sejak saat itu, G-Class menjadi simbol bahwa Mercedes-Benz tak hanya unggul di dunia sedan-sedan mewah, tetapi juga tangguh di alam petualang sejati.
Perubahan
Perjalanan selama 39 tahun membawa perubahan yang tak bisa disanggah. Kompas sempat menjajal Mercedes-Benz 230GE buatan tahun 1985 yang disiapkan panitia dalam uji kendara global di Chateaux de Lastours tersebut. Terlihat bagaimana mobil itu masih sangat sederhana.
Tak ada bahan pelapis mewah yang menutup pilar-pilar logam di interiornya. Setirnya seolah diambil langsung dari sedan Mercedes W123. Kaca spionnya masih manual, batoknya dari plastik dengan gagang besi yang menempel ke bodi. Tenaganya mesin 2.300 cc sebesar 125 PS terasa pas-pasan disalurkan melalui transmisi otomatis jadul empat percepatan. Bantingan suspensinya terasa keras saat melewati jalan berbatu-batu.
Sangat kontras dengan interior G 500 buatan 2018. Bahan-bahan tebal, empuk berlapis kain lembut membungkus pilar-pilar, berpadu dengan material kulit pembungkus jok, dasbor, dan door trim. Panel instrumennya sudah sepenuhnya elektronik, dengan lubang kisi-kisi AC berlapis krom di bawah layar ukuran 12 inci yang menampilkan segala informasi, navigasi, dan hiburan. Bicara soal hiburan, sistem audio standar G-Class terbaru ini adalah besutan Burmester.
Kualitas suspensinya tak kalah dengan sedan-sedan premium Mercedes-Benz level E-Class maupun S-Class. Bahkan saat mobil dibanting-banting di medan uji off-road Chateaux de Lastours, berada di dalam G 500 masih terasa sangat empuk, lembut, dan nyaman.
Tenaga yang digunakan untuk mendaki dinding tebing tadi berasal dari mesin bensin V8 4.0 liter yang dilengkapi turbo kembar (bi-turbo). Tenaga maksimumnya 422 HP dengan torsi puncak 610 Newton meter (Nm) di rentang putaran mesin 2.000-4.750 rpm. Begitu melimpah ruah.
Transmisi otomatis 9G-Tronic 9 percepatan menjadi penyalur tenaga ke empat roda dalam sistem gerak empat roda permanen. Dalam kondisi standar, 60 persen tenaga mesin tersalur ke roda belakang dan 40 persen sisanya ke roda depan.
Namun dalam kondisi off-road dan central differential lock diaktifkan, tenaga terbagi rata antara depan dan belakang. Saat kunci diferensial depan atau belakang diaktifkan, kedua roda di setiap poros akan berputar dengan tenaga yang sama, menjamin traksi mobil di medan yang berat.
Tiga kunci diferensial ini bisa diaktifkan secara elektronik melalui tiga tombol di dasbor, yang menjadi salah satu ciri G-Class sejak dulu. Keller menunjukkan kapan memakai tiga kunci tersebut sesuai kondisi jalan. Saat melintasi turunan tajam, kunci diferensial belakang dan tengah yang aktif, dengan posisi persneling dipasang tetap pada gigi 2 atau bahkan 1 guna memaksimalkan efek engine brake.
Sementara saat mendaki tanjakan curam, kunci diferensial depan ikut diaktifkan untuk membantu mobil “memanjat” tanjakan dengan traksi maksimal di roda-roda depan. Maka melintasi medan off-road pun menjadi begitu mudah dan menyenangkan, karena semua bisa dilakukan hanya dengan menekan tombol-tombol elektronik.
Ciri khas
Namun di balik semua progres yang kontras ini, ada berbagai elemen yang membuat G 500 terbaru ini tetap sebuah G-Class. “Ada dua hal yang ditekankan saat pengembangan G-Class baru ini dilakukan. Yang pertama, kemampuan off-road-nya minimal harus sama atau lebih baik dari pendahulunya, dan yang kedua, bentuknya tetap harus G-Class,” ujar Keller.
Bentuk G-Class yang dimaksud adalah bentuk mengkotak yang sudah jadi bentuk khas G-Class sejak kelahirannya. Dalam presentasinya, Dr Gunnar Guthenke, Head of G-Class Daimler AG, membandingkan bentuk sedan-sedan Mercedes-Benz E-Class dalam beberapa dekade terakhir dengan bentuk G-Class dalam periode sama.
“Seperti kita lihat, dalam 39 tahun, bentuk sedan Mercedes-Benz sudah berubah banyak. Tetapi bentuk G-Class tetap seperti itu,” ujar Guthenke.
Dan memang hampir mustahil bagi orang awam mencari perbedaan nyata antara G-Class baru ini dengan para pendahulunya. Bentuk keseluruhan bodi, lampu depan, gril, kap mesin, pintu-pintu dan handel pintunya, hingga lampu sein depan dan ban cadangan yang digantung ala “konde” di pintu belakang pun masih dipertahankan. “Bahkan suara menutup pintunya pun masih sama!” seru Adam, kawan YouTubers asal Indonesia yang ikut dalam global media test drive ini.
Padahal, sejatinya, G-Class terbaru ini sudah mengalami banyak perubahan dibanding pendahulunya, walau masih mempertahankan kode model W463. Bahkan, Thomas Salzle, Head of Exterior Design New G-Class, mengatakan, hanya ada tiga suku cadang yang masih diambil dari G-Class versi sebelumnya, yakni handel pintu, tutup ban cadangan, dan lampu penerang plat nomor belakang. Beberapa sumber lain menyebutkan, nosel pembersih lampu depan dan pencegah silau (sun visor) juga masih sama.
“Selebihnya sama sekali baru. Dan tugas paling berat adalah mempertahankan proporsi mobil agar tetap berbentuk seperti dulu, walau pun dimensinya berubah,” ujar Salzle dalam obrolan makan malam di kota kastil Carcassonne, Perancis selatan, Rabu (25/4/2018) malam. Jip Mercy baru ini memang bertambah panjang 53 milimeter (mm) dan bertambah lebar 120 mm, tetapi bobotnya lebih ringan 170 kg dibanding pendahulunya.
Performa tinggi
Di Perancis itu, Kompas tidak hanya menjajal kemampuan New G-Class di medan offroad, tetapi juga mencoba performanya di jalan raya dan jalan bebas hambatan. Dan untuk tugas ini, kami mencoba varian performa tinggi Mercedes-AMG G63.
Dari luar, sudah kelihatan tampilan G63 yang lebih sporty dibanding G 500, antara lain dengan penerapan gril berbentuk trapezium atau berbentuk huruf A khas mobil-mobil AMG masa kini. Lalu velg verukuran 22 inci, kaliper rem belakang berwarna merah, dan bumper dengan lubang-lubang udara besar khas mobil sport.
Namun tenaganya melonjak menjadi 585 HP dan torsi puncak 850 Nm yang bisa dipanen di rentang putaran mesin 2.500-3.500 rpm.
Mesinnya sama-sama menggunakan V8 4.0 liter dengan bi-turbo seperti G 500. Namun tenaganya melonjak menjadi 585 HP dan torsi puncak 850 Nm yang bisa dipanen di rentang putaran mesin 2.500-3.500 rpm. Menginjak gas G 63 dalam-dalam di jalan bebas hambatan, dan mobil langsung melejit layaknya sedan-sedan sport AMG, dengan raungan khas suara knalpot sport AMG.
Pengendalian pun terasa mantap dengan sistem suspensi adaptif AMG Ride Control yang secara kontinyu mengatur tingkat peredaman guncangan di semua roda sesuai dengan kondisi pengendaraan. Walau demikian, tetap saja G 63 adalah sebuah mobil dengan sasis tangga dan berpostur jangkung, yang tetap akan terasa sedikit limbung saat dipaksa menikung pada kecepatan tinggi.
AMG G 63 dilengkapi lima pilihan mode pengendaraan on-road (Slippery, Comfort, Sport, Sport+ dan Individual) ditambah tiga pilihan mode pengendaraan off-road (Sand, Trail, Rock). Setiap pilihan membawa konsekuensi setelan tenaga mesin, suspensi, dan pengemudian yang disesuaikan denga medan.
Kabar baiknya, menurut Dennis A Kadaruskan, PR Dept Head PT Mercedes-Benz Distribution Indonesia (MBDI), varian Mercedes-AMG G 63 ini lah yang akan masuk ke pasar Indonesia tahun ini juga. Jadi, tunggu saja kehadirannya beberapa minggu lagi!